JAKARTA, DISWAY.ID-- Amnesty International Indonesia mencatat, sebanyak 579 orang menjadi korban kekerasan polisi saat unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang (UU) Pilkada pada 22-29 Agustus 2024, lalu.
Diketahui, demo tolak revisi UU Pilkada 22-29 Agustus 2024 itu terjadi di 14 kota Indonesia.
BACA JUGA:6 Polisi di Kasus Sambo Naik Pangkat, Amnesty International Desak Copot Kapolri
BACA JUGA:Kritik Besar Ekonom Terhadap Penerapan Tax Amnesty Tahun 2025 Nanti, Lemahkan Kepercayaan Masyarakat
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan, angka jumlah korban kekerasan polisi tersebut diketahui setelah pihaknya melakukan investigasi selama 3 bulan terakhir.
Usman memaparkan, 579 orang korban kekerasan polisi itu meliputi 344 orang mengalami penangkapan dan penahanan semena- mena, 152 orang luka-luka akibat serangan fisik,
17 orang terpapar gas air mata, dan 65 lainnya mengalami kekerasan berlapis termasuk kekerasan fisik dan penahanan, 1 orang sempat dilaporkan hilang.
BACA JUGA:Pemerintah Berencana Terapkan Tax Amnesty Jilid III, Anindya Bakrie: Perlu Untuk Dikaji Ulang
Seluruh kekerasan tersebut terjadi saat aparat kepolisian menghadapi massa pengunjuk rasa yang menolak revisi UU Pilkada.
Usman menambahkan, meski benar ada kericuhan, seperti pengerusakan gerbang DPR RI, pihak kepolisian seharusnya tidak perlu menggunakan kekuatan yang eksesif terhadap pengunjuk rasa.
"Investigasi kami serta bukti visual berupa video menunjukkan bahwa penggunaan kekuatan yang tidak perlu dan tidak proporsional secara berulang adalah kebijakan kepolisian, bukan tanggung jawab petugas yang bertindak sendiri atau melanggar perintah atasan mereka," kata Usman pada Senin, 9 Desember 2024.
Usman mengungkit janji Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang mengatakan bahwa di era kepemimpinannya akan mengutamakan pendekatan humanis.
BACA JUGA:Rencana Tax Amnesty Dapat Kritikan Keras, Ekonom Sarankan Hal Ini
BACA JUGA:Pemerintah Akan Godok Peraturan Tax Amnesty Jilid III, Ekonom Berikan Kritik Keras