Kemenperin Soal Maraknya PHK di Industri Tekstil: Tidak Bisa Dikaitkan dengan Kebijakan
Kemenperin Soal Maraknya PHK di Industri Tekstil: Tidak Bisa Dikaitkan dengan Kebijakan-Istimewa-
JAKARTA, DISWAY.ID-- Menanggapi tudingan yang disampaikan oleh Ikatan Alumni Tekstil dan Kahmi Rayon terkait dengan pihaknya yang dianggap sebagai penyebab PHK massal di sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) akibat lemahnya tata niaga impor, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dengan tegas menyatakan bahwa data instrumen yang dimiliki Kemenperin hanya sebagian dari rantai ekosistem importasi Tekstil.
Hal tersebut disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arief.
BACA JUGA:Prabowo: Perdamaian Palestina-Israel Hanya Tercapai Jika Keamanan Semua Pihak Terjamin
BACA JUGA:Di IMOS 2025, Kakorlantas Gaungkan Semangat Keselamatan Bersama Bikers
Menurutnya, gap antara data BPS dan pertek tidak bisa serta merta dikaitkan dengan kebijakan Kemenperin, karena barang impor bisa masuk melalui Kawasan Berikat ke pasar dalam negeri, impor borongan, maupun barang ilegal, semuanya tanpa lartas (larangan terbatas) pertek dari Kemenperin.
“Justru impor terbesar bukan dari alokasi pertimbangan teknis (pertek) impor yang diterbitkan Kemenperin. Ini yang perlu dipahami dulu baru bisa memberikan opini sehingga tidak terjadi sesat pikir. Di ruang demokrasi boleh menyampaikan pendapat, tetapi harus dibarengi pemahaman dan data objektif,” tegas Febri kepada media secara daring, pada Rabu 24 September 2025.
Lebih lanjut, Febri mengungkapkan bahwa total kode HS industri TPT dari hulu hingga hilir berjumlah 1.332 pos tarif.
BACA JUGA:Pigai Terkesima dengan Pidato Prabowo Subianto di Sidang PBB: Saya Sampai 9 Kali Tepuk Tangan!
Dari jumlah tersebut, yang termasuk kategori Lartas dengan kewajiban PI dan Pertek sesuai Permendag Nomor 17 Tahun 2025 mencapai 941 HS atau 70,65 persen, sedangkan yang wajib LS tercatat 980 HS atau 73,57 persen.
Sebelumnya, berdasarkan Permendag Nomor 8 Tahun 2024, jumlah HS yang diatur perteknya oleh Kemenperin hanya sebanyak 593 HS, atau sekitar 44,51 persen.
Perubahan ini menunjukkan bahwa banjir produk impor TPT terjadi ketika banyak kode HS produk TPT tidak kena lartas, LS atau PI.
“Sejak 2017 hingga kini, pengaturan impor TPT selalu didasarkan pada aturan resmi,” tegas Febri.
“Sejak 16 Februari 2017 hingga Juli 2022, alokasi impor dilakukan dengan mekanisme data kebutuhan tahunan dari Kemenperin, berdasarkan Rakortas tingkat Menteri di Kemenko Perekonomian,” tambahnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
