Indonesia Butuh Terobosan Cepat untuk Optimalkan Potensi Bioenergi, Untuk Capai Target Net Zero Emission

Indonesia Butuh Terobosan Cepat untuk Optimalkan Potensi Bioenergi, Untuk Capai Target Net Zero Emission

Indonesia Butuh Terobosan Cepat untuk Optimalkan Potensi Bioenergi, Untuk Capai Target Net Zero Emission-tangkapan layar-

Biodiesel masih primadona

Secara umum, proporsi EBT dalam bauran energi nasional pada tahun 2022 baru mencapai 14,11% sedangkan Pemerintah menargetkan porsi EBT mencapai 23% pada 2025 (atau sekitar 45 GW) dan 31% pada 2050. 

“Sedangkan kapasitas bioenergi saat ini baru 11,5 GW sedangkan targetnya ialah 45GW. Masih butuh kerja keras untuk mengejar 33,5 GW lagi,” kata Dr. Dwi Setyaningsih, Koordinator Riset dan Pengembangan di Pusat Penelitian Surfaktan dan bioenergi (SBRC) LPPM IPB. 

Menurutnya, pencapaian signifikan baru dicapai dari pengembangan biodiesel. Sementara pengembangan bioenergi lainnya seperti  bioetanol, biomassa co-firing, dan biogas masih jauh dari harapan.  

BACA JUGA:Pemasaran Produk Minyak Sawit Biodiesel Mulai Jajaki Pasar Mesir

Dwi menilai, skema pengembangan biodiesel dengan dukungan kapasitas produksi CPO dan kebijakan Pemerintah, berhasil mendorong kontribusi biodiesel dibandingkan bioenergi lainnya di Indonesia

Meski begitu, keberlanjutan biodiesel juga masih dibayangi oleh tingginya biaya produksi sehingga cukup menantang untuk dikembangkan dalam skala lebih luas. 

Dari sisi ketersediaan bahan baku, Dwi juga menyoroti adanya kebutuhan untuk fokus memanfaatkan sawit sebagai produk pangan. 

“Sebagai alternatif, saat ini sudah mulai banyak pemanfaatan jelantah sebagai bahan baku biodiesel, meski belum terlalu populer,” imbuh dosen dan peneliti di Institut Pertanian Bogor itu. 

BACA JUGA:Resmi! Harga BBM Pertamina Naik per 1 Februari 2023, SPBU Mulai Jual Biodiesel B35, Cek Daftar Lengkapnya

Adapun pengembangan bioetanol di Indonesia belum bisa berjalan meski sudah diinisiasi sejak tahun 2006, di Malang dan sekitarnya. 

Produksi bioetanol yang masih sangat terbatas menyebabkan pengembangan bioetanol terhambat meski sudah ada kebijakan mandatori E5 (campuran etanol 5% pada bahan bakar fosil) pada Januari 2020. 

“Sebetulnya penggunaan 5%-10% bioetnal sangat potensial untuk mereduksi emisi, namun kita belum melangkah ke sana,” lanjutnya. 

Berbeda dengan biodiesel dengan bahan baku melimpah, bahan baku bioetanol menggunakan komoditas yang juga dibutuhkan manusia. 

BACA JUGA:Terbaru, Harga BBM Pertamina Berubah pada 1 Februari 2023? SPBU Resmi Jual Biodiesel B35 Setara Solar Kualitas Pertamina Dex dan Dexlite

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads