Tarik Ulur Kenaikan UMP 2026: Pengusaha Khawatir, Pekerja Makin Menjerit
Kenaikan UMP 2026 dikhawatirkan akan menggangu sirkulasi dunia usaha apabila tak memerhatikan aspek strategis perekonomian-istockphoto-
“Kalau kenaikan delapan persen, sektor industri paling terdampak karena banyak cost tambahan harus dikeluarkan,” jelas Firsal.
Sementara itu, pihak Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sendiri juga turut menyatakan komitmennya untuk merancang kebijakan pengupahan yang lebih adaptif terhadap dinamika ekonomi nasional dan daerah.
Menurut Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Afriansyah Noor, hal ini dilakukan agar mampu menjaga keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan keberlangsungan usaha.
“Formula baru ini penting untuk menjaga keseimbangan antara daya beli pekerja, keberlangsungan usaha, dan pemerataan ekonomi,” ucapnya.
Pandangan Ekonom Senior
Rencana pemerintah dan serikat buruh untuk kembali menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026 mendapat kritik tajam dari kalangan ekonom.
Salah satu suara yang menonjol datang dari ekonom senior, Gede Sandra. Ia secara terbuka menyatakan penentangannya terhadap kenaikan UMP dan mengajukan solusi alternatif yang dinilai lebih efektif untuk meningkatkan daya beli pekerja: menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 12% kembali ke level 8%.
Wacana kenaikan UMP 2026 sendiri masih hangat, dengan serikat buruh mengajukan berbagai opsi kenaikan, mulai dari 6,5% hingga 10,5%, sementara Kementerian Ketenagakerjaan masih menggodok formula baru.
Gede Sandra berpendapat bahwa kebijakan kenaikan UMP yang bersifat parsial hanya menguntungkan sebagian kecil pekerja dan justru berpotensi memicu inflasi harga barang dan jasa.
Ia menilai kenaikan upah tidak akan signifikan memperbaiki kesejahteraan jika daya beli masyarakat secara keseluruhan terus tergerus oleh tingginya tarif pajak konsumsi.
"Saya sih usul cara yang sangat efektif sebenarnya, yang menguntungkan kedua belah pihak, pekerja dan pengusaha, adalah dengan cara menurunkan PPN. PPN itu harus diturunkan," ujar Gede Sandra saat dihubungi oleh jurnalis Disway, Senin 15 Desember 2025.
BACA JUGA:Besaran UMP 2026 Batal Diumumkan, Pemerintah Sedang Susun Regulasi Baru Soal Upah
"Jadi saran saya untuk bisa memberikan ruang bagi rakyat pekerja dan juga ruang bagi pengusaha adalah dengan cara menurunkan PPN sampai ke level 8%. Nanti kan ada kekurangan penerima negara, kita bisa tambah kekurangan itu dari sektor lain, misalkan efisiensi-efisiensi lain, atau dengan cara memberantas sebuah kejahatan dalam hal pajak, dalam hal mis-invoicing, atau perbedaan jenis invoice yang biasa dilakukan untuk menyendiri pajak, export, atau import, dan sebenarnya lebih banyak di-export," sambungnya.
Ia merujuk pada dampak kenaikan PPN dari 11% ke 12% yang berlaku sejak 2025, yang dinilai telah menekan tingkat konsumsi rumah tangga secara luas .
Dampak positif penurunan PPN ini, menurut kajian ekonom lain, dapat berupa
1. Peningkatan Konsumsi Rumah Tangga: Harga yang lebih murah mendorong masyarakat untuk berbelanja, memacu sektor ritel.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: