Menghayati Ketenangan Politik Husain Alting Sjah dalam Bisingnya Demokrasi di Maluku Utara
Husain Alting Sjah mengeluarkan closing statement layaknya seorang ksatria sejati meminta permohonan maaf setinggi-tingginya untuk seluruh pasangan-pasangan calon di dalam kontestasi politik pilkada Maluku Utara-Istimewa-
Namun, ketenangan Husain Alting Sjah menunjukkan arah baru. Ia menolak terjebak dalam kegaduhan politik transaksional yang menjadikan rakyat hanya alat untuk kepentingan sesaat. Ketenangan ini bukan pasifisme, tetapi keberanian untuk menghadapi sistem yang korup dengan mengorganisasi kekuatan rakyat secara strategis.
Sebagaimana Gramsci pernah menulis, “Dalam setiap pertempuran, optimisme kehendak harus mengatasi pesimisme intelek.” Husain Alting Sjah adalah manifestasi dari optimisme itu. Ia memahami bahwa perjuangan bukan tentang seberapa besar suara yang diteriakkan, tetapi tentang seberapa dalam akar yang ditanamkan.
Ketenangan sebagai Strategi Revolusioner
Dalam konteks politik hari ini, ketenangan Husain Alting Sjah adalah bentuk perlawanan terhadap narasi hegemoni. Ia memilih untuk tidak larut dalam drama politik, karena ia tahu bahwa revolusi sejati tidak lahir dari kegaduhan, tetapi dari proses panjang pengorganisasian, pembelajaran, dan pembebasan.
Kepada konstituen, esok adalah medan pertempuran kita. Setiap suara yang diberikan adalah pernyataan sikap terhadap sejarah. Dalam kebisingan demokrasi, suara kita adalah senjata yang harus diarahkan untuk menghancurkan hegemoni dan membangun tatanan baru yang adil.
Kemenangan dalam Dialetika Sejarah
Ketika malam ini berlalu, kita tidak hanya menutup satu bab dalam perjuangan ini, tetapi membuka pintu bagi perubahan yang lebih besar. Ketenangan Husain Alting Sjah adalah simbol bahwa pertempuran ini tidak dimenangkan di atas panggung, tetapi di dalam hati dan pikiran rakyat.
Sebagaimana Lenin pernah berkata, “Revolusi adalah pesta bagi yang tertindas.” Esok, pesta itu akan kita rayakan bersama. Dengan Husain Alting Sjah sebagai pemimpin, kita tidak hanya memilih seseorang untuk berkuasa, tetapi memilih masa depan yang lebih berdaulat, adil, dan bermartabat.
Mari kita jemput masa depan itu. Sebab, sebagaimana filosofi “Mari Moi Ngone Futuru” yang kembali kepada akar perjuangan kita dapat melangkah lebih jauh. Sebab hanya dengan kembali kepada akar kita dapat menanam harapan untuk generasi yang akan datang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: