ICW Setuju UU Tipikor Direvisi, Gratifikasi Tak Hanya Pejabat Publik tapi Keluarga dan Kroninya

ICW Setuju UU Tipikor Direvisi, Gratifikasi Tak Hanya Pejabat Publik tapi Keluarga dan Kroninya

Koordinator Akademi Anti-Korupsi ICW Nisa Rizkiah Zonzoa Setuju UU Tipikor Direvisi--Ayu Novita

JAKARTA, DISWAY.ID - Koordinator Akademi Anti-Korupsi ICW Nisa Rizkiah Zonzoa setuju apabila Undang-Undang Tipikor (UU Tipikor) direvisi. 

Terkhusus dalam pasal gratifikasi yang diatur dalam Pasal 12B dan 12C UU Tipikor Tahun 2001.  

"Kita kebanyakan di Indonesia ngeliatnya textbook dan juga kalau undang-undang apa yang ditulis itu merujuknya ke sana saja. Harusnya diperpanjang, harusnya di-mention bahwa jangan hanya pejabat publiknya, tapi keluarga dan kroni-kroninya, orang-orang terdekatnya," kata Nisa, pada Selasa, 24 September 2024. 

BACA JUGA:Sosok Empat Penguji Capim dan Cadewas KPK, Mantan Ketua KPK hingga ICW

Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 12b ayat (1), setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: yang nilainya Rp10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi (pembuktian terbalik); yang nilainya kurang dari Rp10 juta, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan suap dilakukan oleh penuntut umum. 

Dalam pasal tersebut, tindakan gratifikasi hanya akan diproses KPK jika dilakukan oleh seorang penyelenggara negara. 

Lantas, bagaimana jika orang tersebut bukan penyelenggara negara tapi kerabat atau bahkan keluarga dari penyelenggara negara itu? 

BACA JUGA:Kandidat Capim dari Banyak Berlatar Belakang Penegak Hukum, ICW Pertanyakan Independensi Pansel

"Karena jalur dari konflik kepentingan itu bisa masuk tidak hanya lewat pejabat publik, tapi justru akan masuk lewat keluarga, lewat orang-orang terdekat. Sehingga penting untuk kita mencegah terkait dengan gratifikasi tadi," jelasnya. 

Lebih lanjut, Nisa menyinggung soal penggunaan jet pribadi oleh Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang juga merupakan anak bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep. 

Nisa mengatakan bahwa banyak masyarakat yang mengatakan tak ada salahnya Kaesang menggunakan jet pribadi, karena Kaesang itu bukanlah seorang penyelenggara negara. 

BACA JUGA:ICW Dukung KPK Buka Penyidikan Kasus Harun Masiku, Yakini Ada Pihak yang Terjerat

"Masalahnya adalah Kaesang ini adalah adik dari wakil presiden terpilih dan dia adalah anak dari presiden yang masih menjabat. Kemudian hari, kalau misalnya orang yang memberikan fasilitas jet itu menuntut sesuatu kepada kakaknya Gibran, bagaimana? Pada akhirnya betul konflik kepentingan terjadi dengan adanya, di akhir akan jadi korupsi," tegasnya. 

Menurut Nisa, konflik kepentingan adalah anak tangga pertama untuk mencapai korupsi. Sehingga harus dihindari sedemikian rupa. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads