Kedaulatan Rakyat dalam Krisis Politik

Kedaulatan Rakyat dalam Krisis Politik

Pakar Komunikasi Politik Dr. Benny Susetyo-Istimewa-

JAKARTA, DISWAY.ID - Langkah berani keputusan Komisi II DPR dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengesahkan perubahan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024 sebagai respons terhadap dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas parlemen dan batas usia minimal calon kepala daerah merupakan tindakan yang sangat penting dalam konteks upaya mengembalikan kedaulatan rakyat.

Kesepakatan yang dicapai dalam rapat di Gedung DPR pada tanggal 25 Agustus 2024, menjadi momen krusial di tengah kondisi demokrasi yang beberapa waktu ini sering terguncang oleh kekuatan politik yang cenderung melayani kepentingan sempit kelompok tertentu dibandingkan dengan kepentingan rakyat secara keseluruhan. 

MK sebagai penjaga konstitusi dan penegak keadilan, telah mengeluarkan dua putusan penting yang pada akhirnya memaksa para pengambil keputusan untuk lebih berpihak kepada rakyat. Pertama, putusan terkait ambang batas parlemen yang berfungsi sebagai filter untuk memastikan bahwa hanya partai-partai politik yang benar-benar mendapat dukungan signifikan dari masyarakat yang dapat masuk ke parlemen. Kedua, putusan mengenai batas usia minimal calon kepala daerah, yang bertujuan untuk membuka peluang bagi generasi muda untuk ikut serta dalam proses politik di tingkat daerah. Keputusan Mahkamah Konstitusi ini tidak hanya menjadi angin segar di tengah kekeringan nurani politik yang terjadi di kalangan elite, tetapi juga menjadi simbol perlawanan terhadap politik kartel dan oligarki yang telah lama mencengkeram sistem demokrasi kita. Keputusan ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga demokrasi dari intervensi kekuatan-kekuatan yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok mereka sendiri.

Keputusan Komisi II DPR untuk menerima putusan Mahkamah Konstitusi dan memasukkannya ke dalam draf perubahan PKPU Nomor 8 Tahun 2024 adalah langkah yang sangat positif, meskipun harus diakui bahwa langkah ini baru merupakan permulaan dari perjalanan panjang menuju pemulihan kedaulatan rakyat. Dalam rapat tersebut, seluruh peserta, termasuk Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas serta pimpinan KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, menyatakan persetujuan mereka. Persetujuan ini menunjukkan bahwa setidaknya ada kesadaran di kalangan elite politik bahwa suara rakyat tidak bisa lagi diabaikan. 

Sebelumnya perlu digaris bawahi,  bahwa perubahan ini merupakan hasil tekanan dan gejolak penolakan publik yang begitu besar. Ketika publik turun ke jalan untuk menuntut keadilan dan mengingatkan para pengambil keputusan bahwa mereka seharusnya bekerja untuk rakyat, bukan untuk kepentingan mereka sendiri, DPR dan KPU tidak punya pilihan selain menerima kenyataan bahwa kedaulatan rakyat tidak bisa ditawar-tawar. Ini adalah sebuah pelajaran penting bahwa kekuasaan sejatinya berada di tangan rakyat, dan ketika rakyat bersatu untuk menuntut hak mereka, kekuasaan yang cenderung koruptif pun akan terpaksa tunduk. Di tengah euforia sementara atas keputusan ini, kita harus menyadari bahwa perjalanan untuk mengembalikan kedaulatan rakyat tidaklah selesai. Partai-partai politik memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga dan memelihara demokrasi. Namun, sayangnya, kita sering kali melihat partai-partai politik lebih sibuk mengurus kepentingan mereka sendiri daripada memperjuangkan kepentingan rakyat. 

Keputusan MKi yang telah diadopsi oleh KPU seharusnya menjadi momen bagi partai politik untuk kembali kepada jati dirinya sebagai alat perjuangan rakyat. Partai politik seharusnya menggunakan keputusan ini sebagai peluang untuk melahirkan pemimpin-pemimpin yang memang diinginkan oleh rakyat, bukan sekadar boneka dari kekuatan politik tertentu. Inilah saatnya bagi partai politik untuk menunjukkan bahwa mereka benar-benar mewakili kepentingan rakyat, dengan cara bersaing secara adil dan mengedepankan program-program yang benar-benar bermanfaat bagi rakyat. Sayangnya, kenyataan di lapangan sering kali menunjukkan hal yang berbeda. Masih banyak partai politik yang hanya menggunakan kesempatan ini untuk mempertahankan kekuasaan mereka sendiri, tanpa benar-benar memikirkan kesejahteraan rakyat. Padahal, dalam teori politik klasik, seperti yang diajarkan oleh Thomas Aquinas, tujuan dari politik adalah untuk membawa kebahagiaan dan kesejahteraan bersama. Politik seharusnya menjadi alat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan untuk melayani kepentingan dinasti politik atau kepentingan sempit lainnya.

