Ari Dian
Dahlan Iskan bersama Ari Sufiati (kanan) di sebuah acara di Silicon Valley.--
Kaget. Senang. Hahaha. Baru sekali ini kegembiraan ini saya alami: nyaris tidak perlu antre di imigrasi Bandara Internasional San Francisco.
Dalam sekejap satu-satunya orang di depan saya sudah dilayani. Saya jadi yang paling depan. Dalam sekejap pula dikedipi untuk mendekat loket.
Petugas imigrasi, orang kulit putih yang berbadan tinggi besar, hanya ajukan dua pertanyaan: mau ngapain ke Amerika. Berapa lama. Saya jawab: urusan penerjemahan novel, dua minggu.
Dok! Paspor distempel. Tidak sampai satu menit berada di depan loket. Horeeee... teriak saya. Dalam hati.
Itu sudah pukul 10 malam. Kenapa begitu sepi. Saat keluar dari pesawat, di lorong yang panjang, saya memang berjalan cepat.
Hanya satu kantong plastik yang saya jinjing. Saya lewati orang-orang yang berjalan agak lambat di koridor. Mereka kelihatan lelah dan masih mengantuk. Ditambah membawa beban barang bawaan.
Inilah proses tercepat keluar bandara di Amerika --sepanjang pengalaman saya. Biasanya lama. Akibat antrean yang luar biasa panjang. Yang terburuk: pernah dua jam.
Sebenarnya proses malam itu lebih cepat lagi kalau pintu pesawat cepat dibuka. Begitu lamanya proses membuka pintu sampai pramugari Cathay Pacific membisikkan penjelasan ke saya: di Amerika saat ini lagi ada perubahan jam. Waktu di Amerika maju satu jam. Yang kemarin pukul 10 menjadi pukul 9 malam.
Begitulah Amerika. Setiap tahun dua kali berubah waktu. Di awal Mei mundur satu jam. Di awal November maju satu jam.
Di Indonesia saya juga ingin seperti itu. Di bulan Oktober waktu senam maju pukul 05.30. Di April mundur pukul 06.00. Matahari sudah begitu tinggi pada pukul 06.00 di bulan ini. Tapi anggota senam yang sudah lebih 200 orang itu beda pendapat. Hanya sebagian yang mau maju. Akhirnya saya putuskan: tiap hari pukul 05.45. Begitulah sejarahnya mengapa olahraga kami dimulai pukul 05.45. Akibat ingin meniru Amerika tapi gagal. Begitulah sulitnya mengatur banyak orang di Indonesia. Sulit tapi mudah. Selalu ada jalan tengah.
Anda sudah tahu: pramugari tidak boleh membuka pintu kalau belum ada izin dari petugas di bandara. Petugasnya masih berurusan dengan perubahan waktu. Semua kejadian harus dicatat dengan waktu yang benar. Tanggal berapa. Pukul berapa. Menit berapa. Termasuk pukul berapa pintu pesawat dibuka.
"Bukan hanya dicatat: saat Anda lahir sedang berlangsung hujan abu akibat meletusnya gunung Kelud".
Saking cepatnya proses di imigrasi bandara San Francisco itu sampai-sampai yang menjemput saya salah perhitungan. Tidak masalah. Tidak dikejar waktu. Udara San Francisco juga lagi sangat segar-sejuk. Menunggu di luar bandara napas terasa lega. Dada terasa menggembung sebesar balon merah yang hampir meletus.
Kali ini saya dijemput Ari Sufiati –yang sudah Anda kenal itu (Disway 20 September 2024: Bonita Sufiati). Dia project manager di Apple. Tinggalnyi memang di Silicon Valley. Dekat San Jose. Satu jam dari bandara.
Saya dapat hotel gratis di rumah Mbak Ari. Dua dari tiga anaknyi lagi di rumah. Masih ada satu orang lagi: mahasiswa dari Indonesia. Namanya Nicolas Enstanerga.
Nico -begitu ia biasa dipanggil- akan lulus dari prodi robotic dan AI di Universitas Airlangga pada kuartal pertama 2025. Ia angkatan pertama di jurusan itu.
Unair kini memang punya jurusan robotic. Satu angkatan 70an orang. Yang sudah diwisuda 30 orang (per November 2024). Unair dan ITS memang saling mengejar: Unair punya fakultas teknik, ITS buka fakultas kedokteran.
Nico adalah runner-up Global Career Challenge (GCC) 2023. Pemenang pertamanya Wahidah Mevi jurusan komunikasi.
GCC adalah program tahunan yang dibuat IKA Unair Chapter US untuk mahasiswa Unair.
Nico dan Mevi mendapatkan mentorship dan kesempatan ke Amerika. Namun Mevi baru bisa berangkat ke Amerika tahun depan karena saat ini menjalani program internship.
