Medali Debat
Bersama para orang tua dan peserta yang mengikuti The World Scholar’s Cup Tournament of Champions.--
Beberapa wanita Tionghoa terlihat agak heran. Saya lagi berbicara dalam bahasa mandarin dengan seorang wanita Afrika kulit hitam. Yang rambut keritingnyi dikelabang-kelabang ke belakang.
Itu terjadi di salah satu pojok halaman di dalam kampus Yale University. Di New Haven. Rabu lalu. Di negara bagian Connecticut, Amerika Serikat.
Beberapa wanita Tionghoa dari Jakarta pun ikut ngobrol dalam bahasa Indonesia. Si Afrika ternyata juga bisa berbahasa Indonesia.
Pohon-pohon besar di kampus Yale berubah warna. Daunnya menguning. Sebagian sudah berguguran ke tanah. Indah. Udara sangat sejuk: delapan serajat Celsius. Matahari bersinar dengan tajamnya. Khas keindahan musim gugur.
Suasana halaman Yale University di musim gugur.--
Wanita kulit hitam itu lahir di Congo, Afrika. Saya lahir di desa pedalaman Magetan --siapa tahu istri saya lupa.
Dia punya anak perempuan yang sama hitamnya: Adeline. Suami wanita Congo itu orang Tanzania, Afrika. Wanita Congo di pantai barat kawin dangan pria dari Tanzania dari pantai timur.
Tidak jauh dari tempat kami ngobrol, Adeline juga lagi ngobrol bersama dua remaja putri. Yakni Si Ndet dan Ally. Adeline kulit hitam. Ndet coklat. Ally kulit kuning --kerurunan Tionghoa.
Mereka ngobrol dalam bahasa Inggris. Menarik juga melihat tiga putri beda ras berbicara dengan asyiknya. Sementara yang tua ngobrol dalam bahasa Mandarin dan Indonesia.
Tiga remaja dari tiga ras itu memang tergabung dalam satu grup. Grup debat. Mereka akan berdebat melawan grup-grup lain yang datang dari berbagai negara.
Ngobrol bersama orang tua peserta debat asal Congo ditemani orang tua asal Indonesia dan cucu mantunya Pak Iskan. Foto kanan Ndet (paling kiri) bersama tiga temannya.--
Tahun ini sekitar 1.600 remaja datang ke Yale University. Mereka terbagi dalam dua tingkatan. Yunior (SMP) dan senior (SMA). Mereka mengikuti The World Scholar’s Cup Tournament of Champions.
Dari 1.600 itu rasanya ada sekitar 100 dari Indonesia. Saya lihat ada yang dari SMA Aman (d/h Newmont) di Sumbawa barat daya. Ada juga dari SMP dan SMA Cikal (Cinta Keluarga) milik Najelaa Shihab dkk. Baik Cikal Jakarta maupun Surabaya. Ada dari sekolah Mentari Jakarta. Dari sekolah-sekolah Tionghoa Indonesia.
Saya hanya bertemu satu grup yang dari sekolah negeri: SMAN 5 Surabaya. Saya bertemu orang tua mereka. Jaket Persebaya yang saya pakai membuat mereka langsung mengenal siapa si pemakainya.
Grup tiga-remaja-beda-ras itu sendiri terbentuk dadakan. Tidak berteman sebelumnya. Mereka baru bertemu langsung di kampus Yale kemarin. Baru beberapa menit sebelum acara daftar ulang.
Adeline putri Jennifer yang dari Congo. Ally putri Natalie, seorang Tionghoa dari Jakarta. Si Ndet adalah buyutnya mbah Iskan dari SMP 5 Muhammadiyah Surabaya.
Tentu ketiganya sudah saling telepon beberapa hari sebelumnya, tapi baru di arena kompetisi bisa baku dapa.
Remaja dari segala ras dunia ada di kompetisi itu: putih, hitam, kuning, coklat, agak hitam, agak kuning, agak coklat...
Tahun lalu si Ndet sudah ikut kompetisi di sini. Dia berhasil meraih medali emas. Beberapa bulan lalu dia juga meraih empat medali emas di lomba debat serupa tingkat Asia di Korea Selatan.
