Berani Mati
--
ANEH. Dunia medsos begitu negatif terhadap Presiden Jokowi. Masif. Dalam lebih sebulan terakhir. Langit dan bumi seperti dibalik. Puja-puji berubah menjadi caci maki.
Aneh. Ke mana para buzzer?
Anda sudah tahu: dulu, ada sedikit saja yang berani bersuara negatif kepada Jokowi langsung diserbu buzzer. Diserang. Dibelejeti. Sampai pun yang berani menyerang Jokowi dicari sisi-sisi cela pribadi. Dalam sekejap penyerang Jokowi pun hancur –di medsos.
Aneh. Ke mana mereka? Sunyi. Sepi. Jokowi seperti sendiri. Lalu seperti ingin menyendiri. Meninggalkan Jakarta. Berkantor di IKN –nun di Kaltim.
Tidak. Jokowi tidak sendiri. Masih ada kelompok yang bahkan menyebut diri sebagai ''Pendukung Jokowi Berani Mati''.
Mereka siap beraksi. Mereka akan berkumpul di Tugu Proklamasi. Di pusat kota Jakarta. Jumlah mereka, seperti yang mereka umumkan, 20.000 orang.
Mestinya itu dilakukan Minggu 22 September kemarin. Tapi hari itu lewat begitu saja. Tidak ada tanda-tanda pasukan berani mati hadir di Tugu Proklamasi.
Kita jadi tidak tahu apa rencana mereka kumpul di sana. Yang jelas apel berani mati itu tidak jadi kenyataan.
Tanpa pengumuman pembatalan. Tanpa heboh-heboh ada apa di balik batalnya apel berani mati itu.
Saya sih bersyukur. Tidak sampai ada ketegangan sosial. Kehidupan tetap berjalan normal. Yang memaki Jokowi juga terus memaki –ditambah dengan keluarga presiden.
Memang rencana apel berani mati itu agak unik. Dunia medsos akan dilawan dengan apel fisik. Sebenarnya tidak begitu nyambung. Tapi setidaknya orang tahu: tidak benar bahwa Jokowi sendiri seorang diri.
Jokowi masih presiden. Masih terus keliling daerah. Berangkat dari IKN dan pulangnya ke IKN. Tidak sedikit pun terganggu oleh serangan medsos.
Presiden Jokowi juga masih punya menteri-menteri yang loyal. Tidak ada gerakan menteri mengundurkan diri –seperti menjelang lengsernya Presiden Soeharto.
Bahkan menteri loyalisnya tambah satu: Gus Ipul. Saifullah Yusuf. Sekjen PBNU. Mantan ketua umum PP GP Ansor.
Gus Ipul dilantik sebagai menteri sosial dua pekan lalu –menggantikan Bu Risma yang mundur untuk menjadi calon Gubernur Jatim.
Memang Gus Ipul hanya hanya punya masa jabatan 1,5 bulan. Tapi siapa tahu akan lanjut lima tahun di bawah Presiden Prabowo Subianto.
Maka saya urungkan usul agar kementerian sosial dibubarkan saja. Agar kabinet bisa lebih ramping.
Penanganan kemiskinan bisa dibebankan pada masing-masing daerah. Pun izin undian berhadiah. Selama ini izin itu jadi urusan kementerian sosial –entah dari mana asal-usulnya.
Atau kementerian BUMN saja yang dibubarkan. Diganti dengan superholding seperti di Singapura. Ini rencana lama. Siapa tahu Presiden Jenderal Prabowo berani merealisasikannya.
Medsos pun kelihatannya juga bisa lelah. Caci maki terhadap Jokowi dan keluarga memang masih seru, tapi tidak ada tanda-tanda lebih meningkat lagi. Kalau pun belum menurun, setidaknya sudah mulai mendatar.
