Sambil Terisak Baca Pledoi, Hasto Kutip Bung Karno dan Kudatuli
Sambil Terisak Baca Pledoi, Hasto Kutip Bung Karno dan Kudatuli-Disway/Ayu Novita-
JAKARTA, DISWAY.ID-- Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto sempat dua kali meneteskan air mata saat membacakan nota pembelaan.
Adapun pledoi tersebut dalam kasus dugaan suap pengurusan pergantian antara waktu (PAW) DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan Harun Masiku.
BACA JUGA:SnackVideo Bangun Literasi Pendidikan di Pedesaan, Siswa dan Guru Dilatih Keterampilan Digital
BACA JUGA:Misteri Kematian Diplomat Kemlu di Kost, PMJ Beberkan Fakta Mengejutkan
Pertama saat Hasto menyampaikan bila Presiden Soekarno mewariskan semangat perjuangan untuk membangun Indonesia.
"Sebab Bung Karno mengatakan ‘bahwa revolusi belum selesai’ dan Ibu Megawati Soekarnoputri telah berseru lantang pada tahun 1993 bahwa ‘Bendera sudah saya kibarkan, pantang untuk diturunkan'," kata Hasto dengan suara bergetar dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis, 10 Juli 2025.
Lalu, Hasto kembali menitihkan air mata ketika menceritakan sejarah PDIP berperan sebagai suluh demokrasi yang menjadi harapan rakyat tertindas.
Terlebih saat mengingat peristiwa penyerangan kantor PDI pada 27 Juli 1996 atau Kudatuli.
BACA JUGA:Tiba-tiba Ahmad Dhani Laporkan LG, Geram Al Ghazali Dibully di Medsos!
BACA JUGA:Divonis 7 Tahun, Kuasa Hukum Hasto Sebut Kliennya Tumbal KPK
"Apapun risikonya Partai terus memimpin pergerakan rakyat. Partai digerakkan oleh ide dan cita-cita bagi kemerdekaan agar keadilan dan kemakmuran rakyat dapat diwujudkan," kata Hasto.
"Di dalam PDI Perjuangan selalu menyala dengan jiwa perjuangan. Dalam sejarahnya pula ketika rezim otoriter berkuasa selama 32 tahun lamanya, PDI berperan penting sebagai suluh demokrasi. PDI Perjuangan menjadi harapan rakyat tertindas dan wahana bagi suara-suara kritis," lanjut Hasto terisak.
"PDI Perjuangan mencoba dihancurkan melalui dualisme kekuasaan dengan campur tangan negara secara langsung yang berujung pada peristiwa 27 Juli 1996 yang sebentar lagi akan kami peringati," sambungannya.
Saat itu, Hasto sempat berenti membacakan nota pembelaanya untuk menghela nafas dan menahan tangis.
BACA JUGA:4 Kegiatan Dilarang saat MPLS 2025 yang Perlu Diketahui, Apa Saja?
BACA JUGA:Tri Tito Karnavian Apresiasi Kader TP PKK Sukseskan Rakernas dengan Lancar
Lalu politisi PDIP ini melanjutkan dengan menyampaikan PDIP tetap setia pada demokrasi di tengah tantangan pragmatisme politik yang semakin menguat.
"Sejarah penindasan akhirnya melahirkan PDI Perjuangan. Partai ini selalu setia pada jalan demokrasi meskipun pada periode 2004-2014, pragmatisme politik semakin menguat," tutur Hasto.
"Pada periode ini, eksistensi partai sepertinya hanya mewujud apabila menjadi bagian pemerintahan. Dalam periode ini PDI Perjuangan terus melakukan konsolidasi ideologi, organisasi, kader, dan sumber daya kepartaian," lanjutnya.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa Hasto Kristiyanto telah terbukti dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana mencegah atau merintangi secara langsung atau tidak langsung penyidikan dan terbukti secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.
BACA JUGA:Dituntut 7 Tahun Penjara, Sekjen PDIP Minta Dibebaskan
BACA JUGA:Bank Mandiri Komitmen Layanan Keuangan dengan Transformasi Digital dan Inovasi
"Menjatuhkan pidana thd terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp 600 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan," ujar Jaksa KPK Wawan Yunarwanto saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat pada Kamis, 3 Juli 2025.
Dalam hal ini, Jaksa KPK mengungkapkan hal-hal yang memberatkan seperti perbuatan terdakwa tidak memdukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan Hasto tidak mengakui perbuatannya.
Adapun, kata JPU, hal-hal yang meringankan yakni Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan, mempunyai tanggungan keluarga dan tidak pernah dihukum.
Usai pembacaan tuntutan, Kuasa Hukum Sekretaris Jenderal PDIP Hasyo Kristiyanto, Ronny Talapessy menanggapi putusan dari JPU KPK itu tidak berdasar dan tidak logis.
"Dasar tuntutan hanya merangkai ulang cerita yang sejak awal dikonstruksikan penyidik, dan tidak berbasis pada apa yang kita uji dan terungkap di persidangan," ujar Ronny.
BACA JUGA:Kejagung Kembali Tetapkan Zarof Ricar sebagai Tersangka Pengurusan Perkara di PT DKI
BACA JUGA:AFC Tunjuk Persib Jadi Tuan Rumah Playoff ACL 2 Lawan Manila Digger
Ia menegaskan bahwa tidak ada satupun fakta persidangan yang mendukung dakwaan.
"Untuk medapatkan bukti seperti meraba-raba atau seolah-olah ada bukti padahal hanya asumsi pemikiran imajinasi dari penuntut umum," sambungnya.
Lebih lanjut, Roni mengatakan bahwa tuntutan jaksa hanya berdasarkan pada rangkaian cerita penyidik KPK yang bahkan selama penyidikan kasus ini banyak melanggar asas due process of law.
"Yang benar jangan disalahkan, yang salah jangan dibenarkan. Ini bukan peradilan korupsi, tetapi peradilan yang dibuat hanya untuk pesanan politik," tutur Ronny.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengepalkan tangan dan meneriakkan kata 'Merdeka' setelah dituntut tujuh tahun penjara atas kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku.
Ekspresi tersebut diperlihatkan Hasto saat memberikan keterangan pers setelah menjalani sidang pembacaan tuntutan
BACA JUGA:Indonesia dan AS Sepakati Langkah Lanjutan Negosiasi Tarif Resiprokal
"Merdeka! Merdeka! Merdeka!" teriak Hasto disambut pendukungnya.
Diketahui Jaksa mendakwa Hasto melakukan beberapa perbuatan untuk merintangi penyidikan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI kepada mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Ia juga disebut memberikan suap sebesar Rp 400 juta dalam melancarkan niatnya supaya Harun Masiku menjadi anggota DPR RI.
Dalam perkara ini, Hasto diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.
Di sisi lain, Hasto juga dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 5 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
