Pasal Karet ‘Tanah Terlantar’ dalam PP Nomor 20-2021, IAW: Sangat Subjektif dan Mudah Dimanipulasi

Rabu 16-07-2025,13:18 WIB
Reporter : Reza Permana
Editor : Reza Permana

1. Prinsip solusi partisipatif, objektif, dan berkeadilan.

  • Unsur Penilai Fungsi
  • RT/RW dan Lurah verifikasi sosial apakah tanah digunakan atau tidak
  • Dinas Pertanahan Daerah terkait pemetaan zona dan peruntukan tanah
  • Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) menilai pembayaran PBB dan kewajiban fiskal
  • Kejaksaan/Peradilan menjamin hak hukum pemilik sebelum status diubah
  • Komisi Agraria Independen (jika dibentuk) lakukan audit publik atas tanah yang diklaim “terlantar”
  • Pemilik tanah diberikan ruang klarifikasi dan keberatan secara tertulis dan hukum.

IAW juga mengusulkan mekanisme ideal penetapan tanah terlantar dalam bentuk partisipatif, transparan dan berdasarkan putusan Pengadilan.

BACA JUGA:Komitmen Kuat Terapkan ESG, BRI Catatkan Portofolio Sustainable Finance Terbesar di Indonesia Senilai Rp796 Triliun

BACA JUGA:BRI dan Liga Kompas Melepas Keberangkatan Tim LKG BRI ke Piala Dunia Remaja Gothia Cup di Swedia

Adapun langkah-langkah yang diajukan oleh IAW antara lain: 

1. Penilaian awal oleh BPN.

Proses dimulai dari pengamatan administratif oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), yang mencatat adanya bidang tanah yang diduga tidak dimanfaatkan sesuai fungsinya dalam jangka waktu tertentu.

2. Verifikasi oleh RT-RW dan Kelurahan.

Setelah itu, informasi harus dikonfirmasi secara faktual oleh perangkat wilayah terkecil: RT, RW, dan Kelurahan.

Mereka yang paling mengetahui kondisi aktual di lapangan, apakah tanah tersebut benar-benar kosong, digunakan untuk kepentingan keluarga, atau sedang disiapkan untuk pembangunan.

3. Pemeriksaan atas aktivitas pemanfaatan.

Setelah verifikasi sosial dilakukan, akan muncul pertanyaan kunci:

  • Apakah terdapat aktivitas pemanfaatan di atas tanah tersebut?
  • Jika ya, maka proses dihentikan, tanah tidak bisa dinyatakan sebagai terlantar.
  • Jika tidak, maka proses dilanjutkan dengan audit lanjutan yang lebih komprehensif.

BACA JUGA:BSU BPJS Ketenagakerjaan 2025 Kapan Cair? Simak Informasinya Berikut

BACA JUGA:Panduan Pengambilan BSU Tahap 4 di Kantor Pos Tahun 2025

4. Pembentukan Tim Multi-Pihak Audit. Tahap ini adalah kunci partisipatif. Tim audit yang melibatkan BPN, Dinas Pertanahan, perwakilan warga, perangkat desa, bahkan unsur pendapatan daerah (yang mengetahui status PBB), harus melakukan investigasi objektif terhadap status tanah.

5. Pemberian ruang pembelaan bagi pemilik. Pemilik tanah wajib diberi hak pembelaan. Bisa dalam bentuk klarifikasi tertulis, bukti foto, rencana pengembangan tanah, atau alasan pribadi yang dapat diterima secara hukum dan sosial (misalnya sakit, krisis ekonomi, atau tunggu pasar properti membaik).

Kategori :