Hasbullah Thabrany Ungkap Tantangan Transformasi Sistem Kesehatan, Naikkan Iuran JKN Perlu Kemauan Politik

Hasbullah Thabrany Ungkap Tantangan Transformasi Sistem Kesehatan, Naikkan Iuran JKN Perlu Kemauan Politik

Pakar ekonomi kesehatan yang merupakan Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. dr. Hasbullah Thabrany,--Annisa Amalia Zahro

"Tapi saya tidak lihat ada penyajian untuk menjalankan ini diperlukan naik anggaran berapa. Kalau kamu mau ingin membuat rumah, membuat desain bagus, pakai marmer dan segala macam, duitnya berapa? Nggak keluar. Bisa dijalanin gak? Ya gak mungkin lah. Nah itu yang belum keluar."

BACA JUGA:Pengakuan Pemilik Klinik, 10 Tahun Jadi Mitra BPJS Kesehatan, Konsisten Berikan Layanan Terbaik

Masalah anggaran ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam menjalankan program perluasan cakupan diagnosis masyarakat.

Lebih lanjut, apabila anggaran untuk diagnosis menggunakan JKN tidak akan cukup.

"JKN kalau dengan porsi peran JKN terhadap total belanja kesehatan baru 25-30 persen. Padahal penduduk yang terdaftar 97 persen. Ya gak match. Kalau penduduk terdaftar 97 persen, kalau duitnya karena volume besar jadi 80 persen masih oke. Nah kalau duitnya kemudian 30 persen, pasti ada something wrong."

Ia mengatakan bahwa jumlah orang yang dijamin JKN tidak sejalan dengan jumlah uang yang digunakan untuk menjamin sehingga perlu peningkatan besaran iuran.

BACA JUGA:KPU DKI Jakarta Koordinasi dengan Dinkes untuk Penunjukan Rumah Sakit Tes Kesehatan Calon Gubernur

Untuk menaikkan besaran iuran, lanjut Hasbullah, perlu kemauan politik karena masyarakat tentu enggan dengan adanya kenaikan iuran JKN.

"Kalau dinaikkan iurannya, dia kemudian lebih sehat, lebih bisa diobati segera, pilihan obatnya lebih bagus, ruang pelayanannya lebih bagus. Mestinya mereka akan bilang nggak apa-apa. Dari segi kajian-kajian ekonomi, orang mau bayar lebih mahal kalau hasilnya, manfaatnya lebih," katanya.

Pemerintah tengah berupaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia melalui transformasi sistem kesehatan yang digagas Kementerian Kesehatan.

Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Dra. Lucia Rizka Andalusia, Apt., M.Pharm., MARS mengatakan, transformasi ini mengalihkan upaya peningkatan kesehatan melalui pengobatan atau langkah kuratif menjadi preventif dan promotif.

"Dengan upaya kita melakukan preventif dan promotif, kita membutuhkan banyak sekali tools-tools untuk diagnostik, mulai dari skrining maupun klinis," kata Rizka pada seminar ilmiah “Shaping the Future: Rethinking Accessthrough Diagnosticsin Indonesia” di Jakarta, 3 Agustus 2024.

BACA JUGA:Kisah Muhammad Yasin, Tujuh Tahun Mengobati Sakit Jantung bersama BPJS Kesehatan

Ia mengungkapkan bahwa pihaknya berupaya memperluas cakupan skrining dan diagnostik penyakit agar ditemukan sedini mungkin dan dapat dilakukan intervensi sedini mungkin.

Sehingga, cakupan skrining kini dimulai sejak dari pelayanan primer, yakni puskesmas pembantu dan posyandu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: