Dendam Alumni

Dendam Alumni

 

Mana yang lebih besar: Al Amien Prenduan, Sumenep atau Daar el Qolam Gintung, Tangerang?

Dua-duanya dibangun oleh alumni Pondok Modern Gontor, Ponorogo. Dua-duanya fastabikul khairat --sampai saya tidak bisa menilai mana yang lebih besar.

Begitu banyak pesantren yang dibangun oleh alumni Gontor. Mengapa bisa begitu?

Itu lantaran kebijakan pimpinan Gontor sejak dulu: ijazah tidak segera diberikan. Biar pun mereka sudah lulus sekolah 6 tahun di Gontor.

Ada syarat untuk bisa mengambil ijazah itu: mereka harus sudah melakukan pengabdian di masyarakat selama dua tahun.

Ilmu itu harus diamalkan. Pengetahuan yang tidak dipraktekkan ibarat pohon yang meski berdaun tapi tidak berbuah.

Dengan kebijakan itu alumni yang mendirikan pesantren tidak akan sulit mendapatkan guru. Mereka bisa minta ke Gontor. Untuk dikirimi guru-guru pengabdi. Sampai sekolah itu bisa mandiri.

Itu pula yang membuat Ahmad Rifai Arif, alumni Gontor, berani mendirikan madrasah di kampungnya. Yakni kampung Gintung, Tangerang. Dekat perbatasan Banten.

Nama pesantren baru itu Daar el Qolam (artinya: Kampung Pena). Lebih dikenal sebagai Pondok Gintung daripada nama Arabnya.

Ayah Ahmad Rifai memiliki tanah sawah 2 hektare di Gintung. Sang ayah memang petani --yang kalau malam menjadi guru ngaji Alquran.

Sang ayah merasa bangga ketika anaknya lulus dari Gontor. Apalagi ingin membangun sekolah di sawahnya.

Ahmad Rifai memiliki adik bernama Ahmad Sahiduddin.

Si adik tidak ingin ikut jejak kakaknya sekolah di Gontor. Sahiduddin lebih ingin jadi insinyur. Tapi ayahnya minta Sahiduddin sekolah di Gintung saja. Di sekolah yang didirikan kakaknya itu.

Jadilah Sahiduddin murid pertama sekolah kakaknya. Yang kurikulum dan sistem asramanya dibuat persis seperti di Gontor. Termasuk keharusan menguasai bahasa Arab dan Inggris.

Calon insinyur gagal itu pun akhirnya menguasai bahasa Arab dan Inggris. Sang adik rela tidak jadi insinyur untuk memenuhi keinginan ayahnya: ikut jadi kiai seperti kakaknya.

"Akhirnya saya ikhlas tidak jadi insinyur. Ikhlas itu perlu dipaksa. Inilah ikhlas dalam keterpaksaan," katanya.

Sang ayah seperti sudah tahu kalau anaknya yang sekolah di Gontor itu tidak akan berumur panjang. Maka ketika sang kakak meninggal di usia 50 tahun, sang adik sudah bisa meneruskan kepemimpinan di Gintung.

Termasuk meneruskan kebijakan sang kakak: santri perempuan dan laki-laki dalam satu kelas yang sama. Inilah satu-satunya pondok alumni Gontor yang begitu.

Apakah Gontor membolehkan?

“Kakak saya dulu minta izin ke Gontor. Diizinkan," ujar Sahiduddin. "Syaratnya kakak saya harus lebih dulu menikah. Agar dalam memperlakukan siswa perempuan bisa adil," tambahnya.

Pertimbangan sang kakak, di seluruh Banten, sejak zaman dulu, santri perempuan dan laki-laki sudah di satu kelas.

Sahiduddin adalah contoh "sukses juga bisa diraih di bidang yang bukan impiannya".

Sejak kecil hati Sahiduddin sudah terpaku di bidang teknik. Waktu kelas 3 SD Sahiduddin sudah mampu membuat mobil. Dalam hatinya itulah mobil terbaik di dunia. Terbuat dari kayu gabus.

