Sektor Pertanian Tumbuh Positif Meski Ekonomi Melambat, Ekonom Khawatirkan Ini

Ilustrasi hamparan sawah penopang pertumbuhan ekonomi sektor pertanian.-ist -
JAKARTA, DISWAY.ID - Dengan resminya perilisan data pertumbuhan perekonomian Indonesia pada Kuartal I Tahun 2025 dari Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan perekonomian Indonesia kini telah mencapai titik pertumbuhan terendah sejak kuartal IV Tahun 2021, yaitu dengan angka pertumbuhan sebesar 4,87 persen (y-o-y).
Kendati begitu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga menambahkan bahwa pertumbuhan di sektor Pertanian mencatat pertumbuhan tertinggi, yaitu sekitar 10,52 persen.
Pertumbuhan ini juga diikuti dengan pertumbuhan sektor-sektor lainnya seperti Sektor Jasa Lainnya yang tumbuh sebesar 9,84 persen, dan Jasa Perusahaan 9,27 persen.
BACA JUGA:IMF Sebut Ekonomi Indonesia Akan Melambat, Menko Airlangga Ungkap Strategi Pemerintah
"Pertumbuhan tertinggi secara regional terjadi di Pulau Sulawesi (6,40 persen) dan Pulau Jawa (4,99 persen)," ungkap Menko Airlangga di Jakarta, pada Senin 5 Mei 2025.
Namun, beberapa Ekonom serta Pengamat Ekonomi juga menilai bahwa pertumbuhan ini sendiri tidak bisa dijadikan sebagai acuan kekuatan struktural baru dari sektor pertanian.
Pasalnya, subsektor tanaman pangan, khususnya padi dan jagung, turut mengalami lonjakan produksi karena panen raya yang lebih merata secara spasial dan temporal, ditambah anomali cuaca yang menguntungkan.
Selain itu menurut Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, pertanian Indonesia juga masih menghadapi berbagai tantangan kronis: degradasi tanah, perubahan iklim, penyusutan lahan pertanian, alih fungsi lahan yang masif, serta ketimpangan akses petani terhadap teknologi dan pembiayaan.
"Pemerintah memang tengah menjalankan berbagai kebijakan penguatan pertanian seperti cetak sawah baru, optimalisasi lahan, penyaluran pupuk bersubsidi secara digital, serta pengadaan alat dan mesin pertanian (alsintan). Namun efektivitas kebijakan ini belum bisa dirasakan penuh di kuartal I-2025. Efek jangka panjang dari intervensi ini akan baru bisa dievaluasi setidaknya dalam satu tahun ke depan," jelas Achmad ketika dihubungi oleh Disway, pada Selasa 6 Mei 2025.
BACA JUGA:Menko Airlangga Tetap Optimis Meski Pertumbuhan Ekonomi 4,87 Persen
"Fakta bahwa pertanian masih sangat bergantung pada faktor cuaca dan belum berbasis pada inovasi teknologi menjadikan sektor ini sangat rentan terhadap guncangan jangka pendek," tambahnya.
Achmad menambahkan, swasembada bukan sekadar meningkatkan volume produksi, tetapi soal memastikan ketersediaan pangan dalam jangka panjang secara berkelanjutan dan terjangkau bagi seluruh rakyat.
"Oleh karena itu, pertumbuhan fantastis sektor pertanian pada Q1-2025 lebih tepat dibaca sebagai anomali musiman yang belum menyentuh persoalan struktural. Untuk menjadikannya sebagai sumber pertumbuhan andalan, diperlukan lompatan kebijakan yang lebih mendasar," tutup Achmad.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: