"Jadi begitu di Saudi wukuf misalnya sekarang, kita ikut puasanya di hari itu. Jelas ya," terangnya.
Ustaz Adi Hidayat melanjutkan. Lain hal jika bahasa yang disampaikan Nabi menggunakan kata Yaum.
BACA JUGA:Apakah Boleh Hanya Puasa Arafah Saja? Ustaz Adi Hidayat Kasih Penjelasan Tegas
Menurutnya makna dari bahasa Arab tersebut menunjukkan pada waktunya.
"Itu kalau tidak menggunakan (kata) Yaum. Tapi kalau menggunakan yaum, itu disebut 'zharafus zaman', huruf yang melekatkan sesuatu pada waktunya, bukan momentumnya. Menunjuk pada waktu," jelas pendakwah lulusan Libya itu.
Kata Ustaz Adi Hidayat, perkataan Nabi dalam sebuah hadis shahih ingin menegaskan waktu puasa Arafah dilaksanakan bukan mengikuti momentum jemaah Haji sedang wukuf.
"Maksudnya apa? Hadis ini ingin menegaskan puasa ini (puasa Arafah) dilakukan bukan mengikuti momentumnya. Tapi mengikuti waktunya.
"Waktu orang wukuf tanggal berapa, delapan apa sembilan? Sembilan! Jadi waktu orang wukuf tanggal 9 Dzulhijjah," imbuhnya.
Momentum jemaah Haji wukuf memang jatuh pada 9 Dzulhijjah.
BACA JUGA:Belum Aqiqah Tapi Ingin Berkurban, Mana yang Diutamakan? Ini Penjelasan Ustaz Adi Hidayat
Tetapi sejatinya jika ditasirkan, waktu 9 Dzulhijjah ini bermakna umum berlaku pada zona waktu di masing-masing negara.
"Artinya kalau di satu tempat, satu daerah, satu negara, sudah masuk ke tanggal 9 Dzulhijjah, sekalipun tidak sama dengan tempat orang wukuf sekarang di Saudi, maka itu sudah harus menunaikan puasanya," lanjutnya.
Ustaz Adi Hidayat menegaskan, puasa Arafah tetap dilaksanakan pada 9 Dzulhijjah mengikuti zona waktu.
"Jadi jatuh puasanya pada tanggalnya, bukan pada momentum wukufnya. Jelas ya.
"Yang harus diikutkan pada tempat tertentu, misal sekarang di Saudi. Misal, mohon maaf, pemerintah kita menetapkan waktu awal Dzulhijjah beda dengan Saudi, karena zonanya ada perbedaan tertentu," paparnya.
BACA JUGA:Ustadz Adi Hidayat Tegaskan Islam Sama Sekali Tidak Anti Seni, Tapi...