Budaya Victim Blaming, dan Bahaya untuk Korban Kekerasan

Budaya Victim Blaming, dan Bahaya untuk Korban Kekerasan

Sebagai upaya dalam menghadapi fenomena victim blaming ini, Kementerian PPPA sebelumnya telah meresmikan Rancangan Undang – Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang – Undang dalam Sidang Paripurna DPR RI ke – 19 Masa Persid-dok Disway-

Dalam hal ini, Psikolog klinis dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPT UI) Rini Hapsari Santosa menekankan bahwa Pemerintah dan hukum juga harus dapat memberikan contoh dengan menciptakan panduan hukum dan UU yang jelas dan tepat, memberi sanksi tegas kepada pelaku, memberi perlindungan dan keadilan bagi korban.

Menurut Rini, pemahaman yang tepat akan membentuk sikap yg lebih tepat, lebih ramah dan suportif terhadap korban. 

Oleh karena itulah, dirinya menekankan bahwa masyarakat perlu terus diedukasi dan belajar mengenai bagaimana ranah kekerasan seksual.

“Baru dari situ masyarakat bisa belajar dan berkembang menjadi tempat yg lebih aman bagi perempuan dan anak,” ucap Rini.

Strategi Pemerintah Tekan Kekerasan Seksual dan Perundungan

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) telah menetapkan tiga program prioritas utama untuk tahun 2026 yang dirancang secara terintegrasi untuk menekan secara signifikan angka kekerasan seksual dan perundungan di Indonesia. 

Program-program ini dicanangkan sebagai langkah strategis dalam mewujudkan lingkungan yang aman dan mendukung bagi perempuan dan anak di seluruh Tanah Air.

Tiga Pilar Utama Program Prioritas 2026

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Irjen Pol (Purn) Desy Andriani, menekankan bahwa tantangan kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk kasus kekerasan seksual dan perundungan, masih menjadi isu serius. Berdasarkan data, sebagian besar kekerasan kerap terjadi di lingkungan terdekat.

"Untuk menjawab tantangan tersebut, KemenPPPA telah merumuskan tiga program prioritas yang akan diintensifkan pada tahun 2026. Fokus kami adalah pada pencegahan, penanganan cepat, dan penguatan basis data di tingkat akar rumput," ujar Deputi Desy Andriani, Rabu 3 Desember 2025.

Ketiga program prioritas utama tersebut meliputi:

1. Ruang Bersama Indonesia (RBI)

Ruang Bersama Indonesia (RBI) merupakan inisiatif yang bertujuan untuk membangun platform kolaboratif dan edukatif. Program ini fokus pada pencegahan di hulu dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari keluarga, sekolah, komunitas, hingga sektor swasta.

"RBI bukan hanya sekadar kampanye, tetapi sebuah gerakan bersama untuk mengubah norma sosial yang masih mentoleransi kekerasan. Kami ingin menciptakan ruang aman dan inklusif di mana setiap individu, terutama perempuan dan anak, merasa terlindungi dan berani bersuara," jelas Deputi Desy. 

Diharapkan RBI akan menjadi payung bagi berbagai program edukasi anti-bullying dan anti-kekerasan seksual yang masif dan terstruktur.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads