Mencari Solusi untuk Kasus Intoleransi
Ilustrasi insiden Cidahu, Sukabumi, pada 27 Juni 2025 lalu, yang menjadi sorotan publik.-ist-
Solusi untuk kasus seperti ini bukanlah dengan melakukan tindakan represif atau kekerasan, tetapi melalui dialog dan kerjasama antara semua pihak yang terlibat.
Pemerintah, aparat keamanan, tokoh agama, dan masyarakat harus duduk bersama untuk mencari solusi yang adil dan damai. Dialog ini dapat membantu memahami kekhawatiran dan kebutuhan masing-masing pihak serta menemukan cara untuk mengakomodasi kepentingan semua pihak.
Penerapan hukum yang adil dan konsisten juga sangat penting dalam penyelesaian kasus intoleransi dan kekerasan. Hukum harus diterapkan secara sama rata kepada semua pihak, tanpa memandang latar belakang agama atau kepercayaan.
Oleh karena itu, aparat penegak hukum harus profesional dan tidak memihak dalam menangani kasus-kasus serupa.
Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat
Pendidikan dan kesadaran masyarakat juga sangat penting dalam mencegah kasus intoleransi dan kekerasan. Dengan meningkatkan pemahaman dan empati antarumat beragama, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan mendukung bagi semua orang, terlepas dari perbedaan agama atau kepercayaan. Oleh karena itu, pendidikan tentang toleransi dan kerukunan beragama harus ditingkatkan di semua tingkat masyarakat.
BACA JUGA:Haji dan Pesan Membangun Ekonomi Kerakyatan
Selain itu, untuk mengatasi ketegangan sosial seperti kasus di atas, seorang penulis Kristen Koptik Mesir, Milad Hanna dalam bukunya Qabulul Akhar (Menerima Yang Lain) menegaskan peran penting diantara masyarakat, terutama tokoh masyarakat untuk turut aktif mengubah "sentimen parsial-sektoral" ke sentiman yang lebih besar, yaitu sosial-kolektif, supaya persaudaraan abadi menjadi faktor asasi yang bisa menggerakkan sejarah sosial, dalam hal ini adalah terciptanya kerukunan beragama. (inna masya’ir al-insaniyah al-jama’iyah hiya ahadul ‘awamil fî tahrîk al-tarikh).
"Sentimen sosial-kolektif" harus terus diwacanakan, sehingga ego sektoral turun, dan kesadaran hidup bersama dengan menghargai perbedaan tumbuh dan pelan-pelan persaudaraan terjalin. Dari yang skala kecil, dari bawaan lahir: misalnya warna kulit, klan, sampai perbedaan kepercayaan dan agama.
Sekali lagi, kasus pengrusakan rumah ibadat minoritas harus menjadi perhatian serius bagi kita semua. Dengan mengedepankan dialog, kerjasama, dan keadilan, kita dapat menemukan solusi yang tidak hanya menyelesaikan masalah, tetapi juga memperkuat kohesi sosial dan harmoni di masyarakat. Mari kita bekerja sama untuk menciptakan masyarakat yang lebih toleran, damai, dan inklusif bagi semua. wallahu'alam bishawab.
*) KH Miftah Maulana Habiburrahman, Pengasuh Ponpes Ora Aji, Sleman, DI Yogyakarta.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
