Demokrat Kritik Kebijakan Impor Beras Jokowi: Politik Pangan Tidak Ramah Kepada Petani!
Pemerintah akan segera menyalurkan Bantuan Sosial (Bansos) bagi 21 juta masyarakat kurang mampu pada Idul Fitri 1444 Hijriyah. -ilustrasi-
JAKARTA, DISWAY.ID - Kepala Departemen IV DPP Partai Demokrat, Amal Alghozali menilai, rencana impor beras yang disampaikan langsung oleh presiden Jokowi tidak didasarkan pada data yang akurat.
Menurutnya, Presiden terlalu reaktif ketika melakukan inspeksi gudang bulog dan mendapat laporan bahwa stok beras milik bulog hanya 600 ribu ton.
"Gudang bulog kosong bukan berarti produksi gabah petani berkurang. Itu disebabkan karena baru sebagian wilayah saja yang panen," kata Amal, Senin 20 Februari 2023.
"Akhir Februari dipastikan akan panen serentak di Jawa. Gudang kosong juga akibat bulog tidak punya cukup uang untuk belanja gabah petani secara kontan sehingga bulog kalah dgn pedagang swasta," sambungnya.
BACA JUGA:Masuk Panen Raya, Banjir Beras Diperkirakan Terjadi Maret 2023, Jokowi: Semoga Pengaruhi Harga
Menurut Amal, keputusan impor yang tidak didasarkan pada data yang akurat akan menghancurkan ekonomi petani.
“Bagaimana mungkin keputusan impor diumumkan langsung oleh presiden hanya karena mendapat laporan sepihak dari bulog. Seharusnya keputusan itu dasarnya adalah neraca pangan. Sampai hari ini kita belum membaca neraca pangan yang dikeluarkan Badan Pangan Nasional. Ini bisa berakibat fatal," ujarnya.
Amal menuturkan, saat ini sebagian wilayah sentra produksi beras sudah mulai panen. Diperkirakan akhir bulan Februari akan panen raya di daerah2 lumbung pangan di pulau Jawa.
“Baru diumumkan rencana impor saja harga gabah di tingkat petani langsung anjlok. Bayangkan bagaimana menderitsnya petani ketika impor beras itu benar dilaksanakan dan barangnya masuk ke Indonesia pas panen raya," jelasnya.
BACA JUGA:Stok Beras Bulog Menipis, Jokowi: Terpaksa Harus Impor!
Kenaikan harga beras dua bulan terakhir ini menurut Amal, penyebab utamanya adalah kenaikan biaya input produksi.
Kenaikan harga BBM berakibat pada kenaikan seluruh biaya, termasuk biaya tenaga kerja. Kondisi ini diperburuk oleh keputusan pemerintah mengurangi subsidi pupuk.
“Bahwa pasokan dan harga pangan harus stabil, tentu kita semua juga sepakat. Tetapi stabilisasi pasokan dan harga itu apakah harus mengorbankan petani kita?," terangnya.
Untuk diketahui, ada sekitar 23 juta rumah tangga petani yang terlibat dalam produksi pangan, termasuk petani padi. Kegiatan ini melibatkan tenaga kerja yang sangat banyak.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: