bannerdiswayaward

Menghidupkan Spirit Pancasila

Menghidupkan Spirit Pancasila

Prof. Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D - Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Keindonesiaan kita sudah dirumuskan dengan penuh holistik dan universal, dan tugas kita hari ini adalah mengaktifkan kembali nilai-nila universal dan mendalam Pancasila itu da--

BACA JUGA:Raih Saldo DANA Gratis hingga Rp192.000 ke Nomor HP Kamu, Cair dari Aplikasi Penghasil Uang Populer

Kedua, mengarusutamakan riset dan pengabdian yang memihak kemaslahatan. Keadilan sosial menghendaki inovasi yang menjangkau seluruh lapisan: teknologi tepat guna untuk UMKM, literasi digital untuk desa, tata kelola masjid yang akuntabel, kurikulum karakter yang kontekstual.

Kampus harus menjadi mitra pemerintah dan masyarakat sipil dalam merancang kebijakan berbasis bukti. Di sini, sinergi dengan lembaga-lembaga pembinaan Pancasila dan kementerian menjadi penting, agar lokakarya nilai tidak berhenti pada spanduk dan seminar, tetapi menembus kurikulum, modul, dan praktik keseharian.

Kerjasama antara kampus dan lembaga-lembaga negara seperti BPIP misalnya bisa memperkuat harmonisasi materi pembinaan ideologi dalam pendidikan tinggi.

Ketiga, menumbuhkan “literasi batin” di tengah banjir informasi. Di era algoritma, kita memerlukan bukan hanya kecakapan memilah berita, tetapi keheningan yang memampukan kita melihat manusia di balik layar.

Sila kedua dan ketiga akan kehilangan daya bila jiwa kita tidak pernah berhenti untuk bersyukur, bertafakkur, dan berempati. Tradisi tasawuf sosial memberi metodologi: tazkiyatun nafs (membersihkan motif), ihsan (berbuat terbaik), dan adab (meletakkan sesuatu pada tempatnya).

Dengan demikian, nilai ketuhanan bukan retorika, melainkan energi penggerak yang menyejukkan ruang publik.

BACA JUGA:Sinopsis Drama China Love in the Clouds, Tipu Daya Lu Yuxiao Pikat Hou Minghao!

BACA JUGA:Pasar Lesu, JAECOO Andalkan Mobil Hybrid dan Ekspansi Dealer di Bekasi

Keempat, mempraktikkan musyawarah yang memulihkan. Di kampus, musyawarah bukan sekadar mekanisme rapat. Ia adalah budaya mendengar yang sungguh-sungguh.

Dalam konflik, kita bertanya: “Bagaimana semua pihak tetap bermartabat setelah keputusan?” Jika keputusan menyisakan luka, musyawarah belum paripurna.

Etos inilah yang perlu kita ekspor ke masyarakat dan birokrasi: berpihak pada solusi yang adil, bukan menang-kalah yang menubruk rasa keadilan.

Menghidupkan spirit kebangkitan Pancasila berarti menumbuhkan kembali kepercayaan: bahwa hidup bersama masih mungkin, bahwa perbedaan dapat dikelola, bahwa negara hadir memihak yang lemah, dan bahwa agama memanusiakan.

Kita telah memiliki fondasi normatif yang kuat—dari Pembukaan UUD 1945, arsitektur nilai Bung Karno, hingga penguatan kelembagaan pembinaan ideologi. Kini pekerjaan kita lebih “membumi”: membenahi kultur, insentif, dan teladan.

Saya mengajak kita memulai dari lingkar pengaruh terdekat. Di ruang kelas, mari kita disiplinkan budaya ilmiah dan santun berdialog.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads