Jangan Silau Harga Emas, Muncul Tren Beli Logam Mulia Pakai Pinjol

Harga emas membuat masyarakat silau berinvestasi--Pinterest
JAKARTA, DISWAY.ID - Di tengah melambungnya harga emas dan gencarnya promosi investasi logam mulia, muncul tren baru yang cukup mengkhawatirkan yakni masyarakat mulai membeli emas dengan menggunakan pinjaman online (pinjol).
Fenomena ini menjadi sorotan karena dinilai berisiko tinggi, terutama bagi kelompok ekonomi menengah ke bawah.
Dr. Muhammad Findi, Pakar Kebijakan Publik dari IPB University, mengimbau masyarakat untuk lebih hati-hati dan realistis dalam mengambil keputusan keuangan.
Menurutnya, meskipun emas dikenal sebagai aset yang likuid dan bernilai jangka panjang, membeli dengan cara berutang—apalagi lewat pinjol—bukanlah pilihan yang bijak.
“Meskipun emas merupakan aset yang sangat likuid, saya mengimbau masyarakat, khususnya kalangan ekonomi menengah ke bawah, agar tidak tergesa-gesa dalam pembelian, terlebih hingga berutang,” ujar Dr. Findi, Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University.
Dr. Findi menilai bahwa tren ini lebih bersifat spekulatif ketimbang investasi yang sehat. Ia mengingatkan, investasi emas idealnya dilakukan menggunakan dana dingin, yaitu dana lebih yang tersisa setelah seluruh kebutuhan pokok tercukupi.
Sayangnya, sebagian masyarakat tergiur dengan janji keuntungan dan harga emas yang terus naik, sehingga rela mengambil pinjaman digital tanpa mempertimbangkan kemampuan finansial mereka.
“Uang yang dibelanjakan seharusnya berasal dari hasil jerih payah, bukan dari utang,” tegasnya.
BACA JUGA:Lebih Baik Investasi Emas Antam Batangan Atau Emas Perhiasan? Begini Penjelasannya
Bahaya Pinjol untuk Beli Emas
Dr. Findi mengingatkan bahwa pinjaman digital bisa menjebak masyarakat dalam lingkaran utang, terutama ketika digunakan bukan untuk kebutuhan mendesak, melainkan untuk spekulasi aset.
Ia menekankan bahwa pinjaman sebaiknya hanya digunakan untuk keperluan produktif atau benar-benar darurat, bukan untuk mengejar tren atau gaya hidup.
“Prinsip kehati-hatian menjadi kunci. Masyarakat perlu mengukur kemampuan membayar sebelum mengambil pinjaman, dan menghindari praktik pinjaman berbasis riba,” tambahnya.
Lebih lanjut, Dr. Findi menjelaskan bahwa meskipun bank digital mempermudah transaksi dan menyediakan simpanan darurat, penggunaannya tetap harus dibarengi kehati-hatian dan literasi keuangan yang memadai.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: