DPR Rencanakan Revisi UU Hak Cipta, Jadi Solusi bagi Industri Musik dan Pengusaha?
DPR Rencanakan Revisi UU Hak Cipta, Jadi Solusi bagi Industri Musik dan Pengusaha?-dok Disway-
JAKARTA, DISWAY.ID-- Pengenaan biaya royalti atas pemutaran lagu secara komersial di kafe dan restoran kembali memicu perdebatan sengit di ruang publik.
Isu ini semakin mengemuka setelah adanya kebijakan yang mengharuskan pengelola tempat usaha untuk membayar royalti sebagai bentuk penghargaan terhadap hak cipta para musisi dan pelaku industri musik lainnya.
BACA JUGA:BUKTI NYATA! Striker 23 Tahun Susul Mauro Zijlstra Jalani Naturalisasi, Bintang Timnas U-23 Abroad
BACA JUGA:53 Juta Siswa Cek Kesehatan Gratis di Sekolah dan Madrasah Mulai Hari Ini
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco, menanggapi dinamika dalam dunia permusikan yang terjadi belakangan ini.
Menurutnya, pengenaan biaya royalti perlu dicermati dengan bijak, terutama terkait dengan dampaknya terhadap para pelaku usaha.
"DPR RI juga mencermati dunia permusikan yang beberapa saat ini ada dinamika," ujar Dasco saat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 4 Agustus 2025.
BACA JUGA:Kenali PeptiGro System, Inovasi Nutrisi untuk Tumbuh Kembang Anak Lebih Optimal
BACA JUGA:Hadapi Tren Penurunan Penjualan Motor, Ini Strategi MPMX Jaga Laba Rp249 Miliar
Dasco juga menambahkan bahwa pihaknya sedang merevisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta untuk mengakomodasi perkembangan dan kebutuhan industri musik yang terus berkembang.
"Kami sudah minta Kementerian Hukum yang kemudian juga membawahi Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) untuk juga kemudian membuat aturan yang tidak menyulitkan," tegasnya.
Proses revisi ini diharapkan dapat memberikan kejelasan hukum serta solusi atas polemik terkait biaya royalti.
Dilain sisi, Ketua Umum Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, mengingatkan pentingnya pembayaran royalti sebagai bentuk kepatuhan terhadap hukum dan penghargaan terhadap hak cipta musisi.
BACA JUGA:Nomor WA Kamu Terima Saldo DANA Gratis Rp117.000, Cara Aman Masuk Dompet Digital
BACA JUGA:USNI Luncurkan Transformasi Pendidikan Menuju Era Industri 5.0, Usung Tagline #JadiVersiTerbaikDiri
Dharma menyebut bahwa tarif royalti yang ditetapkan di Indonesia terbilang paling rendah dibandingkan negara lain.
"Royalti kita, tarif kita paling rendah di dunia. Jadi, bayar royalti itu bentuk kepatuhan hukum. Kalau mau berkelit, nanti kena hukum, itu saja jawabannya," ujar Dharma.
Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menkumham, tarif royalti yang ditetapkan untuk restoran dan kafe adalah sebesar Rp 60.000 per kursi per tahun untuk hak pencipta dan Rp 60.000 per kursi per tahun untuk hak terkait (penyanyi, produser).
Totalnya, pengelola kafe atau restoran harus membayar Rp 120.000 per kursi setiap tahunnya.
Meski tarif royalti ini relatif rendah, kebijakan tersebut tetap menuai kritik dari berbagai pihak.
BACA JUGA:Tangkap Kapal Ikan Asing, KKP Tertipkan Puluhan Rumpon Ilegal Sejak Awal 2025
BACA JUGA:Daftar Hari Libur Bulan Agustus 2025, Libur Nasional HUT Kemerdekaan dan Tambahan Hari Libur
Beberapa pengelola kafe dan restoran menganggap biaya ini dapat membebani operasional mereka, terutama di tengah persaingan usaha yang semakin ketat.
Namun, di sisi lain, musisi dan pelaku industri musik lainnya menilai bahwa pengenaan royalti adalah hal yang wajar dan perlu dilakukan untuk menjaga keberlanjutan industri musik tanah air.
Mereka berharap adanya kebijakan yang adil dan tidak memberatkan kedua belah pihak, baik pengusaha maupun musisi.
Revisi Undang-Undang Hak Cipta yang tengah dibahas di DPR diharapkan dapat menjadi titik temu antara kepentingan industri musik dan sektor bisnis, serta mengatasi berbagai persoalan terkait dengan pengenaan royalti musik di ruang publik.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
