Remisi Setnov Tuai Kontroversi, Anggota Komisi III DPR Sebut Wajar, Hak Seorang Terpidana
Anggota Komisi III DPR RI, Soedeson Tandra, mengatakan bahwa prinsip hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, termasuk soal remisi.--DPR
JAKARTA, DISWAY.ID - Keputusan pemberian remisi kepada narapidana kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto (Setnov), menuai sorotan publik.
Anggota Komisi III DPR RI, Soedeson Tandra, mengatakan bahwa prinsip hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, termasuk soal remisi.
"Kita harus memegang prinsip Equality before the law. Persamaan dihadapan hukum. Apakah itu kasus mencuri, Pembunuhan, korupsi," ujarnya di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 19 Agustus 2025.
Ia menjelaskan bahwa semua terpidana memiliki hak hukum yang sama, termasuk hak untuk memperoleh remisi apabila memenuhi syarat yang ditentukan.
"Begitu yang bersangkutan dihukum Maka namanya terpidana. Terpidana berhak mendapatkan remisi. Jadi kalau kami itu adalah bagian dari hak beliau sebagai seorang terpidana yang berkelakuan baik dan sebagainya Yang mendapatkan remisi. Kan persamaan di depan hukum," jelasnya.
BACA JUGA:Setnov Bebas Bersyarat di Momen HUT RI ke 80, Ini Tanggapan KPK
Namun demikian, kebijakan ini tetap menimbulkan pro dan kontra, terlebih setelah pernyataan Presiden terpilih Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR yang menegaskan komitmen tegas terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Jadi saya memberikan Pendapat saya di normatif. Hukum itu normatif. Hitam atau putih. Masalah pendegarkan hukum itu urusan lain. Tanya kepada Instansi," pungkasnya.
Diketahui, Narapidana kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto telah bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Jawa Barat pada Sabtu, 16 Agustus 2025.
Kepala Kanwil Ditjenpas Jawa Barat Kusnali mengatakan, terpidana korupsi Setya Novanto divonis 15 tahun penjara.
Namun, dalam perjalanannya yang bersangkutan mengajukan peninjauan kembali (PK) pada 4 Juni 2025.
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan pengajuan PK itu sehingga hukumannya didiskon menjadi 12 tahun 6 bulan.
Dalam putusan MA, Setnov didenda Rp500 juta ditambah uang pengganti Rp49 miliar.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