"Tapi nilai akademik saya payah...," gurau si Ndet kepada kakeknyi.
Orang tua dari negara mana pun terlihat sama. Membiarkan anak cucu mereka independen. Bergaul sesama remaja. Tidak ada anak di situ yang terlihat terus menggelayut di tangan ibu bapaknya.
Kami pun, para orang tua, ngrumpi sendiri. Termasuk ayah dan ibunya si Ndet yang saya pasti mengenalnya.
Dari ngrumpi itulah saya baru tahu bagaimana si wanita Congo pintar berbahasa Mandarin. Lebih lancar dari saya. Juga dibanding umumnya ibu-ibu Tionghoa Indonesia yang ikut ngrumpi di situ.
Nama wanita Congo itu: Jennifer Masika. Meski lahir di Kinsasa, Congo, kuliahnya di Guangzhou. Jurusan computer science.
Di Guangzhou pula dia bertemu mahasiswa asal Tanzania. Muslim. Mereka kawin. Tanpa saling ganggu keyakinan. "Putri saya itu muslim," katanyi sambil menunjuk Adeline.
Waktu remaja, setamat SMP di Congo, Jennifer dibawa ayahnyi ke Jakarta. Sang ayah pengusaha. Pedagang. Di Jakarta sang ayah kulakan batik. Dijual di Afrika.
"Orang Afrika suka batik," kata Jennifer.
Jennifer dan suami juga sering tinggal di Indonesia. "Suami saya itu seperti tinggal di tiga negara: Tanzania, Indonesia, dan Tiongkok. Jennifer melahirkan Adeline di Jakarta.
Adeline dan Ally sebenarnya ingin punya grup debat sendiri. Sesama remaja Jakarta. Tapi salah satu anggotanya tidak bisa berangkat. Mereka harus cari satu anggota baru.
Di lain pihak si Ndet juga ingin mengulangi sukses tahun lalu. Tapi dua anggotanya, Janette Eve Stefanus (Surabaya) dan Wesley Huang (Kanada) tidak bisa berangkat. Ndet harus cari dua pengganti.
Tumbu ketemu tutup. Mereka bertiga bergabung menjadi satu tim baru. Janjian bertemu di lokasi kompetisi. Remaja bisa cari jalannya sendiri.
Apakah ayah Jennifer masih sering ke Jakarta?
"Ayah saya kini menetap di Congo. Urus kebun kopi," katanyi. Itu karena kakeknyi sudah tua. Umurnya sudah 96 tahun. Masih sehat. Hanya saja harus ada penerus yang urus kebun kopinya.
Ayah Jennifer-lah yang meneruskan jaga kebun kopi. "Luas sekali," katanyi. "Kopinya jenis Arabika," tambahnyi.
Sebenarnya saya tidak ikut mengantarkan Ndet ke Yale. Kebetulan saja saya lagi di New York. Akan ada acara di Hartford, kota terbesar di Connecticut.
Jarak New York ke New Haven hanya dua jam. Dari New Haven ke Hartford satu jam.
Apa salahnya mampir ke Yale University. Sekalian melihat kampus yang begitu terkenal dan begitu indah. Menlu Indonesia tahun 1974, Prof Dr Mochtar Kusumaatmaja, lulus S-2 (hukum) di situ.
Total mahasiswa Yale "hanya" 12.000 orang. Jumlah mahasiswa S-1-nya sama banyak dengan mahasiswa S-2/S-3.
Berapa rasio doktor dan mahasiswanya?
Kalau Anda tebak 1:2 itulah tebaan yang hampir tepat. Yale memang khas universitas riset. Satu doktor membimbing dua mahasiswa.
Kalau si Ndet (Andretti) bisa dapat medali emas lagi tahun ini ada harapan bisa dapat masuk ke Yale.
New Haven termasuk kota tua di Amerika. Ke kota inilah imigran angkatan awal dari Inggris tiba. Kota ini di pinggir pantai. Juga kota industri berat di masa silam.
Industri itu pelan-pelan pindah ke Pennsylvania. New Haven kian kehilangan penduduk. Kini kota New Haven menjadi seperti kota Yale University.
Tiba-tiba ada 1.600 orang datang ke sini. Angka itu bisa naik tiga kali lipat. Mereka diantar ayah-ibunya. Apalagi juga kakek-neneknya.
Sungguh tajam ide penggagas kejuaraan ini. Ekonomi dapat. Bisnis dapat. Intelektualitas dapat.
Hotel dan resto di New Haven hidup. Salah satu yang wajib kunjung: resto burger pertama di dunia: Louis Lunch. Dibuka 1885.
Saya tidak akan menuliskannya --biasanya akan muncul sendiri di Happy Wednesday. Oleh bapaknya si Ndet.(Dahlan Iskan)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Disway Edisi 16 November 2024: Pemerintahan Sederhana
Gianto Kwee
Birokrasi adalah "System", System "Tidak punya Hati" Yang menjalankan System "Tidak boleh" Menggunakan Hati nya saat bekerja !
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
BIROKRAT DAN BIROKRASI: YANG RUWET ADA, YANG BAIK BANYAK.. 1). Birokrat adalah kata benda: orangnya. 2). Birokrasi adalah sifatnya. 3). Sifatnya seperti apa, pastilah mengikuti orangnya. Awalnya kata birokrat itu konotasinya netral. Birokrasi, awalnya juga netral. Bahkan ada unsur "ideal" dan "harapan" di dalamnya. Idealnya, atau harapannya, pastilah sifat administrasi pemerintahan itu teratur dan efisien. Dalam perkembangannya, akan ideal atau tidak, itu sangat tergantung "pemimpin" dan "sistim administrasi" yang dikembangkannya. Tapi memang realitasnya, sifat atau sistim administrasi pemerintahan di manapun, akhirnya cenderung: 1). Tidak efisien. 2). Ruwet bin mbulet. 3). Koruptif.. ### Meski yang "sat set" dan "wat wet" juga "banyak".. Bukan hanya "ada".. Sekarang sudah "akan" lahir juga: Birokrat dan Birokrasi -- yang sederhana. Di Amerikana sana.. Semoga nanti juga di "sini"..
Lagarenze 1301
Santai sejenak. Suami-istri mengantre di luar kantor pemerintah yang mengurusi masalah kesejahteraan dan bantuan sosial di negara nun jauh di sana. Satu jam berlalu, satu jam lagi berlalu, dan kemudian tiga jam berlalu tanpa ada harapan. Antrean masih mengular sangat panjang. Suami kehilangan kesabaran dan berkata kepada istrinya, "Negara ini dijalankan dengan birokrasi yang sangat bobrok. Hanya ada satu solusi, saya akan menemui Presiden secara langsung dan memaksanya mundur." Istri meminta suaminya untuk tetap tenang. Namun, suami tidak mau mendengarkan. Ia segera keluar dari antrean dan berjalan menuju ke kantor Presiden. Dua jam kemudian, istri masih mengantre dengan sabar. Dia berdoa tak terjadi apa-apa pada suaminya. Sebab, bisa saja sang suami ditangkap, atau lebih buruk ditembak. Tiba-tiba suami muncul di sisi istrinya. "Apa yang terjadi?" istri bertanya, lalu menatap suaminya dengan bahagia, "syukurlah kamu berubah pikiran." “Saya tidak berubah pikiran,” kata suami sambil menggeleng, “antrean jauh lebih panjang di sana.”
Macca Madinah
Kok saya merasa, banyak hal yg terjadi di negara kita itu memang karena kurang kritis dan permisif. Sebagai contoh, kalau di kerjaan ye, kadang kan kita dikasih tugas tuh, kagak jelas. Bukannya diperjelas alias banyak tanya alias kritis, ya kita telen aja. Eee ternyata salah, lalu disalahin pula kok gak nanya, dst. Kalau di kantor pelayanan publik, misalnya lagi, kita tahu2 disodorin nilai akhir suruh bayar sekian, lalu gakada rincian bahkan kuitansi, kita lihat dulu tuh orgnya, duh males ah nanya, dah bayar aja, terjadilah sikap permisif. Coba, sedkit2 begitu diabaikan, ditumpuk, lama-lama, Anda tahulahhh. Itu baru contoh kecil.
Macca Madinah
Tadi dini hari menjelang subuh, ada tawuran di depan rusun di bilangan tambak. Mengelus dada, kok jadi sering kejadian hal seperti ini. Ada kenalan satu gedung, pas ketemu curcol pedih, anaknya meninggal karena tawuran, padahal anaknya itu cuma diajak nginep temannya di sekitar priok atau jakut gitu. Anak yg diharapkan, setelah besar, di akhir kuliah, sudah magang kerja, berakhir begitu saja. Memang Di Atas yg menentukan, semoga husnul khatimah.
Gregorius Indiarto
"Kamala kalau dibalik menjadi Alamak". Dahlan kalau kalau dibalik "njengking".
Jo Neca
Selamat pagi yang indah dari kampung.Buat pak Dahlan dan keluarga.Cak Mul.Bli Leong.Bu Nimaz.Pak Mirza.Pak Johannes K.Pak Gregorius.Mbak Fiona.Om Juve.Uda Faiz.Uda Udin.Pak Thamrin.Ko Liam.Ko Liang.Dan semua2.Jalani hidup dengan santai.Gak usah ngoyo.Apalagi mengharapkan :sepatu"dari orang yang terkenal Pelit dan suka makan Gratis.Hahhaa kalimat terakhir.Jujur saya ngenyek bapak mantan.Tapi kalau mau kaya memang harus pelit.Oo salah irit yang benar.Dan irit itu "beti"dengan PELIT..Permisi kabuur dulu.
Achmad Faisol
puncak kesempurnaan adalah sederhana... kalau ada materi sangat sulit, tetapi dosen bisa menerangkannya dengan sederhana sehingga mahasiswa mudah paham, berarti dosen itu sempurna dalam belajar... kalau ada pintu yang dibuka otomatis dengan perintah suara "buka pintu", dan tetap terbuka meskipun orangnya sedang batuk, pilek, beda logat, dll, berarti softwarenya sempurna... kalau ada mobil canggih bisa dioperasikan dengan sederhana -- tidak ribet bin mbulet, berarti pembuatan mobil itu sempurna... apakah kabinet ramping sederhana...? apakah kabinet gemuk dengan dalih wilayah negara sangat luas termasuk sederhana...? anda sudah tahu...
thamrindahlan
Pemerintah Sederhana Produtivitas Kinerja Luar Biasa. Sosok profesional Elon Musk tidak diragukan lagi. Teroboson teknologi melewati zaman. Cerdas, Donald Trump mengajak ke pemerintahan. Kewenangan Pengusaha + Penguasa memiliki daya dobrak ajaib. Bukan saja untuk mengembalikan kedigjayaan Amerika tetapi lebih dari itu dunia akan terpengaruh besar dari duo DT& EM. Satu saja harapan orang bumi agar dunia ini aman nyaman sejahtera ketika tidak ada lagi perang antar negara. Kita tunggu 2 bulan lagi DT dilantik sebagai Presiden USA. Gas pol jangan kendor. Salamsalaman
Waris Muljono
Beda trump, lain pula dengan pak Bowo. Trump ingin efisiensi, tafsirannya kabinet akan ramping. Pak bowo ingin akomodatif , akibatnya kabinet gemoy. Pak bowo merangkul semua keterwakilan : perwakilan semua partai, perwakilan semua pulau besar, perwakilan semua agama, perwakilan semua etnis besar, dan unsur-unsur lain. Pak bowo selalu membandingkan dgn eropa. Indonesia seluas eropa. Utk mengurus eropa perlu 27 mentri keuangan, 27 mentri luar negri, 27 mentri pertahanan, dst Tapi bagi saya yang rakyat jelantah ini, mau kabinetnya ramping , mau gemoy, yg di tunggu adalah hasilnya. Siapa tau kabinet gemoy pak bowo kerjanya lebih efektif sehingga hasilnya lebih maksimal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber:
Komentar: 29
Silahkan login untuk berkomentar
Masuk dengan Google