Tanpa turun tangannya aparat hukum gerakan medsos itu akan layu setelah berkembang. Lalu padam sendiri. Tanpa buzzer maupun pasukan berani mati.(Dahlan Iskan)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Disway Edisi 23 September 2024: Rumah Sehat
djokoLodang
-o-- ... Prof Sutiman memang sengaja membangun rumah sehat –bukan rumah sakit. Ia ingin menyehatkan orang yang masih sehat. Juga menyehatkan orang yang sudah telanjur sakit. ... * menyehatkan = membuat sehat yang tadinya belum sehat. * mempersehat = membuat yang tadinya sudah sehat menjadi lebih sehat. * Jalan tol itu diperlebar. Artinya dibuat lebih lebar. Gang depan rumah saya dilebarkan. Tadinya sempit. Kelihatannya mudah, ternyata bahasa Indonesia itu sulit, ya. --koJo.-
Mbah Mars
HADIAH MENJAWAB Begitu sampai di rumah, belum melepas tas punggungnya, Bolkin kecil sudah pamer prestasi kepada ibunya. "Lihat Bu, ini apa ?" "Buku bergambar. Apa kamu beli, Kin ?" "Ini hadiah dari Bu guru. Saya mendapat hadiah karena bisa menjawab pertanyaan bu guru" "Hebat dong. Emang bu guru tanya apa sih, Kin ?" "Berapa jumlah kaki burung Maleo itu ?" "Jawabanmu bagaimana ?" "Saya jawab: tiga" "Lhoh, berarti jawabanmu salah dong, Kin. Kenapa kamu dapat hadiah ?" "Iya Bu. Salah. Ternyata kaki Maleo itu kata bu guru dua" "Lha iya. Semua burung itu kakinya dua, Kin" "Saya dapat hadiah karena semua teman menjawab empat. Tiga kan lebih dekat ke dua, Bu"
Ahmed Nurjubaedi
Bertanya memang bukan (belum) menjadi tradisi kita. Keterampilan bertanya termasuk dalam Keterampilan Berpikir Kritis (Critical thinking) dalam kerangka keterampilan Abad 21, yg saat ini menjadi salah satu fokus dalam Kurikulum Merdeka. Namun, bertanya a. k. a berpikir kritis mensyaratkan 1 hal mendasar, yaitu membaca. Inilah yg disadari oleh Singapura dan dikembangkan di sana. Di level primary sampai secondary, ada mata pelajaran Literasi. Saya pernah berkunjung di satu sekolah SD di Singapura dan diajak ke perpustakaannya. Koleksinya: 18.000 judul buku yg sudah di-grade. Sudah dikelompokkan tingkat kesulitan dan kompleksitasnya. Untuk pembaca level pemula, menengah, atau lanjut. Perpustakaannya begitu nyaman. Mirip gramedia Basuki Rahmat Surabaya plus ada meja kursi, sofa, dan panggung untuk anak-anak. Program kegiatan di perpusnya juga buanyak dan menarik. Tak heran jika skor PISA untuk literasi siswa Singapura adalah yg tertinggi di dunia. Hasilnya, kualitas SDM Singapura juga tinggi. Ini sesuai dengan hasil penelitian Australia National University (sumber: tirto.id), remaja yang membaca minimal 80 buku dan terpapar beragam buku di rumah, memiliki kemampuan literasi dan numerasi yg sangat baik, bahkan melampui lulusan universitas meski mereka hanya lulusan sekolah menengah.
Jokosp Sp
Seorang profesor sedang menguji bebarapa sarjana S1 dalam ruangan kerjanya. "Apa yang anda lihat di meja saya?". Sarjana 1 : "tidak ada apapun selain kaca hitam tebal yang jadi alas meja ini". "Oke anda boleh keluar, panggil yang lain. Pertanyaan yang sama ke sarjana 2, dan mendapatkan jawaban : "meja yang sangat besih dan mengkilat". Jawaban sarjana 3 : "meja yang kosong tak ada isi buku bacaan yang biasa ada di meja profesor". Dari sarjana ke 4 sampai ke 9 tidak ada yang memuasakan jawabannya. "Apakah kualitas sarjana kita hanya seperti ini", sang profesor mengeluh. Giliran sarjana ke 10, seorang yang berpenampilan sangat sederhana namun tetap menampilkan aura kecantikannya. Profesor dengan agag malas akhirnya bertanya "apa yang anda lihat di meja saya?". Agag lama Si Cantik ini memperhatikan di sekitar meja Sang Profesor. Bebarapa saat kemudian "Ini prof ada satu uang coin seribu rupiah". "Apa yang anda lihat dari coin itu?". Dengan cepat Si Cantik menjawab "ada satu sisi angka seribu rupiah, ada satu sisi gambar burung garuda". Profesor "apa ada yang lain?". Si Cantik "ada prof.....satu sisi lainnya, diantara dua sisi ini", sambil menunjukkan sisi lain di uang coin logam itu. "Baiklah hari ini anda dinyatakan lulus", kata Sang Profesor. Si Cantik "hanya ini pertanyaan pengujuian ke saya prof?". "Yaaaaa.....dari 10 sarjana S1 tadi hanya kamu yang bisa menemukan apa yang ada di meja ini, dan menemukan jawabannya". "hanya 10% ada sarjana S1 yang cerdas di sini".
Mirza Mirwan
Kebiasaan bertanya itu harus disemaikan sejak SD. Saya ingat benar zaman saya masih SD dulu setiap guru selesai menerangkan suatu pelajaran pasti disambung pertanyaan: "Ada yang mau bertanya?" atau "Ada yang masih belum jelas?". Atau yang semacam itu. Kalau tak ada yang bertanya, guru lantas bertanya kepada murid secara acak tentang materi pelajaran yang barusan diterangkannya. Tetapi bila ada yang bertanya, atau masih belum jelas, guru dengan sabar akan mengulanginya dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti. Kebiasaan guru-guru saya yang hanya lulusan SGB dan SGA bertanya "Ada yang mau bertanya?" atau "Ada yang masih belum jelas?" itu membuat murid berani bertanya kalau memang belum paham. Dan kebiasaan itu akan terbawa ketika duduk di SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Sayangnya, guru-guru SD sekarang jarang yang menerangkan pelajaran, lalu bertanya apakah muridnya sudah paham. Padahal tingkat pendidikan mereka lebih tinggi: sarjana pendidikan ditambah dua semester pendidikan profesi guru. Kalau sejak SD, SMP, hingga SMA, tak punya kebiasaan bertanya, kayaknya di bangku kuliah pun tak berani bertanya. Tak paham materi kuliah tak masalah. Yang penting dalam semesteran tak perlu remidi. Mahasiswa jenis ini jelas bukan mahasiswa yang "reading habit", dan oleh karenanya bukan yang "asking question habit". Akhirnya menjadi sarjana dengan nilai pas-pasan. Buntutnya susah mendapat pekerjaan. Sarjana pengangguran.
heru santoso
Bertanya dan berbincang. Anak sulung saya sdg kuliah di Zhejiang. Anak ragil baru saja berangkat kuliah di RWTH Aachen, kampusnya alm P Habibie kuliah. Seingat saya tidak pernah menyuruh mereka utk kuliah dimana. Cuma kebiasaan kami berempat adalah ngobrol, bertanya ttg apa saja, termasuk "luasnya dunia" saat2 dimeja makan atau dalam perjalanan di mobil, atau dimana saja. Itu kami lakukan sejak anak2 masih kecil. Ternyata yang kami obrolkan "sempitnya dunia" dulu itu benar adanya: hampir setiap petang kami video call berempat. Satu di belahan dunia timur. Satu di belahan dunia barat. Perbincangan kamipun masih selalu bertanya tentang apapun, mulai makanan khas sampai aeronetica.
imau compo
CHD kemarin dibagikan di WAG pagi tadi. Komentar teman-teman seragam, prihatin dan empati. Saya punya draft komentar di CHD kemarin yg tidak jadi diposting enggan mempostingnya di WAG tapi gregetan sehingga terpaksa diposting di CHD. Derita Alumni ini sdh diparodikan puluhan tahun yg lalu oleh film Nagabonar. Adegannya, untuk kebutuhan meeting dengan musuh pasukan penjajah Belanda pihak pejuang bagi-bagi pangkat. Bujang yg asisten Jenderal Nagabonar bukanlah petempur sehingga tidak dapat pangkat. Bujang tidak terima dengan kondisi itu sehingga maju ke garis depan walaupun sudah diperingatkan. Apa yg ditakutkan kejadian, Bujang tewas ditembak musuh. Dalam kesedihannya, Jenderal Nagabonar menyalak menyesali, "Bujang, Bujang, sudah kubilang jangan bertempur, kau bertempur juga. Matilah kau. Habis dimakan cacing. Jauh sebelum ini, sebelum ada WA, dalam group email alumni, seorang teman alumni bilang, "Di negara maju seperti Jepang, ada grup interface antara periset dan pemanufaktur serta pemasar produk ini. Grup ini cukup agresif sehingga hasil riset yg layak produksi dan jual akan terendus dengan cepat.. Grup ini yg tidak dimiliki negara kita sehingga grup alumni ini mencoba melangkah menyeberangi dan melampaui keterbatasannya. Sesuatu yg dapat dipahami, riset mereka hanya berujung pada paper yg telah pula melampaui kum profesornya. Zaman Orde Baru, Habibie membuat lembaga interface dan diberi nama BPPT. Puas? Tentu saja belum, mungkin perlu thriving tapi dilebur ke BRIN.
Sri Wasono Widodo
Lirboyo 1960-an. Seorang Gus (putera seorang kiai) mondok di sebuah ponpes terkenal. Saat musim panen tebu, Sang Gus bersama beberapa rekannya merencanakan mencuri tebu Sang Kiai. Pada jam yang ditentukan berangkatlah sang Gus menuju lokasi. Ternyata dia harus melewati rumah Sang Kiai. Dan tiba-tiba saja Sang Kiai keluar rumah dan memanggil-manggil "Guuuus, Guuus". Pucat pasilah Sang Gus, tubuhnya gemetaran. Sang Kiai mendekat dan dengan bahasa Jawa kromo inggil bertanya "Kerso tebu Gus?". Tanpa menunggu jawaban Sang Kiai masuk rumah, dan beberapa saat kemudian keluar dengan memanggul sebongkok tebu. "Niki Gus tak pilihke ingkang sae". Sang Gus pun sangat lega dan gembira menerima anugerah itu. Demikianlah mulianya pendidikan yang Kita peroleh dari peristiwa itu. Sang Kiai berbahasa Jawa kromo inggil meskipun kepada santrinya, dan dengan indra keenamnya Beliau melakukan "Tindakan pencegahan" tanpa menghukum, justru memberikan sedekah sesuatu yang sangat diidamkan santrinya.
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
RUMAH SEHAT, DAN BUKAN KLINIK.. Karena prof Sutiman bukan “dokter medis”, maka upaya penyehatan yang dilakukan oleh beliau, dianggap sebagai bagian dari ‘pengobatan komplementer dan alternatif’. Dan di Indonesia, saat ini terdapat pembaruan mengenai penggunaan istilah yang diperbolehkan bagi praktisi pengobatan 'CAM' (complementer and alternative medicine) atau komplementer, dan pengobatan alternatif. Kementerian Kesehatan mengatur praktik pengobatan komplementer dan alternatif, salah satunya melarang para praktisi CAM menggunakan istilah "klinik," yang dikhususkan untuk layanan medis berlisensi yang menawarkan perawatan kesehatan barat/konvensional. Perubahan ini adalah bagian dari upaya yang lebih luas untuk memastikan kejelasan antara pengobatan layanan medis berlisensi dengan layanan kesehatan komplementer, tradisional dan alternatif. Terutama untuk melindungi pasien dan membantu mereka membedakan berbagai bentuk perawatan. Sebagai hasilnya, praktisi CAM didorong untuk menggunakan istilah lain yang lebih tepat mencerminkan sifat layanan mereka. Antara lain ya 'rumah sehat' itu. ## Karena itu, penggunaan kata “rumah sehat” untuk klinik prof Sutiman, mestinya ya dalam rangka memenuhi regulasi bidang kesehatan itu. Yaitu antara lain: 1). Permenkes No. 1109/MENKES/PER/IX/2007 tahun 2017. 2). PP No. 103 Tahun 2014. 3). Permenkes No. 24 Tahun 2018.
