BACA JUGA:PSI : 20 Ketua DPC Projo Ajukan Audiensi untuk Lawan Budi Arie
Modus Rekrutmen: Dari FB hingga Telegram, Dibungkus Video dan Meme
Para perekrut menggunakan pendekatan bertahap: awalnya menyebarkan propaganda melalui platform terbuka seperti Facebook, Instagram, dan game online.
Setelah menemukan target potensial, komunikasi dipindahkan ke platform tertutup seperti WhatsApp atau Telegram.
Materi propaganda dikemas menarik berupa:
- Video pendek
- Animasi
- Meme
- Musik bernuansa militan
BACA JUGA:BNI Gencarkan Pembiayaan Perumahan, Hadirkan Ekosistem Hunian Modern di Jawa Tengah
BACA JUGA:RUU KUHAP Siap Dibawa ke Rapat Paripurna DPR Besok
Propaganda ini menyasar kerentanan anak, mulai dari bullying, masalah keluarga, kurang perhatian, pencarian identitas diri, hingga minimnya literasi digital dan pemahaman agama.
Karopenmas : Kasus SMAN 72 Berbeda dengan Pola Radikalisasi
Trunoyudo menyinggung insiden di SMAN 72 Jakarta Utara (7 November 2025) sebagai contoh efek paparan kekerasan digital, meski tidak terkait ideologi terorisme.
Pelaku melakukan aksi karena menjadi korban bullying dan meniru aksi penembakan massal di luar negeri, bukan karena paham tertentu.
Polri: Empat Rekomendasi Nasional Cegah Rekrutmen Anak
BACA JUGA:Wasekjen Gerindra Jelaskan Alasan Penolakan Budi Arie yang Ngebet Jadi Kader
BACA JUGA:Kementan Kecewa PN Jaksel Kabulkan Eksepsi Tempo: Nasib 160 Juta Petani Terancam
Berdasarkan evaluasi penanganan, Polri merekomendasikan empat langkah utama:
1. Kajian regulasi pembatasan dan pengawasan media sosial bagi anak di bawah umur