Menegakkan kedaulatan rakyat juga berarti menentang dan meruntuhkan mentalitas kolonialisme yang masih mendominasi politik kita. Mentalitas ini terlihat dari cara berpikir dan bertindak yang hanya berfokus pada mempertahankan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, tanpa memperhatikan kepentingan rakyat secara keseluruhan. Kita harus kembali kepada semangat kemerdekaan, di mana kekuasaan harus digunakan untuk memajukan kesejahteraan rakyat, bukan untuk menindas mereka. Kita harus mengakui bahwa mentalitas kolonialisme ini telah merusak demokrasi kita. Para elite politik sering kali menggunakan kekuasaan mereka untuk membungkam suara-suara kritis, termasuk suara mahasiswa dan masyarakat sipil yang mencoba memperjuangkan kebenaran dan keadilan.

Megawati Sukarnoputri, dalam beberapa kesempatan,  menegaskan bahwa kekuasaan, baik di tingkat eksekutif maupun legislatif, bersifat sementara dan memiliki batasnya. Menurutnya, pemegang kekuasaan tidak boleh terjebak dalam ilusi kekuatan yang abadi atau menganggap kekuasaan sebagai milik pribadi. Hal ini penting untuk diingat dalam konteks dinamika politik saat ini, di mana sering kali kekuasaan digunakan untuk kepentingan jangka pendek dan kekuasaan kelompok tertentu. Megawati mengingatkan bahwa dalam sistem demokrasi, kekuasaan harus dipahami sebagai amanah rakyat yang harus dikelola dengan bijak dan bertanggung jawab, karena pada akhirnya, setiap kekuasaan akan diuji dan digantikan oleh pemimpin berikutnya. Penegasan ini menggarisbawahi pentingnya menjaga prinsip-prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat, serta mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan oleh segelintir elite politik.

Melihat perjuangan mahasiswa yang bersama elemen masyarakat lain yang menolak pembahasan RUU Pilkada yang mengabaikan keputusan mahkamah konstitusi merupakan bukti nyata  dalam upaya menegakkan konstitusi dan memperjuangkan kedaulatan rakyat, kita tidak bisa tidak teringat pada sejarah panjang perjuangan para pendiri bangsa dalam mencapai kemerdekaan Indonesia. Tokoh-tokoh seperti Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir, dan Bung Husni Thamrin adalah simbol dari semangat perjuangan tanpa kenal lelah, yang rela mengorbankan segalanya demi membebaskan Indonesia dari belenggu kolonialisme. Mereka berjuang dalam situasi yang sangat berat, di mana setiap langkah perjuangan mereka diawasi ketat oleh penjajah. Bung Karno dan Bung Hatta, misalnya, pernah ditangkap dan diasingkan oleh pemerintah kolonial karena dianggap sebagai ancaman besar terhadap kekuasaan penjajah. Namun, meskipun mereka diasingkan, semangat perjuangan mereka tidak pernah padam. Justru, pengasingan tersebut semakin menguatkan tekad mereka untuk terus berjuang demi Indonesia yang merdeka. Begitu pula dengan Sutan Syahrir dan Muhamad Husni Thamrin, yang terus melawan ketidakadilan dan penindasan dengan segala kemampuan yang mereka miliki. Husni Thamrin, misalnya, dikenal sebagai tokoh yang vokal dalam memperjuangkan hak-hak rakyat Indonesia di dalam Volksraad. Meskipun berada dalam tekanan yang besar, Thamrin tetap teguh membela kepentingan rakyat hingga akhir hayatnya. Perjuangan mereka tidak hanya berfokus pada upaya mengusir penjajah, tetapi juga pada usaha untuk membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya kedaulatan rakyat. Mereka menyadari bahwa kemerdekaan sejati hanya dapat diraih ketika rakyat memiliki kekuasaan penuh atas nasib mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka berjuang tidak hanya dengan senjata, tetapi juga dengan pikiran, ide, dan diplomasi.Perjuangan mahasiswa saat ini, meskipun dalam konteks yang berbeda, memiliki esensi yang sama dengan perjuangan para pendiri bangsa. Mahasiswa berjuang untuk menegakkan konstitusi dan memastikan bahwa kedaulatan rakyat tidak dicurangi oleh kepentingan segelintir elite politik. Mereka turun ke jalan, mengorbankan waktu, tenaga, dan bahkan keselamatan mereka, demi memastikan bahwa suara rakyat didengar dan dihormati.

Untuk benar-benar mengembalikan kedaulatan rakyat, kita harus membangun demokrasi yang berpihak pada rakyat. Demokrasi Pancasila, yang merupakan dasar dari sistem politik kita, menekankan pentingnya keadilan sosial dan kemanusiaan. Dalam demokrasi Pancasila, kedaulatan berada di tangan rakyat, bukan di tangan kekuasaan. Demokrasi ini menekankan pentingnya persatuan, kemanusiaan, dan keadilan sebagai nilai utama dalam setiap keputusan politik. Kita harus kembali kepada esensi dari demokrasi Pancasila, di mana politik harus dijalankan dengan adab dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan. Politik seharusnya menjadi alat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan untuk melayani kepentingan keluarga atau kelompok tertentu. Demokrasi Pancasila mengajarkan kita bahwa kekuasaan harus dibatasi oleh nilai-nilai moral dan etika, dan bahwa kedaulatan sejati hanya dapat dicapai ketika kekuasaan digunakan untuk kepentingan rakyat.

Salah satu langkah penting dalam mengembalikan kedaulatan rakyat adalah dengan membangun kembali martabat partai politik sebagai pelayan rakyat. Partai politik seharusnya menjadi sarana untuk menyalurkan aspirasi rakyat, bukan sebagai alat untuk merebut kekuasaan semata. Dalam konteks ini, kita perlu mengingatkan partai politik untuk kembali kepada tujuan awal mereka, yaitu memperjuangkan kepentingan rakyat. Keputusan Mahkamah Konstitusi yang diadopsi oleh KPU seharusnya menjadi momentum bagi partai politik untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap demokrasi dan kedaulatan rakyat. Mereka harus menunjukkan bahwa mereka mampu bersaing secara adil dan mengedepankan program-program yang benar-benar bermanfaat bagi rakyat. Inilah saatnya bagi partai politik untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar mewakili kepentingan rakyat, dan bukan sekadar menjadi alat bagi elite politik tertentu untuk melestarikan kekuasaan mereka.

Mengembalikan kedaulatan rakyat juga berarti menjaga keutuhan demokrasi di tengah berbagai tantangan yang dihadapi. Demokrasi kita saat ini sedang diuji oleh kekuatan-kekuatan yang berusaha untuk menggerus nilai-nilai Pancasila dan menggantinya dengan praktik-praktik politik yang otoriter dan tidak adil. Kita harus melawan segala bentuk tirani dan kartel politik yang berusaha untuk menghancurkan demokrasi kita dari dalam. Salah satu cara untuk menjaga keutuhan demokrasi adalah dengan memastikan bahwa keputusan-keputusan penting, seperti yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi, benar-benar dijalankan oleh semua pihak, termasuk partai politik. Keputusan Mahkamah Konstitusi terkait ambang batas parlemen dan batas usia minimal calon kepala daerah merupakan langkah penting dalam melindungi demokrasi dari intervensi kekuatan-kekuatan yang hanya mementingkan kepentingan mereka sendiri. 

Pendidikan politik bagi masyarakat merupakan salah satu upaya penting dalam mengembalikan kedaulatan rakyat. Masyarakat harus diberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang hak-hak mereka dalam sistem demokrasi dan bagaimana mereka dapat berpartisipasi aktif dalam proses politik. Masyarakat yang terdidik Secara politik akan lebih mampu mengawasi jalannya pemerintahan dan menuntut pertanggungjawaban dari para pemegang kekuasaan. Dengan pendidikan politik yang baik, masyarakat dapat menjadi kekuatan yang efektif dalam menegakkan demokrasi dan menjaga kedaulatan rakyat. Partisipasi aktif masyarakat dalam pemilu adalah salah satu bentuk nyata dari kedaulatan rakyat. Pemilu adalah saat di mana rakyat secara langsung menentukan siapa yang akan memimpin mereka. Oleh karena itu, sangat penting bagi masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam proses pemilihan, mulai dari memahami visi dan misi para calon, hingga datang ke tempat pemungutan suara untuk memberikan suaranya. Namun, partisipasi ini harus didukung oleh sistem pemilu yang adil dan transparan. Sistem pemilu yang dipenuhi dengan praktik kecurangan atau manipulasi suara hanya akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi. Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan bahwa setiap tahapan pemilu, mulai dari pendaftaran calon hingga penghitungan suara, dilakukan dengan transparan dan dapat diawasi oleh publik. Keterlibatan aktif masyarakat juga mencakup peran mereka dalam mengawasi jalannya pemilu. Masyarakat harus proaktif melaporkan setiap bentuk pelanggaran yang terjadi, baik itu dalam bentuk politik uang, intimidasi, atau manipulasi suara. Hanya dengan keterlibatan aktif masyarakat, kita dapat memastikan bahwa hasil pemilu benar-benar mencerminkan kehendak rakyat.

Mengembalikan kedaulatan rakyat juga berarti menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila adalah dasar ideologi negara kita yang mengajarkan tentang pentingnya persatuan, kemanusiaan, keadilan, dan demokrasi. Dalam konteks demokrasi, Pancasila menekankan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, dan setiap keputusan politik harus didasarkan pada kepentingan rakyat. Nilai-nilai Pancasila ini harus dijadikan pedoman dalam setiap proses politik, mulai dari pembentukan kebijakan hingga pelaksanaan pemilu. Setiap pemimpin, baik di tingkat pusat maupun daerah, harus memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap kebijakan yang mereka ambil. Dengan begitu, demokrasi kita akan semakin kuat dan benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat. Revitalisasi nilai-nilai Pancasila juga berarti menolak segala bentuk ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, seperti politik identitas, politik uang, dan politik dinasti. Kita harus kembali kepada semangat gotong royong dan keadilan sosial yang menjadi landasan dari Pancasila, sehingga demokrasi kita dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: