bannerdiswayaward

Jalan Islah Polemik Nasab: Kembali ke Ikatan Kultural Kebangsaan dan Program Kebhinnekaan

Jalan Islah Polemik Nasab: Kembali ke Ikatan Kultural Kebangsaan dan Program Kebhinnekaan

Habaib di tengah jemaah dalam acara dzikir dan sholawat.-ist -

LELUHUR Nusantara mewariskan sebuah pesan moral yang begitu indah, sebagai pegangan generasi selanjutnya, yaitu: Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Boleh berbeda-beda, tetapi tetap satu jua.

Warisan pesan moral itu semestinya dapat memperkokoh semangat persatuan sebagai bangsa yang besar yang penuh keragaman. Juga dapat menyikapi hal yang berpotensi melahirkan perpecahan.

Pesan demikian semakin relevan dalam konteks kehidupan hari-hari ini. Di mana, di tengah masyarakat yang terdapat perbedaan satu dengan lainnya.

BACA JUGA:Meski RUU KUHAP Punya Kelebihan, Habiburokhman Sebut Komisi III DPR Tetap Butuh Masukan Masyarakat

Seperti di antaranya, terhadap mencuatnya polemik nasab. Ada perbedaan pandangan golongan habaib Ba'alawi dengan Perjuangan Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah (PWI-LS).

Perbedaan meluas dan rentan terjadi konflik, termasuk belakangan Pengurus Besar (PB) Alkhairaat terseret dalam arus konflik. Konflik seperti Si Jago Merah yang melahap apapun di hadapannya.

Berbeda-beda soal nasab pun semestinya bisa disikapi dengan mengedepankan prinsip "Bhinneka tunggal Ika" tersebut.

Mpu Tantular (w. 14 M.) menulis dalam kitabnya, Sutasoma, “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa”. Berbeda-beda tetap satu jua, karena tidak ada kebenaran yang mendua. Mpu Tantular telah memberi prinsip tentang perlu merayakan pesta keragaman.

Perbedaan tidak perlu menjadi batu sandungan bagi persatuan. Begitulah generasi penerus bangsa seharusnya berperilaku, dengan akar budaya Nusantara yang sama.

Sering kali orang lupa bahwa semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”  bukan hanya tentang seruan moral. Sebaliknya, Mpu Tantular menyebutnya sebagai hasil dari dialektika kebenaran. Satu frasa penting setelahnya berbunyi “Tan Hana Dharma Mangrwa”.

Perbedaan yang dimaksudkan bukan semata berbeda ras, suku, dan etnis yang “given” dari Tuhan. Tetapi juga perbedaan karena dharma; perbedaan yang lahir dari kebenaran relatif, atau berpijak pada keragaman metodologis.

BACA JUGA:Tegaskan Tak Ada Matahari Kembar, Istana: Prabowo Tak Ada Masalah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dharma berarti tugas, tanggung jawab, dan kebajikan. Mpu Tantular menyebut, tidak ada dharma yang mendua.

Berarti tidak ada tugas, tanggung jawab dan kebajikan dimana yang satu benar dan yang lain salah. Darma itu tunggal, dan manifestasi dari darma itu beragam. Dengan kata lain, keragaman merupakan pantulan dari darma yang satu.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Close Ads