Tak Hadir Dalam Sidang, Wapres Gibran Tunjuk Pengacara Professional untuk Hadapi Gugatan Ijazah
Tak Hadir Dalam Sidang, Wapres Gibran Tunjuk Pengacara Professional untuk Hadapi Gugatan Ijazah-Disway/Candra Pratama-
JAKARTA, DISWAY.ID-- Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka tidak hadir dalam persidangan gugatan perdata soal ijazah miliknya yang saat ini masih bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Meski begitu, Gibran menunjuk tiga kuasa hukum professional untuk menghadapi gugatan tersebut. Mereka adalah: Dadang Herli Saputra, Basuki dan Anton Aulawi.
BACA JUGA:Siap-Siap! Peluncuran SNPMB 2026 Bakal Dirilis Besok, Jangan sampai Ketinggalan
BACA JUGA:Resmi! Ojol, Sopir hingga Kurir Dapat Subsidi 50 Persen BPJS Ketenagakerjaan
"Bukan (pengacara negara). (Kami) pengacara profesional. Sudah pribadi. Kami mewakili Gibran Rikabuming Raka," ujar Dadang di PN Jakpus, Senin, 15 September 2025.
Dadang mengakui, sidang kedua gugatan ijazah milik Gibran ini ditunda lantaran masih ada dokumen yang belum lengkap. Yakni perihal Kartu Tanda Penduduk (KTP).
"KTP dari tergugat (gibran) belum dilengkapi. Kalau kami (PH) sudah lengkap semua," tuturnya.
Karena masih ada dokumen yang kurang, hakim memutuskan untuk menunda persidangan tersebut ke pekan depan (22 September 2025.
BACA JUGA:Daftar PTN Miliki Rektor Baru, Resmi Dilantik Menteri Brian Yuliarto
BACA JUGA:Sedih! Mawar de Jongh Berjuang Lawan Kanker di Film 'Sampai Titik Terakhirmu'
"KTP T1 kan belum ya, untuk fotocopy KTP T1. Gitu ya pak ya. Nanti dibawa untuk persidangan berikutnya hari Senin, tanggal 22 ya," kata Ketua Majelis Hakim PN Jakpus, Budi Prayitno, Senin, 15 September 2025.
"Nanti sidang berikutnya senin tanggal 22, untuk melengkapi legal standing dari T1 T2," sambung Budi.
Sekadar informasi, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) menggelar sidang perdana atas gugatan perdata soal ijazah SMA Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, pada Senin, 8 September 2025.
Diketahui, gugatan itu dilayangkan oleh seorang warga negara Indonesia bernama Subhan Palal. Gugatan terdaftar dengan nomor perkara: 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst.
Subhan menerangkan, Gibran ketika mendaftar menjadi Calon Wakil Presiden (Cawapres) saat itu tidak memenuhi syarat-syarat pasal yang sudah ditentukan. Jadi lebih kepada pribadi.
BACA JUGA:DPR Targetkan RUU KUHAP dan Perampasan Aset Rampung Tahun Ini?
"Intinya begini, saya menggugat, waktu itu ya, bukan yang sekarang. Calon wakil presiden yang tidak memenuhi syarat pendidikannya. Itu, itu gugatannya intinya," ujarnya di PN Jakpus, Senin.
Dia pun menganalogikannya seperti membeli handphone (HP). Ketika ditawarkan merk A: fiturnya sangat lengkap, namun saat dipilih ternyata ada salah satu fungsinya yang kurang.
"Nah, saya minta dikembalikan dong HP itu. Itu, apa, relasinya begitu. Ini bukan soal pemilu," jelasnya.
"Nah masalah, nah ini yang kami gugat karena ada cacat bawaan. Cacat bawaannya apa? Tidak memiliki ijasah SMA yang dipersyaratkan oleh undang-undang. Gitu loh, karena dia kena minimum, minimum pembatasan itu kena," sambungnya.
Berdasarkan informasi yang diterima, Gibran merupakan lulusan SMA diluar negeri. Oleh karena itu, penggunggat menganggap hal tersebut cacat hukum.
BACA JUGA:OJK Buat Aturan Baru terkait Pembiayaan UMKM, Berikut Isi Pokoknya
BACA JUGA:Inilah Keunggulan Mitra EV untuk Bersaing di Segmen Kendaraan Komersial Listrik
Gibran dianggap tidak pernah tamat SMA atau sederajat atau melanggar Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, Pasal 169 huruf (1) jo Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 13 huruf (r).
Aturan tersebut mengamanatkan syarat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden riwayat pendidikannya harus tamat minimal SMA atau sederajat.
"Begini, saya menghormati dan menghargai teman-teman atau saudara-saudara kita yang sekolah di luar negeri, itu bagus. Tapi kalau ini kan khusus untuk calon presiden, itu dibatasi oleh undang-undang," urainya.
Apabila untuk teman-teman yang sekolah di luar negeri lalu menjadi pejabat di sini, kata Subhan, harus melalui prosedur yang sesuai.
"Ada caranya, apa, di dikti, ada membuat peraturan bagaimana penyetaraan ijazah itu. Ada, ternyata apa, penyetaraan ijazah itu hanya untuk sekolah kelanjutan, bukan untuk syarat menjadi pejabat di sini," tukasnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
