Posisi Monoarfa
Anggota Dewan Wantimpres Muhamad Mardiono yang baru saja terpilih sebagai Ketua PPP--
BEGITU cepat birokrasi kita. Empat hari setelah diajukan pengesahan itu langsung diterbitkan: Mardiono menjadi Pelaksana Tugas Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan.
Suharso Monoarfa pun kehilangan angin. Posisinya tiba-tiba sangat sulit: mau melawan atau menyerah.
Kalau ia melawan sangat tidak elok. Ia seorang menteri: Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Yang dilawan juga menteri: Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Untuk bisa melawan dengan total ia harus mundur dari kabinet. Pertanyaannya: apakah tidak eman. Ia bisa kehilangan dua. Ia memang sudah mengatakan tidak takut kehilangan jabatan (Disway 9 September 2022) tapi apakah ia bisa mendapat restu.
Sejauh ini DPP yang baru tidak mengindikasikan ingin mengganti posisi Suharso di kabinet. Tinggal Suharso sendiri yang harus mikir: apakah mau duduk di kursi sambil mempertaruhkan harga diri.
"Saya akan konsultasi dulu dengan bapak Presiden," ujarnya. Saya lagi di Karawang menjelang subuh kemarin, saat Suharso menghubungi saya. Lebih 5.000 orang sudah siap senam Disway bersama Bupati Cellica yang cantik dengan 5 i itu. "Pengesahan itu membuat posisi saya sulit," kata Suharso menjelang subuh itu.
Sehari kemudian saya berada di Institut Pesantren KH Abdul Chalim di Pacet, Mojokerto. Ada wisuda di situ –saya diminta pidato wisuda. Saya mencoba bertanya pada politisi lokal: apakah PPP tidak jadi hilang dari DPR di Pemilu depan. Mereka pernah mengatakan kepada saya: di bawah ketua umum Suharso, PPP akan hilang dari DPR. Menjadi partai gurem. Tiba-tiba Suharso diganti. Apakah pergantian itu akan membawa kebaikan bagi PPP. "Mungkin bisa bertahan," jawab mereka kemarin.
"Tidak boleh hanya bertahan. Harus meningkat," ujar Muhammad Mardiono, Plt Ketua Umum PPP tadi malam.
Mardiono memang menelepon ketika saya dalam perjalanan menuju Surabaya. "Di Pemilu 2014, di saat PPP dilanda konflik berat saja bisa dapat 39 kursi. Saya harus mengembalikan itu," katanya.
Kini PPP tinggal punya 19 kursi DPR. "Kami akan gerakkan kembali kader PPP di bawah," katanya.
Mardiono ternyata lahir di Yogyakarta. Dari orang tua asli Magelang. Bahasa Jawanya halus. Kromo. Rendah hati. "Saya ini dari keluarga sangat miskin," katanya. Mardiono pun bercerita masa remajanya. "Saya sampai pernah menjadi sopir angkot," tambahnya. Itu ia lakukan ketika harus ikut pakde-nya di Blabak, dekat Magelang.
Di Blabak pula Mardiono menamatkan SMA. Di SMA swasta. Lalu merantau ke Jakarta. Kerja apa saja. Akhirnya pindah ke Cilegon, Banten. Dapat pekerjaan di sana.
Di Cilegon pula Mardiono masuk PPP. Di anak cabang. Saat itu Cilegon masih berstatus kecamatan. "Saya masuk PPP karena kakek saya dulu PPP," katanya. Sang kakek adalah kiai kampung di Magelang.
Ia kenal Suharso. Sudah lebih 20 tahun. Yakni sejak ia masih menjadi ketua PPP wilayah Banten. "Waktu itu beliau anggota DPR dari PPP," kata Mardiono.
Karir politik Mardiono naik ke pusat ketika Romy Romahurmuziy menjadi ketua umum PPP. Mardiono diangkat menjadi wakil ketua umum.
Maka Mardiono mestinya menjadi Plt ketua umum ketika Romy terkena perkara KPK. Begitulah bunyi anggaran dasar partai. "Tapi Mbah Moen menghendaki lain. Saya ikut saya perintah beliau," ujar Mardiono. Mbah Moen adalah KH Maimoen Zubair, kiai besar PPP dari Rembang. Jadilah Suharso Monoarfa, ketua majelis pertimbangan saat itu, menjabat Plt Ketua Umum. Lalu terpilih sebagai ketua umum di Muktamar PPP di Makassar.
Sejarah berulang. Mardiono, ketua majelis pertimbangan kini menjadi plt ketua umum. Ibarat sukses yang tertunda saja.