Untuk GCC ini, Ari bekerja sama dengan Dian Lir Widhiati. Dian tinggal di Houston. Juga alumni Unair. Akutansi. Dia lama bekerja di perusahaan minyak di Texas. Kini jadi konsultan.
Ari dan Dian merupakan pengurus IKA Unair cabang US. Mereka dilantik Desember 2021 silam.
Selama di California, Ari memperkenalkan Nico ke seorang profesor robotic, George Anwar, di universitas terkenal: UC Berkeley. Minggu lalu Nico dimasukkan ke kelas profesor itu. Hari ini ia ke sana lagi. Perjalanannya dua jam pakai kereta.
Nico dua minggu tinggal di rumah Ari. Dua minggu selebihnya akan di rumah Dian di Houston.
Lusa saya dan Nico diantar ke bandara San Jose. Saya ke Kansas City lewat Denver. Nico langsung ke Houston.
Untuk sementara Ari dan Dian baru bisa menangani dua orang dulu. Mereka membuat yayasan Indonesia Lighthouse untuk pengembangan calon pemimpin masa depan Indonesia. Syaratnya: harus berprestasi di bangku kuliah. Boleh mendaftar. Lalu diseleksi.
Ari dan Dian tipe dua alumni yang cinta almamaternya. Mereka percaya gerakan awal ini bisa dikembangkan lebih lanjut. Bukan hanya untuk mahasiswa Unair. Namun juga untuk pembinaan para pengajar atau akademisi Unair.(Dahlan Iskan)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Disway Edisi 4 November 2024: Gunung Sritex
Mirza Mirwan
Ketika PT Texmaco Jaya milik Marimutu Sinivasan dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta pada 2010, PT Sritex seperti tak punya pesaing lagi, kecuali pabrik-pabrik tekstil kelas teri. Barangkali dari sanalah kejemawaan PT Sritex berawal. Padahal seharusnya kepailitan PT Texmaco Jaya dulu itu bisa dijadikan pelajaran agar PT Sritex tidak mengalami nasib serupa. Tapi...eee...lhadalah, 14 tahun kemudian PT Sritex harus pailit juga. Di berbagai negara banyak perusahaan raksasa yang sudah berjaya puluhan tahun pamornya menjadi redup, bahkan bangkrut. Pan American Airways barangkali salah satu contohnya. Raksasa maskapai penerbangan yang dulu sohor dengan sebutan Pan Am itu tetap eksis ketika AS dilanda "great depression" (1929-1939). Padahal ketika depresi mulai melanda umur Pan Am baru dua tahun. Tetapi Pan Am justru kian besar saja. Pada masa kejayaannya, 1960-an sampai 1970 Pan Am menyinggahi 80-an negara di lima benua. Sampai sekarang tak ada maskapai penerbangan yang bisa menyamainya. Tetapi ternyata pada 1991 Pan Am bisa bangkrut juga. Sebelum meninggal mungkin HM Lukminto tak pernah membayangkan bahwa perusahaan yang dirintisnya dari sebuah kios di Pasar Klewer dan akhirnya menjadi raksasa tekstil akan mengalami kebangkrutan. Pepatah klasik mengajarkan: Kalau pandai meniti buih, selamat badan ke seberang. Rupanya, sepeninggal HM Lukminto, manajemen Sritex kesulitan meniti buih. Dan akhirnya Sritex harus pailit.
Udin Salemo
#ngoceh_pagi Tahun 1985 bea cukai pernah dibubarkan oleh Pak Harto. Seluruh karyawannya dirumahkan selama empat tahun. Lalu tugas kepabeanan diserahkan ke SGS asal Swiss. Kayaknya sekarang perlu juga meniru cara Pak Harto. Bubarkan saja lembaga/badan yang tugasnya gak jelas, tugasnya tumpang tindih dengan kementerian atau lembaga/badan lainnya. Tapi fakta-nya malah memperbanyak lembaga/badan, bahkan memperbanyak kementerian. Sungguh bad fact yang bikin mengelus dada. Ditengah ekonomi sulit bagi rakyat marhaen, eh malah bagi bagi jabatan untuk kolega. Slogan biar kesohor asal nyohor masih tetap dipertahankan. #salam goyang gemoy
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
SRITEX: SEJARAH DAN RIWAYATNYA.. Sritex (Sri Rejeki Isman) didirikan oleh HM Lukminto pada 1966 di Solo. Dimulai dari kios kain kecil hingga menjadi raksasa tekstil dunia. Kehebatannya: mampu memproduksi seragam militer berkualitas tinggi untuk NATO hingga tentara di banyak negara. Puncak kejayaan tercapai sekitar 2010-an, dengan ekspor luas dan reputasi kuat. Namun, penurunan mulai terasa pada 2020-an, ditandai masalah utang besar. Alasannya? Kombinasi dari beberapa hal menjadi satu: 1). Generasi penerus yang mungkin kurang adaptif. 2). Lingkungan bisnis tekstil global yang berubah. 3). Persaingan ketat. 4). Dampak pandemi. ### Sritex pun terseret.. Bagai kain yang terurai perlahan.. Gombal gambul. Modal madul..
Wilwa
Ini makin membuat saya “meyakini” hipotesis pakar neuroscience, yang mempelajari cara kerja otak manusia, bahwa manusia dalam keseharian lebih banyak dikendalikan otak emosi(onar) bukan otak rasio(nal). Seperti yang selalu didengungkan Dokter Bedhes Ryu Hasan. Agama itu menyangkut otak emosi. Paling kuat mempengaruhi pemikiran seseorang. Karena itu pula politisasi agama jauh lebih efektif dan efisien! Tak hanya di Indonesia tapi juga di Amerika dan negara-negara lain yang penduduknya sangat “religious”. Paradox memang. Dan apakah itu jelek? Kalau Anda tanya ke Ryu akan dijawab: GAK JELEK! Cuma BEDA aja. Jelas beda membandingkan Indonesia yang rakyatnya religious dengan Tiongkok, Korsel, Jepang yang “sekuler”. Hmmmm
Liáng - βιολί ζήτα
Oom Wilwa, Lha kalau ada mayoritas rakyat yang memang suka bahkan bahagia melanggar hukum, hobi nilep, hobi nyontek, sampai senang korupsi, ya ga pa pa khan? Satire tingkat dewa ala “ustad” Ryu Hasan.:):):) isengin Oom Wilwa (biar nguamuk... wkwkwkwkwk.....) Lha... kita kan " hobi nyonték"..... Oom Saya, dengan nama kerén Liáng mengaku dengan sejujur-jujurnya... Hobby nyontek pisan - dari halaman buku saya conték, kemudian copy paste ke ruang komentar ini..... Ngomong-ngomong... bukannya Oom Wilwa juga Hobby nyonték... nyonték dari obrolannya Ryu Hasan di YouTube, kemudian ditulis menjadi komentar di sini ?? Nyonték koq disetarakan dengan korupsi ?? Oom...Oom... aya-aya waé atuh.....
thamrindahlan
Beres 4 menteri turun kaki Lindungi produksi dalam negeri Brantas mafia perdagangan import textil Cek baju batik perusuh apakah buatan pekalongan milik Mas MZ Arifin atau produksi luar negeri
Jokosp Sp
Untuk jadi pemimpin harus memakai jasa dan dana dari para bohir tambang. Bagaimana tidak akan diacak-acak bumi pertiwi ini, karena jelas untuk mengembalikan modalnya ya dari proyek itu. Menteri pendayagunaan aparatur negara saja kalah kalau untuk urusan di daerah. Mau berani menentang para asn itu?, selesailah sudah besok tidak akan duduk di kursi empuk itu. Betapa kuatnya mereka. KKN bisa diberantas?, kok hal yang mustahal. Pesimis tidak boleh, tapi kok optimisnya rendah buanget.
Wilwa
Ada 3 kemungkinan: 1) Sibuk (tak sempat) 2) Lupa (Lalai) 3) Takut (nanti batal jadi “dubes” di Tiongkok) :):):)
Jokosp Sp
Sayapun kemarin menulis bahwa akibat Sritex dan ratusan Sritex yang lain pada bangkrut karena pemerintah tidak bekerja semestinya. Sebagai pengawas juga tidak dijalankan semestinya, malah aparat jadi sindikat ilegal impor dengan cara tidak mencatat dan membiarkan barang masuk tanpa pajak. Ini berakibat sangat fatal : negara dirugikan karena tidak ada pemasukan pajak, industri pada tutup karena kalah bersaing dalam harga dengan barang China. Akibat jatuhnya industri harus memutus hubungan dengan para pekerja, pengangguran semakin banyak dan di mana-mana. Di mana posisi Menteri Keuangan yang membawahi pelabuhan dan bea cukai?. Apakah malah masuk dalam sindikat ini?. Apakah tidak ada yang lebih baik lagi dari Ibu Sri Mulyani di negeri ini?, yang sudah jelas tidak bisa menjangkau sampai bea cukai dan pelabuhan. Kadang saya berpikir apakah harus ada Bu Risma ngantor di Bea Cukai yang setiap saat bisa kontrol lapangan proses pelayanan, administrasi dan pelaporannya. Miris lihat negeri dikelola oleh orang yang tidak kompeten dan amanah ini. Ayoooo Pak Prabowo.....sikat habis para aparat yang sudah menyusahkan bangsa ini ( para bedebah seperti ucapan Imanuel Ebenezer Gerungan ). Pulau Buru masih longgar, bisa bangun lagi penjara untuk para koruptor yang sudah menyengsarakan bangsa ini. Miskinkan, kalau perlu ya di DOOR.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
Komentar: 159
Silahkan login untuk berkomentar
Masuk dengan Google