Ganja Medis bisa Bikin Kecanduan? Ini Kata Ahli

Ganja Medis bisa Bikin Kecanduan? Ini Kata Ahli

MUI Siap mengkaji secara komprehensif dalam perspektif keagamaan terkait wacana ganja untuk medis.-JR Byron-Pixabay

JAKARTA, DISWAY.ID-Belakangan, isu perihal ganja medis tengah jadi perbincangan masyarkat. Hal tersebut menyeruak setelah kisah viral dari seorang ibu yang memperjuangkan legalitas ganja medis di Indonesia demi kesembuhan sang anak, yang mengidap cerebral palsy.

Bukan hanya ramai di sosial media, viralnya kisah tersebut juga membuat pemerintah mempelajari lebih lanjut terkait legalitas ganja medis di Indonesia. Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang semula melarang penggunaan ganja di agama Islam, kini meminta MUI membuat fatwa untuk menjadi pedoman bagi anggota legislatif merumuskan legalisasi ganja untuk keperluan medis.

Pertanyaan pun terus bermunculan seiring dengan menyeruaknya isu legalitas ganja medis.

BACA JUGA:Wacana Legalisasi Ganja untuk Medis Akan Dikaji DPR RI

Salah satu yang banyak ditanyakan adalah, apakah ganja medis memiliki dampak kecanduan hingga 'high' bagi seseorang yang mengonsumsinya? Pertanyaan tersebut dirasa wajar, mengingat selama ini ganja dikenal dengan efeknya yang bikin orang kecanduan. Lantas, apakah hal serupa juga terjadi jika mengonsumsi ganja medis?

Seorang ahli kesehatan, Prof. Zubairi Djoerban, dalam akun Twitternya memberi tanggapan serta penjelasan dari perspektif seorang dokter terkait hal tersebut.

"Apakah ganja medis itu aman? Merupakan fakta bahwa ganja medis itu legal di sejumlah negara, bahkan untuk nonmedis. Namun tidak berarti sepenuhnya aman. Jika penggunaan tidak tepat, bisa terjadi penyalahgunaan yang menyebabkan konsekuensi kesehatan bagi penggunanya," tulis Prof. Zubairi dalam cuitan Twitter yang diunggah pada 29 Juni 2022.

Ia lantas menjelaskan, efek kecanduan, halusinasi, sampai ketergantungan yang mungkin dialami pasien. Hal itu berkaitan langsung dengan jumlah dosis yang digunakan. Lebuh lanjut, Prof. Zubairi menjelaskan, "Penggunaan ganja medis bisa memberi efek ketergantungan, kecanduan, dan halusinasi? Ini bicara soal pengawasan dan dosis berlebihan," katanya. 

Ia melanjutkan, karena adanya indikasi tersebut, maka penggunaan ganja medis harus diatur dengan sangat ketat dari dokter yang meresepkannya. Ia juga menyebut jika banyak sekali studi tentang ganja, yang beberapa di antaranya bisa menjadi obat. Namun, masih banyak juga yang belum diketahui terkait tanaman satu ini, serta bagaimana interaksinya dengan obat-obatan lain di tubuh manusia.

Lantas, apakah ganja medis juga bisa menyebabkan pasien mengalami 'high'?  Menurutnya, hal ini juga berkaitan dengan dosis penggunaannya. 

"Yang jelas, saat pengobatan, pasien tidak boleh mengemudi. Kemudian, tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabidiol murni (CBD) yang merupakan obat mengandung ganja yang sudah diizinkan Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) itu tidak boleh dipakai sama sekali oleh perempuan hamil dan menyusui," ungkapnya.

Selebihnya, ia juga menjelaskan belum ada temuan baru, terkait keampuhan ganja medis yang lebih baik ketimbang obat lainnya pada beberapa penyakit tertentu. 

"Belum ada bukti obat gaja lebih baik, termasuk untuk nyeri kanker dan epilepsi. Namun ganja medis bisa menjadi pilihan atau alternatif, tapi bukan yang terbaik. Sebab, belum ada juga penyakit yang obat primernya adalah ganja," pungkasnya.

Pada hakikatnya, setiap obat memiliki potensi efek samping, termasuk pada ganja medis. Penggunaan dosis yang tepat menjadi hal sangat krusial bagi kondisi pasien hingga mendapat efek terbaik dari obat yang digunakannya.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: