BACA JUGA:Direkrut Bhayangkara FC, Radja Nainggolan Resmi Bermain di Liga 1!
BACA JUGA:Air Mata Luhut di Pelantikan Jenderal TNI Maruli Simanjuntak
Sibylle Gioe selaku pengacara yang mewakili karyawan tersebut di Belgia, menyoroti ambiguitas putusan pengadilan.
“Hukum Uni Eropa tidak memilih satu solusi dibandingkan solusi lainnya,” katanya.
Keputusan dari CJEU juga memicu kekhawatiran di beberapa kalangan, termasuk Femyso yang merupakan jaringan pan-Eropa dan mewakili lebih dari 30 organisasi pemuda dan mahasiswa Muslim.
Femyso mengungkapkan bahwa keputusan tersebut berpotensi melanggar kebebasan beragama dan berekspresi.
“Meskipun terselubung secara netral, larangan terhadap simbol-simbol agama selalu menargetkan jilbab,” kata organisasi tersebut.
BACA JUGA:Hamas Undang Elon Musk ke Gaza: Dia Bisa Lihat Langsung Kehancuran Gaza
BACA JUGA:Sederet Mobil Daihatsu yang Populer di Indonesia: Sejarah dari Generasi ke Generasi
Sedangkan Open Society Foundations menyebutkan bahwa larangan ini berdasarkan pada wacana Islamofobia yang menggambarkan pakaian Islami tidak sesuai dengan netralitas.
Keputusan tersebut dapat memperburuk marginalisasi perempuan Muslim pada saat Islamofobia sedang meningkat.
Perempuan Muslim sudah menghadapi diskriminasi interseksional dalam berbagai alasan, dan keputusan seperti itu berisiko melegitimasi pemecatan mereka dari kehidupan publik.
Organisasi yang bergerak di bidang hak asasi manusia dan demokrasi ini menyerukan inklusivitas di tempat kerja, di mana individu dari semua agama dapat berpartisipasi penuh tanpa rasa takut akan diskriminasi, termasuk Muslim.