JAKARTA, DISWAY.ID- Ada perbedaan temuan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atas kasus pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J).
Menurut Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam terdapat beberapa versi penembakan terhadap Brigadir J yang terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo pada 8 Juli lalu.
"Terkait peristiwa tanggal 8 Juli 2022 di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri (Irjen Pol Ferdy Sambo) terdapat peristiwa penembakan Brigadir J dari beberapa versi," ujar Choirul Anam kepada wartawan, Kamis 1 September 2022.
BACA JUGA:Baru Terungkap di Duren Tiga, Ada Sosok Brigadir R, Saksi Penting Sambo Gunakan Glock 26?
Sayangnya Anam tidak menjelaskan secara rinci beberapa versi penembakan yang menewaskan Brigadir J.
Tapi kata Anam, versi penembakam tersebut akan dibuktikan di perisidangan nanti.
"Itu harus dibuktikan di proses persidangan. Ada beberapa versi siapa yang menembak duluan, biarkan proses pengadilan yang akan mengujinya," ungkapnya.
"Kita menghormati proses hukum dan apa yang diyakini hakim dan siapa yang bersalah karena menembak duluan," jelasnya.
Untuk diketahui, Tim Khusus (Timsus) Polri telah menerima hasil rekomendasi dari Komnas HAM terkait dengan penyelidikan dan investigasi kasus pembunuhan Brigadir J.
BACA JUGA:Maksud Pakaian Putri Candrawathi Serba Putih dan Adegan Tiduran di Ranjang
Hasil rekomendasi tersebut diserahkan langsung Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik kepada Irwasum Polri, Komjen Pol Agung Budi Maryoto di kantor Komnas HAM, pada Kamis, 1 September 2022.
Dalam kesempatan tersebut, Komjen Agung mengatakan terdapat tiga substansi yang tercantum dalam hasil rekomendasi Komnas HAM terkait kasus Brigadir J.
Pertama, kasus Brigadir J merupakan extrajudicial killing atau Pasal 340 tentang Pembunuhan.
"Kedua, rekomendasi Komnas HAM menyimpulkan tidak ada tindak pidana kekerasan atau penganiayaan. Ketiga, adanya kejahatan atau tindak pidana obstruction of justice. Yang kebetulan oleh penyidik, timsus juga sedang dilakukan langkah-langkah penanganan terhadap tindak pidana obstruction of justice," terang Komjen Agung.