NEW YORK, DISWAY.ID – Resesi global meluas? Ya, sentimen ini menandai fakta baru yang memacu adrenalin. Dampaknya jelas kegaduhan. Salah satunya Sri Lanka yang menjadi korban pertama.
Ya, jelas ketakutan, meski ini baru sebatas spekulasi dan hitung-hitungan angka yang sebenarnya bisa diredam jika rantai pasokan pangan kembali normal.
Sayang, Rusia masih getol melakukan invasi ke Ukraina. Kebijakan Presiden Vladimir Putin mulai menunjukan dampaknya di eropa.
BACA JUGA:Indonesia Masuk Daftar 15 Negara Berpotensi Resesi, Begini Kata Sri Mulyani
Sementara Amerika Serikat dan sekutunya NATO enggan memberikan saran terbaik untuk Ukraina. Perang membukan jalan resesi. Siapa yang kuat itu yang menang.
Atas gejolak yang muncul, Bank-Bank Sentral tak mau pusing, mereka buru-buru menaikan suku bunga secara agresif. Hanya Bank Sentral Jepang yang enggan merespon dampak inflasi.
Bank-bank sentral di seluruh dunia berjuang keras untuk menyesuaikan diri menghadapi inflasi dengan risiko semakin tidak terkendali.
Tindakan kebijakan yang lebih kuat dengan menaikkan suku bunga secara agresif adalah jalan pertama. Harapannya mampu meningkatkan risiko resesi global.
BACA JUGA:Amerika Mulai Campur Tangan Soal Pagu Minyak Rusia, Cari Teman Ngajak Anggota G20 Kompak
Tercatat, hari ini, Jumat 15 Juli 2022, data pemerintah menunjukkan harga produsen AS meningkat lebih dari yang diperkirakan pada Juni. Kondisi ini dipicu kenaikan biaya untuk produk energi.
Tentu saja inflasi yang kuat dan meluas didorong permintaan yang kuat, sementara rantai pasokan yang terganggu oleh pandemi Covid-19.
Pasokan makanan dan energi global akibat invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan bank sentral lain mengambil tindakan besarnya tidak terpikirkan beberapa bulan yang lalu.
Berikut ini catatan dari sejumlah bank central yang lebih sejak kemarin melakukan langkah penyesuaian.
BACA JUGA:Dimodali Joe Biden Rp 5 Triliun G20 Paksa Tiongkok Boikot Rusia
- Bank sentral Kanada: