JAKARTA, DISWAY.ID -- Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo meminta penyadapan yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung), tidak sembarangan dan harus sesuai dengan hukum yang berlaku.
Ia mencontohkan penggunaan alat penyadap itu bisa dilakukan terhadap tersangka yang sulit dicari, misalnya kasus Harun Masiku.
"Kalau kemudian penyadapan itu, intersepsi itu, dalam rangka penegakan hukum, misalkan sudah proses penyidikan, tersangkanya DPO sehingga harus dicari ke mana-mana dan tidak didapat seperti Harun Masiku, sehingga dibutuhkan alat sadap, nah itu dimungkinkan bisa," kata Rudianto di Kompleks Parlemen, Kamis, 3 Juli 2025.
BACA JUGA:Judol Masih Menjamur Dimana-mana, Komdigi Ungkap Sudah jadi Tantangan Sosiokultural
BACA JUGA:Natalius Pigai Pastikan Revisi UU HAM Masuk Prolegnas Jangka Panjang
"Begitu pun juga kalau sudah terpidana tapi tidak ditemukan, masih DPO, itu dibutuhkan. Sekali lagi, itu dimungkinkan," sambungnya.
Lebih lanjut, Politisi Partai NasDem ini mengingatkan agar aparat penegak hukum berhati-hati dalam menggunakan kewenangan penyadapan. Dia memperingatkan agar hal ini tidak melanggar hak privasi warga negara.
“Misalkan orang belum diduga melakukan tindak pidana, langsung disadap, belum naik penyidikan, itu kan pelanggaran,” jelas dia.
Lebih lanjut, Rudianto mengatakan penyadapan ini harus diatur oleh undang-undang penyadapan agar mekanismenya bisa dijalankan dengan cara hati-hati.
"Idealnya penyadapan itu perlu diatur khusus dalam UU Penyadapan, dan ini sementara mau bergulir RUU tentang Penyadapan," tuturnya.
BACA JUGA:Cahaya Baru di Ujung Utara Sulawesi, Listrik Tenaga Surya PLN Terangi Pulau-Pulau di Sangihe
"Jadi kami berharap penegak hukum harus hati-hati, jangan sekali kali menggunakan kewenangan penyadapan itu dengan cara melanggar hukum, tapi kalau dalam rangka penegakan hukum untuk kemudian menemukan pelaku itu dimungkinkan," imbuh dia.
Secara terpisah, Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menjamin penyadapan yang dilakukan melalui fungsi intelijen ini merupakan bagian dari penegakan hukum, bukan untuk melanggar privasi publik dengan cara sembarangan.
"Kami mau sampaikan kepada publik bahwa dalam konteks ini tentu tidak membatasi ruang privasi publik karena itu tidak boleh," ujar dia.