bannerdiswayaward

Mengenal Dominus Litis dalam RUU KUHAP, Berpotensi Ganggu Independensi Penyidikan?

Mengenal Dominus Litis dalam RUU KUHAP, Berpotensi Ganggu Independensi Penyidikan?

Forum Dosen Hukum Pidana Indonesia menyatakan sikap prihatin atas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) 2025/ilustrasi hukum-Freepik-

JAKARTA, DISWAY.ID - Penolakan terhadap pengaturan asas dominus litis secara mutlak di dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) disuarakan oleh sejumlah ahli hukum pidana.

Salah satunya, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Kristen Indonesia (UKI), Prof. Dr. Mompang L. Panggabean, S.H., M.Hum, mengritik rencana pemberlakuan asas dominus litis secara mutlak dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang saat ini sedang dibahas oleh DPR dan pemerintah.

BACA JUGA:UKI Soal Rancangan RUU KUHAP: Perlu Pengawasan Ketat pada Asas 'Dominus Litis'

BACA JUGA:Ada 103 Barang Bukti dalam Kasus Kematian Arya Daru: Sidik Jari dan DNA Teridentifikasi Milik Korban

Menurutnya, penguatan peran dominan jaksa penuntut umum dalam proses penyidikan justru berpotensi mengganggu independensi penyidik dan menimbulkan ketimpangan kewenangan antarlembaga penegak hukum yang terdapat di dalam criminal justice system.

"Asas dominus litis secara mutlak, dengan memberikan kendali penuh kepada penuntut umum terhadap arah dan proses penyidikan, kurang tepat diterapkan dalam sistem hukum pidana kita yang menganut prinsip keseimbangan kewenangan. Apalagi jika mengamati budaya hukum selama ini, dimana timbul kesan bahwa posisi penuntut umum seakan-akan lebih tinggi daripada penyidik," ujar Prof. Mompang saat ditemui di Cawang pada Selasa, 29 Juli 2025.

Ia berpendapat, jika prinsip ini diberlakukan, maka jaksa akan memiliki wewenang untuk menentukan apakah sebuah perkara layak disidik lebih lanjut atau dihentikan, bahkan sejak tahap awal penyidikan.

Hal ini berpotensi mengaburkan batas kewenangan antara penyidik dan penuntut, serta mereduksi independensi polisi sebagai penyidik. 

"Penyidikan adalah proses yang seharusnya dilakukan secara objektif dan profesional oleh penyidik, bukan di bawah arahan dan dominasi jaksa. Kalau fungsi ini dilemahkan, maka sistem kontrol dalam proses penegakan hukum menjadi tidak berjalan. Padahal semua subsistem dalam sistem peradilan pidana memiliki kedudukan dan peran yang sama demi mencapai visi misi penegakan hukum bertolak dari pendekatan sistem sebagaimana diutarakan Prof. Satjipto Rahardjo," jelasnya.

BACA JUGA:Komnas HAM Minta DPR Perpanjang Waktu Pembahasan RUU KUHAP: Demi Kualitas dan Perlindungan HAM

Prof. Mompang menekankan bahwa reformasi hukum acara pidana di Indonesia semestinya bertujuan memperkuat sinergi antarinstitusi penegak hukum, bukan malah memperbesar dominasi satu pihak atas yang lain. Menurutnya, keberadaan asas dominus litis secara mutlak justru akan menciptakan ruang intervensi yang besar dan membuka potensi penyalahgunaan kewenangan. Penguatan kelembagaan harus dilakukan demi memperbaiki struktur hukum yang ada seraya menciptakan budaya hukum yang sehat.

“Jangan sampai kita mengorbankan prinsip dasar hukum acara hanya demi alasan efisiensi atau kepraktisan. Kita justru harus menjaga sistem yang menjamin keadilan substantif dan perlindungan hak asasi manusia,” imbuhnya.

Ia juga memberi masukan terkait proses pembahasan RUU KUHAP yang seharusnya lebih melibatkan partisipasi masyarakat dan akademisi secara luas. "Pembentukan KUHAP bukan perkara teknis semata, ini menyangkut hak dasar warga negara dalam menghadapi proses hukum. Oleh karena itu, partisipasi publik adalah keniscayaan, terlebih apabila mengingat bahwa pembaruan hukum pidana secara integral harus menyeluruh meliputi pembaruan dalam hukum pidana materiel, hukum pidana formil dan hukum pelaksanaan pidana," tegas Prof. Mompang.

Ia mengingatkan bahwa KUHAP versi 1981 merupakan tonggak penting dalam reformasi hukum pidana Indonesia, yang berhasil menggantikan sistem kolonial warisan Herziene Inlandsch Reglement (HIR), tetapi harus disadari bahwa telah banyak pembaruan dilakukan lewat putusan Mahkamah Konstitusi. Maka, setiap perubahan terhadap KUHAP harus dilakukan dengan kehati-hatian dan tidak terburu-buru – hanya karena KUHP Nasional sudah akan mulai berlaku tahun depan – sehingga jangan sampai mengabaikan prinsip-prinsip dasar negara hukum.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads