Indonesia Masuk Daftar 15 Negara Berpotensi Resesi, Begini Kata Sri Mulyani

Indonesia Masuk Daftar 15 Negara Berpotensi Resesi, Begini Kata Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani pastikan hantaman resesi Indonesia kecil (foto;kemenkeu)-ilustrasi-Kemenkeu

JAKARTA, DISWAY.ID - Indonesia masuk ke daftar 15 negara yang berpotensi mengalami resesi berdasarkan survei Bloomberg.

Probabilitas Indonesia masuk jurang resesi hanya 3 persen. Meski begitu, jauh di bawah Sri Lanka yang di angka 85 persen. 

Survei tersebut menunjukkan pada peringkat 1-15 secara berurutan, yaitu Sri Lanka, New Zealand, Korea Selatan, Jepang, China, Hongkong, Australia, Taiwan, Pakistan, Malaysia, Vietnam, Thailand, Filipina, Indonesia, lalu India.

Dalam survei tersebut menyebutkan, Sri Lanka menempati posisi pertama negara berpotensi resesi dengan presentase 85 persen, New Zealand 33 persen, Korea Selatan dan Jepang 25 persen.

BACA JUGA:Syarat dan Ketentuan Daftarkan Bayi Baru Lahir ke BPJS Kesehatan, Simak Caranya

Lalu China, Hongkong, Australia, Taiwan, dan Pakistan 20 persen.

Malaysia 13 persen, Vietnam dan Thailand 10 persen, Filipina 8 persen, Indonesia 3 persen, dan India 0 persen.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melihat, Indonesia sangat kecil untuk bisa mengalami resesi saat ini. 

Hal ini setelah dia melihat berbagai indikator makro ekonomi, seperti neraca pembayaran dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Ketahanan Indonesia menghadapi resesi saat ini lebih baik jika dibandingkan dengan negara lainnya. Termasuk juga dari sisi korporasi dan rumah tangga.

"Kita relatif dalam situasi yang tadi disebutkan risikonya 3 persen dibandingkan negara lain yang potensi untuk bisa mengalami resesi jauh di atas yaitu di atas 70 persen," kata Sri Mulyani ditulis Kamis 14 Juli 2022.

Meski begitu, Sri tak ingin terlena oleh kondisi perekonomian yang lebih baik dari negara lain. Menurutnya, ancaman resesi di tengah ketidakpastian global tetap harus diwaspadai. 

Apalagi saat ini risiko global mengenai inflasi dan resesi, atau stagflasi ini akan berlangsung sampai tahun depan.

"Ini tidak berarti kita terlena. Kita tetap waspada namun message-nya adalah kita tetap akan menggunakan semua instrumen kebijakan kita," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: