Jalan Islah Polemik Nasab: Kembali ke Ikatan Kultural Kebangsaan dan Program Kebhinnekaan
Habaib di tengah jemaah dalam acara dzikir dan sholawat.-ist -
Pergeseran ke identitas disertai kekerasan fisik, pelaporan tindakan pidana kepada kepolisian, dan tuduhan pencemaran nama baik.
Terminologi pribumi versus nonpribumi diartikan dengan cara radikal, yang hampir sama dengan pengertian muslim dan kafir.
BACA JUGA:Puan Kenang Paus Fransiskus, Sosok yang Rendah Hati dan Penuh Kesederhanaan
Pribumi dianggap selalu benar dan nonpribumi salah. Muslim dianggap selalu benar, dan kafir salah. Cara pandang yang dikotomis ini tidak saja berseberangan dengan kebhinekaan Mpu Tantular, tetapi juga tidak relevan dalam konteks masyarakat multikultural, plural, dan menjalani globalisasi.
Krisis identitas yang mengarah pada radikalisme seperti kanker. Program-program pemerintah yang memperkuat kebhinnekaan sama urgennya dengan program-program anti-radikalisme dan anti-terorisme.
Keresahan publik akibat konfrontasi antar kelompok sama parahnya dengan keresahan akibat terorisme agama. Polemik identitas kini menampilkan wajah teror atas nama identitas-kultural.
Diseminasi gagasan kebhinekaan harus mampu menyentuh level akar rumput. Sebab, para pendukung kubu-kubu yang sedang berkonflik mulai digerakkan oleh faktor psikologis dan emosi dari pada faktor akademik. Perdebatan yang bermula dari riset dan panggung ilmiah berujung pada propaganda dan mobilisasi massa.
Perdebatan kini sudah tidak lagi produktif, dan tidak mencerdaskan anak bangsa. Sebaliknya, perdebatan mengarah pada konflik, kekerasan, dan tindakan pidana. Oleh karenanya, pemerintah perlu segera bertindak lebih cepat, jangan sampai polemik berubah konflik. (*)
Miftah Maulana Habiburrahman, Utusan Khusus Presiden RI Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