Sejak pindah ke Cilegon itu Mardiono menjadi orang Banten. Punya usaha di sana. Berkembang. Kini ia punya pabrik pipa baja. Punya beberapa hotel. Juga punya perusahaan logistik.
Tapi PPP Banten tinggal punya satu wakil di DPR. "Pemilu depan harus kembali tiga kursi," katanya.
Mardiono juga sudah menelepon Gus Yasin di Semarang. Putra Mbah Moen ini menjabat wakil gubernur Jateng dari PPP. Selama ini Gus Yasin merasa disingkirkan oleh PPP. Kini sudah dirangkul kembali oleh ketua umum yang baru.
Demikian juga wakil gubernur Jabar, Uu Ruzhanul Ulum. Selama ini ia juga merasa tersingkirkan. "Saya juga sudah telepon Pak Uu," ujar Mardiono. Di Jabar PPP pernah jaya. "Waktu saya nyalon wagub dulu, PPP masih punya 9 kursi DPR. Sekarang tinggal 3 saja," ujar Uu tadi malam.
Pemilu kian dekat. PPP ternyata masih sempat konsolidasi. Rebutan suara akan seru. Pemilik suara sebaiknya tenang-tenang saja. (Dahlan Iskan)
Cu Nuryani
Biarlah Inggris tetap kerajaan, contoh nyata dongeng H.C. Anderson hehe...
dabaik kuy
ada perang dulu antara pasukan raja dan pasukan opisisi (perang saudara/ perang sipil) ... perang terjadi krn 1. raja menodai agama (menikah dgn non protestan) 2. menaikan pajak 3. berbuat tiran & menyengsarakan rakyat 4. tdk adil pada rakyat pasukan raja kalah... lalu raja diadili... di indo jg skr ada perang saudara... antara pendukung rezim dan oposisi... krn raja indo skr ... tiran/otoriter.... naikin pajak.... naikin bbm 30% sekaligus... bikin uu yg merugikan.. janji kampanye tdk ditepati.. rakyat sengsara... tdk adil dalam hukum.. korupsi merajalela .. petani sawit dipaksa jual kebun... buruh hak-hak nya dikebiri dgn uu baru... kroni semena2 dlm memakai fasilitas negara tapi perangnya msh di dunia maya...
edi hartono
Jika anda mau tahu rasanya punya raja, tdk perlu sulit2 apply jadi WN Inggris, cukup pindah domisili saja ke Yogyakarta. Rajanya menolak jalan tol melintasi kota, hanya boleh sampai di pinggiran kota saja, agar rakyat nya tdk hanya melihat lalu lintas tol, namun juga merasakan dampak yg lebih besar lagi. Dll, dst. Beda dg Graham Smith yg anti kerajaan, saya malah kepikiran bagaimana kalau Indonesia memiliki raja, untuk menstabilkan situasi politik ketika pemilu, ketika posisi kepala pemerintahan dan parlemen sedang goyah, ketika buzzer kerja keras meruntuhkan kredibilitas pemerintahan. Raja bisa tetap tegak sebagai batas terakhir konstitusi dan penjaga kepercayaan rakyat. Pertanyaannya, lagi2, rajanya siapa? Bisa adil atau tdk? Duh, dari dulu memang susah mencari pemimpin. Hmm, Bagaimana kalau pemimpinnya diserahkan pada AI (artificial intelegence) . Undang2, peraturan, dan hukum disepakati oleh kepala negara dan Parlemen, namun pelaksanaanya diserahkan pada AI. Agar rakyat tdk khawatir dikibuli. Agar kita tdk khawatir dikibuli di peristiwa duren tiga, atau peristiwa bareng2nya koruptor kakap dibebaskan. (Komentar ngelantur sambil siap2 ke sawah, wkwkwk)
Al Fazza Artha
Kalau di negeri Indonesia mah mengenalnya bentuk negara itu Republik bukan kerajaan. Tapi ada juga sih yg pengen berkuasa model kerajaan, turun temurun sampe cucunya. Bila perlu sampai cicitnya canggahnya demi melestarikan trah sebagai keluarga pendiri bangsa ini.
AnalisAsalAsalan
Menjadi republik? Graham Smith harus belajar ke Indonesia. Saat euforia reformasi, begitu banyak usulan untuk kemajuan negeri, di antaranya: 1. Mengganti NKRI dengan Republik Indonesia Serikat (RIS), dengan harapan semaju Amerika, saat itu. 2. Mengganti Rupiah dengan Dolar Indonesia (Indonesian Dollar/ IDD), dan 1 IDD = 1 USD. Namun, semua dipatahkan. Negara harus punya benang merah, beda dengan komputer yang dengan mudah di-install ulang (format all). Ada sebuah ungkapan dari seorang petinggi di negeri seberang, Anda sudah tau, "Tak peduli kucing itu hitam atau putih, yang penting bisa menangkap tikus."