Mirza Mirwan
Sudah dua pekan berlalu. Tetapi Pak DI belum mengangkat "China Week" di AS yang membuat saya geleng-geleng kepala. Mungkin Pak DI tak sempat baca beritanya. Di berbagai negara istilah "China Week" biasanya terkait dengan ajang pertukaran budaya. Tetapi di AS istilah itu punya arti lain. Media di sana yang menciptakan istilah itu, merujuk pada kegiatan di DPR (House of Representatives) yang berhari-hari menyidangkan (melakukan voting) untuk meloloskan sejumlah RUU yang tujuannya melawan Tiongkok, langsung atau tak langsung. AS yang jemawa itu rupanya takut melihat kemajuan Tiongkok. Melebihi ketakutannya pada gabungan setan dari seluruh dunia. Ada 28 RUU teekait dengan dengan Tiongkol. Yang sudah lolos ada 25 RUU: dari soal kendaraan listrik, drone, obat-obatan, pertanian, penyebaran ajaran Konfusius dan Komunisme, sampai hal-hal yang remeh. RUU yang sudah lolos itu harus disetujui Senat, dengan mayoritas sederhana, 50+1 -- di DPR juga cukup "simple majority". Kalau lolos di Senat baru diserahkan ke presiden. Tetapi Presiden AS punya hak veto. Bila sebuah RUU diveto oleh Presiden akan dikembalikan ke Kongres. Voting lagi. Di DPR harus disetujui 2/3 anggota. Pun di Senat. Barulah presiden mau tak mau harus tanda tangan. Sah sebagai UU. Judul RUU anti Tiongkok itu lucu-lucu. The Protect American's Innovation Economic Security from CCP Act , The Countering CCP Drones Act, The Maintaining American Superiority by Improving Export Control Transparency Act, dan lain-lai
Johannes Kitono
Rumah Sehat vs CA. Tulisan Rumah Sehat belum cerita manfaat Nano Bubble Prof Sutiman. Ternyata selain Nano Bubble ada juga Divine Cigarette yang asapnya bisa obati CA. Tentu termasuk CA Prostat dan Payudara.Sudah banyak review tentu termasuk Ny Prof Sutiman penyintas CA. Rumah Sehat CEOnya adalah Dr Saraswati.MPsi, FIAS yang juga Anggota Seksolog Indonesia. Nah, dengan Terapi Balur Tembaga kejantanan bisa pulih. Dan jadi pria perkasa lagi dengan rudal sempurna.. Bagi yang berminat ke Rumah Sehat. Alamatnya jalan Surakarta No.5, Lowokwaru Malang. Sesudah diterapi di Rumah Sehat jangan lupa berbagi cerita. Semoga Semuanya Hidup Berbahagia.
Achmad Faisol
sebetulnya tinggal ganti judul yang lebih modern, contoh: 1. van helsings... itu kan sama dengan pemburu hantu... 2. harry potter... itu kan sama dengan sekolah dukun... 3. lord of the rings... itu kan sama dengan cincin akik... maka, pemilihan kata jadi penting... apple lebih wow daripada apel... he he he
Liam Then
Keinginan bertanya, harus dipantik terlebih dahulu oleh rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu bisa muncul jika terpapar oleh banyak informasi atau pengetahuan. Akses kepada informasi dan pengetahuan, tidak ada yang lebih efektif dari membaca. Berdasarkan pengalaman pribadi, minat baca saya dipantik oleh bapak sejak kelas 1 atau 2 SD, sejak saya sudah lumayan lancar membaca. Bapak saya penggemar Kho Ping Ho, ketika pergi sewa ke taman bacaan, saya sekalian disewakan komik, dari komik kemudian jadi timbul minat, haus membaca cerita, minat dan nafsu membaca jadi berkembang kelevel berikut, cari sendiri, tahu di sekolah ada perpustakaan, saya rajin pinjam buku ke perpustakaan SD. Lucunya setelah minat baca makin tinggi, kebutuhan pada buku cerita yang lebih tebal,menyebabkan saya waktu SMP ikut ketagihan bapak kepada Kho Ping Ho, yang kalau ditumpuk per serial, bisa capai 50cm tingginya. Lucunya bapak alih-alih senang, bapak malah melarang keras, ini ketagihan yang tidak baik katanya, sampai-sampai pernah saya blingsatan, buku cersil Kho Ping Ho sewaaan saya di bakar bapak. Ndak tahu saya apakah hobi membaca ini keturunan bapak saya, sehingga jadikan saya dulu kutu buku. Tapi yang saya lihat dari adik saya, yang tidak hobi membaca, karena sejak kecil dibiasakan membaca, setelah beranjak dewasa, beberapa tahun tak ketemu karena adik saya merantau di Jakarta untuk bekerja, saya ingat cukup kaget, melihat jumlah buku dan majalah koleksi yang bertumpuk di kamar kos-kosannya.
