Polemik Rencana Penerapan Subsidi KRL Berbasis NIK, Poin Ini Jadi Masalah Besar!
Polemik Rencana Penerapan Subsidi KRL Berbasis NIK, Poin Ini Jadi Masalah Besar!-AlphaRP Railway-YouTube Channel
JAKARTA, DISWAY.ID - Muncul polemik ketika ada wacana pemerintah akan mengadakak kebijakan tarif KRL disubsidi dengan menggunakan basis Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Namun KRL Mania sebagai perwakilan pengguna transportasi kereta listrik Jabodetabek itu mengaku tidak setuju dengan wacana adanya subsidi tersebut.
Salah satu alasan mereka tidak setuju dengan subsidi KRL berbasis KTP itu karena berpotensi memunculkan ketidakadilan antar penumpang.
Selain itu akan sangat berseberangan terhadap esensi transportasi publik, yakni inklusif dan merata bagi semua kalangan masyarakat.
Terpenting, bagi KRL Mania, transportasi publik itu harus terjangkau dan mudah diakses bagi semua elemen masyarakat umum dengan tidak adanya perbedaan latar belakang ekonomi serta domisili.
Menurut pengakuan Kepala Komunikasi KRL Mania, Gusti Raganata, subsidi tarif KRL harus berprinsip dapat mengurangi kemacetan dan polusi udara, bukan justru sampai menyenggol ekonomi atau NIK penumpang.
Saran dari Gusti, subsidi pemerintah harusnya lebih fokus kepada pengadaan dan peningkatan kualitas layanan, dan bukan membuat perbedaan tarif KRL berdasarkan NIK.
Apalagi penumpang KRL memiliki latar belakang yang jelas sangat berbeda-beda, mulai dari pelajar, ibu rumah tangga, pekerja umum, hingga lansia.
BACA JUGA:Ini Harapan PPI Pasca Polemik 18 Paskibraka Putri Copot Jilbab di IKN
KRL Mania menganggap penerapan subsidi berbasis NIK justru mengancam prinsip inklusivitas yang menjadi landasan dari transportasi publik.
Harusnya KRL terus menjadi layanan publik yang terbuka untuk semua kalangan, tanpa memandang status sosial atau ekonomi.
"Implementasi subsidi berdasarkan NIK berpotensi membuat layanan KRL menjadi tidak adil, padahal seharusnya tujuannya adalah untuk melayani seluruh lapisan masyarakat," terang Gusti, dikutip dari RRI pada Senin, 2 September 2024.
Komunitas ini juga merekomendasikan agar rujukan untuk penetapan tarif khusus mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: