Historitas Tradisi dan Geniusitas Semantik Halal Bihalal di Nusantara
Tradisi halal bihalal yang diperkenalkan Walisongo dan dipopulerkan oleh KH Abdul Wahab Chasbullah.-ist-
Kedua, dari segi hukum fikih. Halal yang oleh para ulama dipertentangkan dengan kata haram, apabila diucapkan dalam konteks halal bihalal, maka akan memberi pesan bahwa mereka yang melakukannya akan terbebas dari dosa.
Dengan demikian, halal bihalal menurut tinjauan hukum fikih menjadikan sikap yang tadinya haram atau yang tadinya berdosa menjadi halal atau tidak berdosa lagi. Ini tentu baru tercapai apabila persyaratan lain yang ditetapkan oleh hukum terpenuhi oleh pelaku halal bihalal, seperti secara lapang dada saling maaf-memaafkan.
Ketiga, tinjauan Qur’ani. Dalam al-Quran kata halal ada enam. Empat berbentuk perintah, dua lagi bernentuk kecaman, dan halal yang dituntut adalah halal yang thayyib, yang baik lagi menyenangkan.
BACA JUGA:Santripreneur: Mewujudkan Wirausaha Santri di Bulan Penuh Berkah
Dengan kata lain, Al-Qur’an menuntut agar setiap aktivitas yang dilakukan oleh setiap Muslim merupakan sesuatu yang baik dan menyenangkan bagi semua pihak. Jika Muslim tidak mengindahkan perintah ini maka dikecam.
Inilah yang menjadi sebab mengapa Al-Qur’an tidak hanya menuntut seseorang untuk memaafkan orang lain, tetapi juga lebih dari itu yakni berbuat baik terhadap orang yang pernah melakukan kesalahan kepadanya. Karena itu tokoh NU KH Abdul Wahab Chasbullah melanjutkan tradisi halal bihalal dan memperkenalkan istilah ini kepada Presiden RI Soekarno pada tahun 1948.
Pada saat itu Presiden Soekarno meminta saran kepada KH Abdul Wahab Chasbullah tentang bentuk cara silaturahmi antarpemimpin politik yang pada saat itu masih memiliki konflik.
Tradisi halal bihalal yang diperkenalkan Walisongo dan dipopulerkan oleh KH Abdul Wahab Chasbullah kemudian menjadi tradisi di Indonesia, dilakukan oleh mayoritas umat Islam, terutama di kalangan jamaah Nahdlatul Ulama (NU) bahkan juga warga Muhammadiyah. Wallahu'lam bishawab.
Amman-Yordania, 1 April 2025
*) Aguk Irawan MN, dosen seni dan budaya STlPRAM Yogyakarta dan Pengasuh Pesantren Kreatif Baitul Kilmah Bantul
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