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
METODE PENYEMBUHAN KOMPLEMENTER BERBASIS ENERGI YANG SAYA PELAJARI.. Metode yang dikembangkan prof Sutiman tentu beda dengan yang saya pelajari. Prof Sutiman, dengan peralatannya, sampai bisa mewududkan partikel paling kecil dalam bentuk fisik. Bahkan merupakan penemunya, dan dengan hak paten pada beliau. Sedangkan metode penyembuhan berbasis energi yang saya pelajari, lebih didasarkan pada 'kepercayaan' adanya energi yang tidak terlihat namun dapat 'dirasakan' dan dibuktikan dengan 'cara lain' non lab, mengelilingi tubuh manusia. Keberadaan energi itu dapat dirasakan, dan pembuktian keberadaannya masih dalam tahap "bisa difoto" dengan kamera tertentu. Ketidakseimbangan energi yang mengitari tubuh ini, dalam kondisi tertentu, dapat menyebabkan penyakit. Dengan menstimulasi atau menyeimbangkan energi ini, kesehatan seseorang dapat dipulihkan. ### Ilmu masih terus berkembang.. Karena pada dasarnya, kita tak pernah berhenti belajar. (SK pensiun hanya tanda bahwa kita sudah bukan pegawai tetap. Tapi kita tetap harus bergerak. Karena bergerak adalah merupakan tanda kehidupan. Ini kecuali bagi yang memilih 'rebahan'. Atau milih debat politik dan agama tanpa kesimpulan..)
Widodo Budidarmo
Akhirnya sowan juga ke Rumah Sehat nya Prof Dr Sutiman...Sabtu 21/09 kemarin saya juga kesana pagi hari untuk lakukan balur yang sudah saya jalani mulai Sept 2022 dan saat ini saya hanya maintenance saja. Saya merasakan sendiri manfaat dari balur di sana terhadap tubuh saya. Kenapa Abah tidak tulis mengenai nano asap nya juga ?
Riwayatul Mahya
salam hormat kagem prof sutiman. beliau juga pernah menjadi dekan fakultas saintek uin malang waktu sy mahasiswa.
Macca Madinah
Ketika kuliah nun zaman dahulu kala di yk, adalah suatu kelaziman pada saat selesai kuliah, sang dosen dikerubungi mahasiswa untuk bertanya. Lalu juga dulu itu, yang biasanya bertanya adalah mahasiswa luar Jawa, misal rekan ane dari Belitung, atau mahasiswa yang sudah bergelar S2-S3-S4 (maksudnya ngulang alias mahasiswa senior). kalau yang kinyis-kinyis mah suka diam saja. Nah ane itu termasuk yang suka nanya sebetulnya, tapi karena lingkungan jadi ikut diem deh dan baru nanya setelah kuliah selesai wkwkkw ngelesssss. Semoga generasi milenial Indonesia gak gitu lagi ya, dan semoga generasi sebelumnya sabar dan tabah menghadapi pertanyaan2 dari mereka "selugu" apa pun pertanyaan itu.
M.Zainal Arifin
Bertanya. Ada yg tak anjurkan bertanya dg alasan. 1.Banyak bertanya seperti Bani Isrooiil di Qur-aan. Disuruh nyebelin sapi. Karena banyak pertanyaan, cerewet, jadi nya malah memberatkan. Hampir2 tak bisa melaksanakan. 2.Bertanya, memancing emosi yg menjawab, hingga harus dihindari. 3.Apa malu bila tak bisa njawab? Malu bertanya, sesat di jalan. Bertanya merangsang ingin tahu, kritis. Pertanyaan yg bermutu, dari pribadi yg bermutu.
BACA EPAPER HARIAN DISWAY
KESERUAN KREATIVITAS ANAK-ANAK MUDA DI KOMPETISI DBL
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber:
Komentar: 171
Silahkan login untuk berkomentar
Masuk dengan Google