Setiap berangkat sekolah buku-bukunya dinaikkan mobil itu. Sebuah tali diikatkan di bagian depannya. Untuk ditarik sejauh 1 Km. Menuju sekolah. Teman-temannya pun menitipkan buku mereka di mobilnya. Menambah kebanggaan hatinya.

"Mobil saya itu truk. Ada bak di belakangnya. Buku ditaruh di bak itu," kata Sahiduddin mengenang masa kecilnya.

Di tangan sang adik Pondok Gintung terus maju. Sekarang ini luasnya mencapai 40 hektare.

Saya mampir ke Pondok Gintung Rabu lalu. Saya ingin tahu seperti apa wujudnya di siang hari.

Tujuh tahun lalu saya sudah ke sana. Tapi menjelang subuh. Setelah salat subuh saya meneruskan perjalanan. Jadi, kalau ditanya Pondok Gintung seperti apa, jawaban saya: gelap sekali.

Ternyata siang harinya sangat indah --untuk ukuran pondok. Luas sekali. Besar sekali. Deretan bangunan bertingkatnya begitu banyak. Ditata secara apik. Ruang terbukanya luas-luas. Pepohonannya begitu rindang.

Sosok sang Kiai Sahiduddin ini sama sekali seperti bukan kiai. Lebih mirip seorang petani umumnya di Gintung. Bajunya, celananya, sandalnya sangat pedesaan.

Sang kiai juga tidak mengenakan kopiah atau surban. Rambutnya dipotong pendek dengan uban di sana-sini.

Saya pun minta diantar keliling pondok. Tidak mungkin berjalan kaki. Luas sekali.

"Kita pakai mobil," ujarnya.

Ia panggil pak sopir supaya mengambil mobil.

Setelah mobilnya datang si sopir diminta turun. Kiai sendiri yang akan mengemudikan mobil itu: sedan Audi warna hitam yang relatif masih baru.

Semua bangunan bertingkat di Gintung itu Kiai sendiri yang menggambar. Tepatnya: yang merancang. "Saya menggambarnya di tanah," katanya sambil tertawa.

Tata letak gedung-gedung itu juga ia sendiri yang menentukan.

Bahkan ia sendiri yang mengemudikan alat-alat berat untuk menggali tanah. Kalau ia lagi di atas bego sama sekali tidak terlihat kekiaiannya.

Rupanya keinginan menjadi insinyur tidak pernah padam. Diam-diam ia mendalami sendiri ilmu teknik di luar bangku kuliah.

"Awalnya karena senang saja. Lalu karena marah," ujar Kiai Sahiduddin.

Kenapa?

Tahun 1976 lalu pemerintah menjanjikan membangun Balai Latihan Kerja (BLK) di Pondok Gintung. Alat-alat las akan didatangkan. Demikian juga mesin bubut. Letak bangunan BLK pun sudah ditentukan.

"Tapi bantuan BLK itu dibatalkan. Penyebabnya satu: Golkar kalah Pemilu 1977 di sini," ujar Kiai Sahiduddin.

Sejak itu Kiai Sahiduddin membangun sendiri gedung BLK. Membeli sendiri peralatan las dan pemotong besi. Ia pun belajar pekerjaan bengkel.

Ternyata bisa.

Karya pertamanya adalah tempat tidur bertingkat dari besi. Itulah tempat tidur made in kiai. Untuk tidur para santri. Mungkin bisa lebih barokah.

Akhirnya seluruh tempat tidur santri tidak ada yang beli. Tiap kamar berisi 5 tempat tidur bertingkat.

Berarti satu kamar berisi 10 santri. Di pondok ini kamar mandi dan toilet santri sudah di dalam masing-masing kamar.

Begitu luas pesantren ini. Sampai dibagi dalam tiga zona: Daar el Qalam 1,2 dan 3.

Belum lagi pondok lainnya yang didirikan adik-adik Sahiduddin. Yakni Pondok Laa Tansa 1 dan 2. Yang sampai tingkat perguruan tinggi.

Gitaris Band Wali, Apoy (Aan Kurnia) adalah lulusan Laa Tansa.

Saya ikut saja ke mana kiai mengemudikan Audi di komplek Pondok Gintung ini. Semua bangunan bertingkat terhubung dengan jalan yang dibeton.

"Kalau yang zona 3 ini ditangani insinyur beneran," ujar Kiai Sahiduddin. "Gerbangnya agak berbeda," tambahnya.

Yang dimaksud insinyur beneran adalah anak pertamanya. Sang anak memang insinyur mesin dari STTN. Ialah yang menjadi kiai di Daar el Qalam 3.

Dendam jadi insinyur rupanya ia wujudkan ke anaknya. Dendam turunan.(Dahlan Iskan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Komentar: 109

  • Mister Tekno
    Mister Tekno
  • Asep Ma'mun Muhaemin
    Asep Ma'mun Muhaemin
  • Yusuf Ridho
    Yusuf Ridho
    • Yusuf Ridho
      Yusuf Ridho
  • M Fatah
    M Fatah
  • Bdyn
    Bdyn
  • mas alif
    mas alif
  • blehobleh
    blehobleh
  • DN. andi
    DN. andi
  • General
    General
  • petjoet
    petjoet
  • Galuda
    Galuda
    • Cak Eko
      Cak Eko
  • Asep Ma'mun Muhaemin
    Asep Ma'mun Muhaemin
  • Johny
    Johny
    • Hideki
      Hideki
  • Inlander Lupa Daratan
    Inlander Lupa Daratan
  • Tuanku Herman JRM
    Tuanku Herman JRM
  • dimas
    dimas
    • Jos wes
      Jos wes
    • Salam 3Periode
      Salam 3Periode
  • Abby
    Abby
  • Joko
    Joko
  • Bam'shary
    Bam'shary
  • Sitho
    Sitho
  • Kera kupret
    Kera kupret
  • Hoho
    Hoho
  • raden mas kucing
    raden mas kucing
  • monitoringoil
    monitoringoil
  • miahae
    miahae
  • Dancoxer
    Dancoxer
  • Bismillah
    Bismillah
    • Sudirjo
      Sudirjo
    • Denik
      Denik
    • sugiri
      sugiri
  • Yudex
    Yudex
  • Lek git
    Lek git
    • Mr.Xiongmao
      Mr.Xiongmao
  • supremasi
    supremasi
    • Muldi
      Muldi
  • abu qinjung nawas
    abu qinjung nawas
  • anto hoed
    anto hoed
    • Irwan
      Irwan
  • cak mbm
    cak mbm
  • Biasa
    Biasa
  • Paul Ivan
    Paul Ivan
  • Saman Abidin
    Saman Abidin
  • pakwind
    pakwind
  • Jokowi tua tp generasi milenial
    Jokowi tua tp generasi milenial
    • Kesusu
      Kesusu
  • Arif Khunaifi
    Arif Khunaifi
    • singodan
      singodan
  • Phenom_x8
    Phenom_x8
    • abu qinjung nawas
      abu qinjung nawas
  • Ahmad karni
    Ahmad karni
  • lbs
    lbs
  • Investor Halaman Thoyiban
    Investor Halaman Thoyiban
    • Phenom_x8
      Phenom_x8
    • SelaluBelajar
      SelaluBelajar
    • Pantekosta kosti kosblong
      Pantekosta kosti kosblong
    • Pantekosta kosti kosblong
      Pantekosta kosti kosblong
    • Pantekosta kosti kosblong
      Pantekosta kosti kosblong
    • arek2
      arek2
    • heiruddin
      heiruddin
    • mur
      mur
    • Arya Rinjani
      Arya Rinjani
    • lbs
      lbs
  • Yogha
    Yogha
  • Arief
    Arief
  • Panic Breaking News
    Panic Breaking News
  • Jiwasraya,Harun Masiku, Omnibus Law
    Jiwasraya,Harun Masiku, Omnibus Law
  • djoko heru
    djoko heru
  • Lim
    Lim
  • Denik
    Denik
  • Pion
    Pion
  • Hariyanto
    Hariyanto
  • Biasa.di.luar
    Biasa.di.luar
    • Rajasinga
      Rajasinga
    • Orangtuakolot
      Orangtuakolot
    • Bosen Sarkas
      Bosen Sarkas
    • p4lsu
      p4lsu
    • fans asl1
      fans asl1
    • congor.ndobleh
      congor.ndobleh
    • sugiri
      sugiri