Kemenkes Buka Suara Soal Usia Kehamilan yang Bisa Lakukan Aborsi

Kemenkes Buka Suara Soal Usia Kehamilan yang Bisa Lakukan Aborsi

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan tanggapan terkait usia kehamilan yang bisa melakukan aborsi.-Annisa Zahro-

JAKARTA, DISWAY.ID - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan tanggapan terkait usia kehamilan yang bisa melakukan aborsi.

Sebelumnya, terdapat kebingungan antara usia kehamilan yang bisa dilakukan aborsi bagi korban pemerkosaan, terutama bagi umat Islam.

Pasalnya, terdapat perbedaan ketentuan pada fatwa MUI dan KUHP.

BACA JUGA:Nathan Tjoe-A-On Ungkap Timnas Indonesia Makin Berkembang Ditangan Shin Tae-yong, Impiannya Lolos Piala Dunia 2026

BACA JUGA:Densus 88: Orang Tua Terduga Teroris Tahu Anaknya Beli Bahan Peledak, Rakit Bom Belajar dari Internet

Di mana, KUHP terbaru 2023 menyejut bahwa ibu hamil atas kondisi medis atau korban pemerkosaan bisa menggugurkan kandungannya selama janin masih berusia kurang dari 14 minggu.

Sementara fatwa MUI yang dikeluarkan tahun 2005 mengatur bahwa aborsi dilarang, kecuali atas indikasi medis yang mengancam nyawa ibu dan korban pemerkosaan dengan usia kehamilan paling lambat 40 hari.

Setelah usia 40 hari, janin telah ditiupkan ruh sehingga apabila diaborsi akan dianggap sebagai pembunuhan.

Bukan hanya masyarakat, hal ini turut dipertanyakan oleh anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

BACA JUGA:Orang Tua Terduga Teroris Malang Diamankan di Kereta Menuju Jakarta, Densus 88: Mereka Tak Bawa Bom

BACA JUGA:Serbu Kode Redeem FF Hari Ini 5 Agustus 2024, Dapatkan Skin hingga Diamond Terbaru

"Antara KUHP dengan MUI, memang ini yang terjadi (ada perbedaan). Jadi saya kalau soal mengomentari, justru saya ingin tanya ke pemerintah," ungkap Ketua Bidang Legislasi dan Advokasi PB IDI dr Ari Kusuma Januarto, SpOG, Obginsos pada konferensi pers daring IDI, Jumat, 2 Agustus 2024.

Menurutnya, semakin tua usia kehamilan, semakin tinggi risiko yang dialami ibu, mulai dari pendarahan, infeksi, faktor pembiusan, serta trauma psikologis.

Ia juga mengaku bahwa pihaknya tidak dilibatkan dalam pembahasan mengenai aturan ini.

"Waktu KUHP ini muncul, siapa yang ditanya dan kenapa bisa jadi 14 minggu, makanya saya bilang justru saya harusnya menanyakan pada para pembuat-pembuat (kebijakan) ini. Karena jujur, kami tidak diajak dalam pembahasan," ungkap dr Ari.

BACA JUGA:Thibaut Courtois Peringatkan Endrick: Real Madrid Tak Akan Kiamat Cuma Kalah Lawan Barcelona!

BACA JUGA:Jadwal Indonesia di Olimpiade Paris 2024 Hari ini 5 Agustus, Panjat Tebing Siap Rebut Emas!

Menanggapi hal ini, Kemenkes menegaskan bahwa pihaknya mengikuti regulasi yang telah ditetapkan pemerintah.

"Ini sudah ada penetapan di KUHP ya, jadi kita merujuk kepada aturan yang sudah ditetapkan sebelumnya dan Permenkes turunan dari UU Nomor 17 Tahun 2023," terang Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid kepada Disway.Id, 3 Agustus 2024.

Menurutnya, pemerintah dalam membuat peraturan telah melibatkan berbagai pihak, mulai dari ahli kesehatan hingga organisasi keagamaan.

"Aturan sifatnya universal dan pembahasan dalam public hearing juga dilakukan dengan melibatkan para ahli kesehatan, organisasi masyarakat, dan organisasi keagamaan," tandasnya.

BACA JUGA:Mahfudin Nigara Ungkap Fakhri Husaini Tolak Tawaran Besar Jadi Asisten Shin Tae-yong: Saya Sedih

BACA JUGA:Jadwal Pemeriksaan Saka Tatal Diungkap Bareskrim, Kuasa Hukum Singgung Kesaksian Palsu Aep dan Dede

Sementara itu, Nadia mengungkapkan bahwa pihaknya tengah menyusun aturan turunan mengenai PP Nomor 28 Tahun 2024 ini, termasuk sanksi pelanggaran pada praktik aborsi, melalui peraturan Menteri Kesehatan (permenkes).

"Sanksi akan diatur lebih lanjut dalam permenkes sesuai pasal di PP. Sedang dalam proses," ungkapnya.

Bersama dengan itu, pihaknya juga melakukan pengawasan melalui dinkes dan tindakan atas pelanggaran dilakukan oleh aparat hukum sesuai dengan aturan yang berlaku.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: