Menghidupkan Spirit Pancasila
Prof. Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D - Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Keindonesiaan kita sudah dirumuskan dengan penuh holistik dan universal, dan tugas kita hari ini adalah mengaktifkan kembali nilai-nila universal dan mendalam Pancasila itu da--
Ketika Pancasila diperdebatkan seolah ia bersifat opsional, kita perlu mengingat—secara hukum dasar negara ini sudah jelas dan tegas.
Pada level institusional di masa ini, negara membentuk BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) untuk merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila, melakukan koordinasi dan standardisasi pendidikan serta pelatihan, dan memberi rekomendasi atas kebijakan yang berpotensi mereduksi nilai-nilai Pancasila.
Tugas ini strategis, sebab pembinaan ideologi tidak bisa diserahkan pada spontanitas pasar gagasan; ia butuh orkestrasi kebijakan publik yang berkesinambungan.
Sebagai lembaga pemerintah non-kementerian, BPIP membantu Presiden merumuskan kebijakan ideologi Pancasila, melakukan koordinasi, sinkronisasi, pengendalian pembinaan, serta menetapkan standar pendidikan dan pelatihan Pancasila di semua tingkatan.
Dalam Peraturan BPIP Nomor 1 Tahun 2018 disebutkan bahwa tugasnya meliputi penyusunan pendidikan dan pelatihan, serta memberikan rekomendasi atas regulasi yang bertentangan dengan Pancasila.
BACA JUGA:Diskon Tiket dan Bansos Pangan Sambut Natal-Tahun Baru, Paket Ekonomi 2025 dari Pemerintah
BACA JUGA:Dualisme PPP Berakhir Islah, Romahurmuziy Minta Tak Ada Pihak Saling Gugat
Menerjemahkan Nilai: Dari Teks ke Laku
Kita sering berhenti pada teks. Padahal Pancasila harus hadir dalam laku—cara negara bekerja dan cara warga hidup bersama. Bagaimana menerjemahkannya?
Ketuhanan yang Maha Esa menuntut kita membangun ruang publik yang ramah iman sekaligus berkeadaban. Negara melindungi kebebasan beragama, sementara warga menghayati iman tanpa menistakan.
“Bertuhan secara kebudayaan” berarti mempraktikkan agama dengan kesadaran adab, yakni hormat pada martabat manusia dan kebinekaan. Di sini, perguruan tinggi keagamaan punya peran unik: menghubungkan dalil dengan data, kitab dengan realitas, doktrin dengan dialog.
Kemanusiaan yang adil dan beradab mengajarkan etika kebijakan dan etika kehidupan. Dalam kebijakan, ia mengoreksi teknikalisme yang melupakan manusia—misalnya, program pangan, kesehatan, atau digitalisasi birokrasi yang harus mempermudah yang lemah, bukan hanya yang sudah kuat.
Dalam kehidupan sosial, ia menolak normalisasi perundungan dan ujaran kebencian. Ukurannya sederhana: apakah tindakan kita memuliakan martabat orang lain atau merendahkannya.
BACA JUGA:Jadi Minuman Favorit Gen Z, Ini 5 Manfaat Konsumsi Matcha untuk Kesehatan!
BACA JUGA:Kumpulan Prompt AI Edit Foto Jadi Cover Album Ala Penyanyi Idola, Tinggal Copy-Paste
Persatuan Indonesia membangun keadaban bersatu walaupun dalam keragaman. Persatuan adalah kemampuan menata konflik secara dewasa.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