Budi Utomo
Sebagai tambahan yang menguatkan kisah pemancungan Charles I oleh kaum Republik yang dipimpin Oliver Cromwell maka kisah absurd berikut ini memperkuatnya. Charles II putra sulung Charles I menjadi raja tahun 1660 dua tahun setelah Cromwell meninggal. Konon rakyat Inggris berbalik membenci Cromwell maupun Republik karena memerintah dengan tangan besi. Singkat cerita, monarki parlementer pulih. Charles II melancarkan balas dendam kepada Oliver Cromwell yang memancung ayahnya. Caranya? Kuburan Oliver Cromwell digali, mayatnya dikeluarkan, lalu mayat yang sudah tak bisa merasakan apa-apa itu dipancung! Wkwkwk. Sungguh kisah sejarah yang unik.
Wahyudi Kando
Mulai hari ini saya rubah pola membaca CHD, Baca Komentator pilihan Dato' DI untuk release hari kemaren, baru setelah itu baca CHD yg baru release. Pola Sebelumnya, baca release terbaru, setelah itu baru baca release hari kemaren. Discket otak suka ta nyambung at terkesan ada teracak. Hahaha Apakah Komentator ada yg seperti saya...? Salam Sehat Selalu Dato' DI
Budi Utomo
Presiden diciptakan oleh USA sebagai head of state yang menggantikan raja/ratu. Selain itu founding fathers USA menggabungkan head of government dengan head of state di tangan seorang presiden. Di sistem demokrasi parlementer, head of government biasanya dijabat prime minister / perdana menteri. Monarki parlementer memisahkan head of state dengan head of government. Yang satu di tangan raja/ratu, yang lain di tangan perdana menteri. Indonesia jelas meniru USA. Sistem presidential ada plus minusnya. Begitu pula sistem monarki parlementer seperti di UK, Skandinavia hingga Jepang, Thailand, Malaysia.
Mirza Mirwan
Mungkinkah Inggris menjadi republik? Mungkin saja, meski kemungkinannya kecil. "Republic", nama organisasi yang mengkampanyekan penghapusan sistem monarkhi Inggris sebenarnya sudah berdiri sejak 1983. Tetapi kurang mendapat sambutan publik. Tahun 2006 status legal Republic menjadi perseroan terbatas (limited company) dan Graham Smith menjadi CEO-nya. Smith boleh berharap memperoleh dukungan publik lewat referendum. Tetapi belum tentu kelompok pro-republik memenangi referendum. Rakyat Inggris, seperti juga rakyat Norwegia, Swedia, Denmark, Belanda dan Spanyol, kelihatannya sudah nyaman dengan sistem monarkhi. Jualan sistem republik di Inggris jelas kurang laku. Selama kepemimpinan Elizabet II bisa diteladani dan dipraktekkan Charles III, dan kelak juga Pangeran Wiliam, selama itu pula rakyat Inggris akan tetap nyaman dengan sistem monarkhi. Kalau menjadi republik dan kepala negara (presiden) dipilih langsung oleh rakyat, seperti AS dan Perancis (juga Indonesia) akan rawan terjadi konflik horisontal. Dengan sistem monarkhi, konflik yang terjadi hanya terbatas di lingkungan politisi saja. Dengan sistem monarkhi, politisi akan mati gaya di depan raja atau ratu. Tidak demikian halnya dengan politisi di depan presiden. Rakyat Norwegia bersikap takzim kepada Raja Harald V, begitupun dengan rakyat Swedia terhadap Raja Carl XVI Gustaf, atau rakyat Denmark terhadap Ratu Margrethe II, serta rakyat Spanyol dan Belanda terhadap raja mereka.
Er Gham
Sudah menjadi raja, Charles III bisa saja melakukan investigasi ulang atas penyebab kematian mantan istrinya, Lady Di. Apakah murni kecelakaan atau ada dugaan pembunuhan terencana.
Mirza Mirwan
Mbak/Mas Niar, bukan hanya anda yang bingung, bahkan saya juga tidak tahu dari sejak kapan hitungan 1000 tahun itu diperoleh. Karena bila dihitung sejak Raja Egbert yang berkuasa sejak tahun 827 -839 hingga Raja Charles III sekarang, menurut hitungan saya malah sudah 1.195 tahun. Dalam rentang waktu 1.195 tahun itu saya hitung ada 61 raja/ratu yang menduduki tahta kerajaan Inggris.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
Komentar: 102
Silahkan login untuk berkomentar
Masuk dengan Google