Daun Kelor Gantikan Susu di Makan Bergizi Gratis? Edy Wuryanto: Dianggap Makanan Kambing!

Daun Kelor Gantikan Susu di Makan Bergizi Gratis? Edy Wuryanto: Dianggap Makanan Kambing!

Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mendukung Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) yang mewacanakan daun kelor sebagai alternatif pengganti susu dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).--Sabrina Hutajulu

JAKARTA, DISWAY.ID - Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mendukung Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) yang mewacanakan daun kelor sebagai alternatif pengganti susu dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Edy menyebut kelor sebagai "pohon ajaib," karena kandungan nutrisi tinggi yang dimiliki tanaman ini dan potensi besar budidayanya di Indonesia.

BACA JUGA:Pakar Gizi: Susu Ikan dan Daun Kelor Tak Bisa Gantikan Kandungan Susu Mamalia

“Kelor ini makronutrisinya tinggi, sangat ajaib. Di negara Eropa, hanya orang kaya yang bisa makan kelor karena mahal. Sementara di Indonesia, kelor mudah didapat, tapi ironisnya dianggap makanan kambing,” ujarnya dalam diskusi "Peran Penting Susu dalam Makan Bergizi Gratis (MBG)", di Jakarta Selatan pada Rabu 15 Januari 2025.

Ia menjelaskan bahwa kandungan zat gizi pada kelor sangat kompetitif jika dibandingkan dengan makanan bergizi lainnya.

“Bapak Ibu bisa bandingkan, zat besi dalam kelor lebih tinggi dari susu, kalium dalam kelor lebih tinggi dari pisang, dan protein dalam kelor lebih tinggi dari telur. Boleh dicek,” tegasnya.

BACA JUGA:Kreasi Makanan Bergizi dari Daun Kelor dan Telur, Cegah Stunting Sejak 1000 Hari Kehidupan Pertama

Kelor, yang dianggap biasa di Indonesia, ternyata menjadi bahan bernilai tinggi di negara maju.

“Di Jepang, pemerintah memberi nutrisi tambahan berupa tepung kelor kepada lansia. Ini menunjukkan pengakuan global terhadap manfaat daun kelor. Di sini, kita punya kesempatan untuk memanfaatkan kelor sebagai sumber makanan bernutrisi murah dan mudah dibudidayakan,” jelasnya.

BACA JUGA:Daun Kelor Banyak Manfaat, Menkes Minta Pemda NTT Meneliti Serius: Kaya Gizi

Namun, tantangan terbesar adalah mengubah stigma negatif masyarakat terhadap konsumsi kelor. Di beberapa daerah, makan kelor dianggap tabu atau dikaitkan dengan mitos.

“Di Jawa, misalnya, ada gurauan bahwa makan kelor bisa hilang kesaktian atau malah kesurupan. Padahal, yang lebih penting adalah melihat kandungan nutrisinya,” katanya.

Edy menegaskan bahwa setiap daerah memiliki potensi sumber nutrisi lokal yang bisa dioptimalkan.

BACA JUGA:Daun Kelor Banyak Manfaat, Menkes Minta Pemda NTT Meneliti Serius: Kaya Gizi

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads