"Kalau kita melihat urut kacangnya ya, kuota khusus itu kan ada antreannya ya, namun dalam pelaksanaan di 2024 ini ada yang berangkat tanpa antrean. Nah, ini prosesnya seperti apa," tandasnya.
Informasi-informasi mengenai hal tersebut dinilai mendukung pengungkapan aliran uang dan diskresi di Kementerian Agama yang mengeluarkan aturan dengan membagi kuota haji tambahan sebesar 50 persen untuk reguler dan 50 persen untuk khusus.
BACA JUGA:KPU Bantah Rahasiakan Ijazah Capres-Cawapres Demi Lindungi Jokowi dan Gibran
BACA JUGA:Istana Bantah Pembentukan Tim Reformasi Polri untuk Ganti Kapolri
Sebelumnya, Ketua KPK, Setyo Budiyanto juga membenarkan adanya pengembalian uang dari pendakwah Khalid Basamalah.
"Benar (ada pembembalian uang)," ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam keterangannya pada Senin,15 September 2025.
Namun, Setyo belum membeberkan berapa jumlah uang yang dikembalikan kepada Lembaga Antirasuah ini.
"Jumlahnya belum terverifikasi," lanjutnya.
Sebelumnya, pada Senin, 1 September 2025, mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas telah diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi kuota haji pada 2023-2024
BACA JUGA:Awasi Program Prioritas, Pemerintah Bakal Bentuk Tim Akselerasi
BACA JUGA:Natalius Pigai Serukan Pembangunan Ruang Demonstrasi Khusus di Depan DPR, Ini 8 Alasan Utamanya
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengeluarkan Surat Keputusan tentang larangan bepergian ke luar negeri untuk Yaqut, staf khususnya lshfah Abidal Aziz, dan pemilik agen perjalanan Maktour Travel, Fuad Hasan Masyhur.
Berdasarkan perhitungan awal KPK, ditemukan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2023-2024 mencapai Rp1 triliun lebih.
KPK melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung angka pasti kerugian negara.
KPK telah menerbitkan surat perintah benyidikan (sprindik) umum dugaan korupsi penambahan kuota dan penyelenggaraan haji. Lembaga ini beralasan penerbitan itu dilakukan supaya mereka bisa melakukan upaya paksa.
Sprindik umum tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.