Terus Selidiki Dugaan Mark Up Kereta Cepat Whoosh, KPK Belum Ungkap Pihak-Pihak yang Diminta Keterangannya

Terus Selidiki Dugaan Mark Up Kereta Cepat Whoosh, KPK Belum Ungkap Pihak-Pihak yang Diminta Keterangannya

Penumpang kereta cepat Whoosh di stasiun.-Ayu Novita-

JAKARTA, DISWAY.ID— Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai turun tangan menyelidiki dugaan penggelembungan dana alias mark up dalam megaproyek kereta cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh.

Namun, hingga kini lembaga antirasuah itu belum membeberkan siapa saja pihak yang akan dimintai keterangan dalam kasus yang mulai diselidiki sejak awal 2025 ini.

"Terkait pihak-pihak yang nanti akan diminta keterangan, tentu karena ini masih di tahap penyelidikan, kami belum bisa menyampaikan secara detail,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih, Rabu (29/10/2025).

BACA JUGA:KPK Pastikan Penyelidikan Kasus Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh Terus Berjalan

Menurut Budi, penyelidikan dilakukan dengan menggali keterangan dari berbagai pihak yang mengetahui konstruksi perkara.

"Kami sangat terbuka jika ada masyarakat yang memiliki informasi dan data. Itu akan menjadi pengayaan terhadap proses investigasi yang sedang KPK lakukan,” ujarnya menambahkan.

Langkah penyelidikan ini juga dibenarkan Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.

“Saat ini sudah pada tahap penyelidikan,” kata Asep kepada wartawan, Senin (27/10/2025).

Sebelumnya, isu dugaan pembengkakan dana proyek Whoosh juga disorot mantan Menko Polhukam Mahfud MD lewat kanal YouTube-nya.

Ia mengungkap adanya perbedaan mencolok antara biaya pembangunan versi Indonesia dan China.

BACA JUGA:Perpres Ojek Online Segera Rampung, Airlangga: Tak Atur Tarif tapi Fokus Perlindungan Driver

"Menurut pihak Indonesia, biaya per kilometer kereta Whoosh itu USD 52 juta. Tapi di China sendiri hanya USD 17–18 juta. Naik tiga kali lipat kan,” ungkap Mahfud.

Mahfud juga menyoroti beban utang proyek yang sudah menembus Rp4 triliun hingga 2025.

Menurutnya, lonjakan itu terjadi akibat perubahan skema pembiayaan — dari tawaran Jepang berbunga 0,1%, ke pinjaman China yang awalnya 2% dan naik menjadi 3,4% setelah terjadi cost overrun.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads