UKI Soal Rancangan RUU KUHAP: Perlu Pengawasan Ketat pada Asas 'Dominus Litis'
Forum Diskusi Ilmiah Mahasiswa (FDIM) Fakultas Hukum UKI menyelenggarakan diskusi publik bertema "Dominus Litis dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP)” di Auditorium FK-UKI-Dok. UKI-
JAKARTA, DISWAY.ID - Forum Diskusi Ilmiah Mahasiswa (FDIM) Fakultas Hukum UKI menyelenggarakan diskusi publik bertema "Dominus Litis dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP)” di Auditorium FK-UKI.
Ketua FDIM FH UKI, Kevin Simatupang, mengatakan diskusi publik ini dilatarbelakangi karena terjadinya proses pembahasan RUU KUHAP yang tergesa-gesa.
BACA JUGA:Polda Metro Periksa Jokowi di Solo Terkait Tudingan Ijazah Palsu
BACA JUGA:Pengunjung Wanita Ditangkap Petugas Lapas Curup Bengkulu saat Selundupkan Sabu ke Dalam Nasi Bungkus
Selain itu, adanya pertentangan oleh berbagai pihak terkait isu asas dominus litis yang akan memperkuat kewenangan Jaksa dalam penanganan penegakan hukum.
Ahli Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang merupakan team pengkaji RUU KUHAP Dr. Febby Mutiara Nelson,S.H.,M.H berpendapat terkait masalah yang utama terletak pada disharmoni koordinasi dan komunikasi antara penyidik dan penuntut umum, terutama dalam tahap prapenuntutan.
Menurutnya, RUU KUHAP perlu memasukkan mekanisme pengawasan eksternal terhadap kolaborasi antara jaksa dan penyidik.
Selanjutnya, salah satu ahli hukum litigasi dan akademisi hukum sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia, Hendri Jayadi Pandiangan, berpendapat bahwa asas dominus litis saat ini berlaku bagi Kejaksaan dalam tindak pidana khusus yaitu Korupsi, dimana Kejaksaan dapat menjadi Penyidik dan sekaligus penuntut.
BACA JUGA:Tak Dilibatkan dalam Proses Revisi KUHAP, KPK Bersurat ke Presiden dan Ketua DPR
BACA JUGA:Rekonstruksi Kasus Pembunuhan Wanita di Cisauk Bikin Geram Warga, 75 Adegan Diperagakan
Akan tetapi ada kekawatiran kedepan dimana asas dominus litis dapat memusatkan kekuasaan kejaksaan secara berlebih dan berpotensi dapat menimbulkan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) serta dikhawatirkan kedepan institusi kejaksaan yang kita cintai dan banggakan menjadi alat kekuasaan dan politik hal ini harus menjadi perhatian kita bersama.
Menurut Hendri, sistem peradilan pidana Indonesia harus mengedepankan integrasi antar lembaga penegak hukum (penyidik, jaksa, hakim, advokat).
"Kewenangan yang dominan pada penanganan tindak pidana berpotensi menimbulkan konflik antar institusi penegakan hukum dan intervensi politik” Ujar Hendri.
Hendri mengusulkan diperlukan aturan teknis bersama (misalnya SKB antara Polri-Kejaksaan-KPK-TNI) yang mengatur peran masing-masing lembaga secara adil dan terukur. Selain itu jika asas dominus litis yang arti harafiahnya “pemilik atau pengendali perkara” sehingga menimbulkan tendesi dan dampak negatif, maka secara hukum progresif bisa saja asas tersebut dihilangkan diganti dengan diferensiasi fungsional”
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
