Gus Miftah Bandingkan Pedoman Pengeras Suara Masjid dengan Dangdutan, Jubir Kemenag Respons Begini

Gus Miftah Bandingkan Pedoman Pengeras Suara Masjid dengan Dangdutan, Jubir Kemenag Respons Begini

Juru bicara Kementerian Agama Anna Hasbie merespons pernyataan Gus Miftah terkait edaran pedoman pengeras suara selama Ramadhan.-ist-

"Ini juga bukan edaran baru, sudah ada sejak 1978 dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978. Di situ juga diatur bahwa saat Ramadan, siang dan malam hari, bacaan Al-Qur’an menggunakan pengeras suara ke dalam,” jelasnya.

Anna menambahkan, edaran ini dibuat tidak untuk membatasi syiar Ramadan. Giat tadarrus, tarawih, dan qiyamul-lail selama Ramadan sangat dianjurkan. Penggunaan pengeras suaranya saja yang diatur, justru agar suasana Ramadan menjadi lebih syahdu.

"Kalau suaranya terlalu keras, apalagi antar masjid saling berdekatan, suaranya justru saling bertabrakan dan menjadi kurang syahdu. Kalau diatur, insya Allah menjadi lebih syahdu, lebih enak didengar, dan jika sifatnya ceramah atau kajian juga lebih mudah dipahami,” tandasnya.

BACA JUGA:Cerita Gus Miftah 4 Kali Bujuk Jokowi yang Sempat tak Setuju Gibran Jadi Cawapres

Sebelumnya, Penceramah kondang KH. Miftah Maulana Habiburrahman atau yang akrab disapa Gus Miftah mengkritik edaran terkait aturan pembatasan pengeras suara yang dikeluarkan oleh Kemenag. 

Edaran pedoman pengeras suara ini dikritik keras oleh Gus Miftah dalam sebuah ceramah di Sukodono, Sidoarjo. 

"Saya tidak sepakat ada edaran tadarus tidak pakai speaker luar, tetap tadarus pakai speaker luar!" kata Gus Miftah berapi-api. 

"Tapi tahu jam, kalau sudah jam 10, ganti speaker dalam," lanjutnya. 

Menurut Gus Miftah syiar Ramadan yang ramai di malam hari diadakan hanya setahun sekali.

BACA JUGA:Gus Miftah Bocorkan Jokowi dan Iriana Ternyata Sempat Tak Setuju Gibran Jadi Cawapres

Ia membandingkan dengan konser dangdut dengan suara keras yang kerap berlangsung sampai jam 1 dini hari tidak pernah dilarang.

"Nanggap dangdutan di alun-alun sampai jam 1 malam ora urusan kok," kritik Gus Miftah lagi.

Menurut pengasuh PP Ora Aji Yogyakarta ini, aturan kadang dibuat tidak adil. Ada beberapa orang yang menggelar pesta keramaian seperti dangdutan dan jarang kepang yang berlangsung sampai malam hari tidak dilarang. Padahal kegiatan tersebut murni bersenang-senang.

Sementara kegiatan yang notabene positif seperti pembacaan ayat suci Al-Quran justru dilarang untuk diramaikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: