Pemilu Timor Timur, Pertempuran Terbuka Ramos Horta dan Guterres

Pemilu Timor Timur, Pertempuran Terbuka Ramos Horta dan Guterres

Ilustrasi: Bendera Timor Timur berkibar menyambut Pemiliihan Presiden 2022. -Wallpaper Cave-

Mendekati dua puluh tahun sejak kemerdekaan setelah berakhirnya pendudukan Indonesia, Timor Timur telah lama berjuang dengan ketidakstabilan politik.

Setelah pemilihan umum pada tahun 2018, Guterres menolak untuk mengambil sumpah beberapa menteri dari Kongres Nasional Rekonstruksi Timor Timur (CNRT), sebuah partai politik yang dipimpin oleh mantan Perdana Menteri Xanana Gusmao.

Kebuntuan politik berikutnya berlanjut hingga hari ini.

Ramos-Horta, yang didukung oleh partai CNRT pimpinan Xanana, mengatakan ia mencalonkan diri karena merasa presiden saat ini telah melebihi kekuasaannya.

"Siapa pun yang maju harus siap untuk menang dan siap untuk kalah. Tapi saya ingin mengatakan saya akan menang," kata dia. 

Dalam sistem politik Timor Lorosa'e, presiden menunjuk sebuah pemerintahan dan memiliki kekuasaan untuk memveto menteri atau membubarkan parlemen.

Diversifikasi ekonomi merupakan isu utama dalam pemilu, karena kekhawatiran meningkat atas ketergantungan negara yang besar pada pasokan minyak dan gas yang berkurang.

Peran pemilih muda juga penting, dengan perkiraan 20% pemilih mencapai usia pemilih 17 tahun dalam lima tahun terakhir dan memberikan suara mereka untuk pertama kalinya.

Pemilih pertama kali Marco de Jesus mengatakan dia merasa gugup tetapi santai setelah bantuan dari staf pemungutan suara.

”Saya merasa bangga telah menjalankan fungsi saya sebagai pemilih,” katanya dari luar tempat pemungutan suara di tepi pantai Dili.

”Saya berharap pilihan saya dapat membawa perubahan positif dan bermanfaat,” imbuhya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: reuters