Kubu Yenny Wahid Tegaskan Keluarga Gus Dur Tidak Dalam Gerbong Muhaimin

Kubu Yenny Wahid Tegaskan Keluarga Gus Dur Tidak Dalam Gerbong Muhaimin

Putri Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid saling sindir di media sosial dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Foto: kolase/ disway--

JAKARTA, DISWAY.ID-- Juru bicara putri Presiden ke-4 Abdurrachman Wahid (Gus Dur) Yenny Wahid, Imron Rosyidi Hamid menjelaskan pihak keluarga Gus Dur tidak dalam gerbong Muhaimin Iskandar.

Posisi keluarga Gus Dur tidak dalam gerbong Muhaimin juga berlaku dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang, terutama pemilihan presiden (Pilpres).

Imron Rosyadi Hamid selaku kubu Yenny Wahid mengungkapkan demikian setelah Cak Imin secara terbuka melalui media sosial menyerang putri Gus Dur

BACA JUGA:Ngaku PKB Gus Dur, Yenny Wahid Tuding Cak Imin Bisanya Cuma Ambil Partai Punya Orang

Diketahui melalui akun Twitternya, @cakimiNOW, Kamis 23 Juni lalu, Muhaimin mengatakan Yenny Wahid bukan bagian Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

"Pernyataan Mbak Yenny tentang PKB Muhaimin dan PKB Gus Dur merupakan upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat, terutama berkait Pilpres 2024. Bahwa Keluarga Gus Dur hingga saat ini tidak dalam gerbong Muhaimin," kata Imron Rosyadi dalam keterangan tertulisnya.

Imron Rosyadi menilai pernyataan Muhaimin Iskandar atau Cak Imim yang meminta agar Yenny Wahid tidak ikut campur terkait kepengurusan PKB, adalah salah paham.

"Selama ini PKB Muhaimin Iskandar tetap mengeksploitasi nama ataupun gambar Gus Dur meskipun Gus Dur adalah paman yang dia lawan secara hukum di pengadilan," tegasnya.

Imron Rosyadi juga mengungkapkan, PKB di bawah kepemimpinan Cak Imin mengalami penurunan suara pada 2009 lalu.

BACA JUGA:Putra Buya Arrazy Tertembak Senjata Polisi, Dimakamkan di Tuban, Ini Kronologinya

Suara PKB saat ini yaitu sebesar 9,69 persen tidak bisa melebihi persentase perolehan PKB pada Pemilu 1999 yang mencapai 12,62 persen.

"Membandingkan angka perolehan 13,57 juta suara di Tahun 2019 dengan 13,2 juta suara di dua dekade sebelumnya (1999) menjadi tidak relevan dan manipulatif karena variabel kenaikan jumlah penduduk Indonesia seolah-olah tidak diperhitungkan," ungkap Imron Rosyadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: