bannerdiswayaward

Polemik PBNU: Pelanggaran Berat, Bukan Perselisihan

Polemik PBNU: Pelanggaran Berat, Bukan Perselisihan

KH Yahya Cholil Staquf-Instagram @yahyacholilstaquf-

Polemik yang terjadi di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) saat ini bukanlah sekadar "perselisihan biasa" antarpengurus yang bisa diselesaikan dengan narasi islah (perdamaian). Sebaliknya, polemik ini berakar pada tuduhan pelanggaran berat yang sudah dilakukan oleh Ketua Umum (Ketum) PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), sebagaimana ditegaskan oleh beberapa pihak internal syuriah, bahkan Rais Am.

Tetapi belakangan, ada upaya sistematis dari pihak pendukung untuk mengaburkan substansi masalah dan menggiring opini publik seolah-olah yang terjadi hanyalah konflik internal biasa, demi membuka pintu keluar melalui islah dari konsekuensi pelanggaran yang jelas, dan ini justru bisa mengaburkan fakta dengan narasi simpel "perselisihan."

Pihak yang menghendaki islah, termasuk beberapa wakil ketum PBNU, secara konsisten menyebut situasi ini sebagai "konflik" atau "kisruh internal" yang harus diredam demi keutuhan organisasi. Narasi ini sengaja dibangun untuk menutupi sifat pelanggaran yang dituduhkan. Pemecatan atau pemberhentian ketum PBNU yang tertuang dalam surat edaran Syuriyah adalah sanksi, yang didasari oleh dugaan pelanggaran terhadap AD/ART dan peraturan organisasi, termasuk isu terkait pengelolaan keuangan, bukan sekadar perbedaan pendapat.

Jika masalahnya adalah pelanggaran berat, maka mekanismenya adalah penegakan aturan organisasi dan pertanggungjawaban, bukan islah. Analogi sederhana: sebuah tindakan "salah" dari anak, tidak bisa orang tua cukup menyelesaikan hanya dengan "perdamaian", tanpa sanksi, atau dalam kaca mata hukum, pelaku tidak bisa diselesikan hanya mengandalkan mediasi, tanpa proses hukum yang berlaku. 

Maka, dengan menggiring opini ke arah perselisihan, substansi pelanggaran berat menjadi kabur, dan tuntutan akuntabilitas bisa dinegosiasikan atau bahkan diabaikan. Upaya paling kentara dalam membangun narasi islah adalah melibatkan dan mempolitisasi para kiai sepuh.

Forum sesepuh NU memang telah berkumpul dan menyerukan islah untuk menghentikan polemik publik (29/11). Seruan ini, meskipun didasari niat baik untuk menjaga marwah dan keutuhan NU, secara tidak langsung dimanfaatkan oleh pihak terkait untuk memperkuat argumen bahwa masalahnya hanya "salah paham" yang butuh mediasi.

Padahal, polemik ini tidak memerlukan islah karena ada pelanggaran berat yang telah terjadi. Para kiai sepuh, dengan kharisma dan otoritas moralnya, seharusnya didudukkan sebagai penegak aturan dan keadilan, bukan sekadar juru damai untuk pelanggaran serius. Memanfaatkan wibawa mereka untuk menutupi kesalahan struktural adalah bentuk politisasi yang merugikan marwah ulama itu sendiri.

Pelanggaran Berat Menuntut Akuntabilitas

Organisasi sebesar dan sehormat NU memiliki mekanisme dan aturan yang jelas terkait pemberhentian fungsionaris yang melanggar AD/ART. Surat edaran PBNU yang sempat beredar menyebutkan rujukan pasal-pasal spesifik dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama. Ini menunjukkan bahwa masalahnya adalah soal kepatuhan terhadap hukum organisasi, bukan soal "baper" atau konflik personal.

Islah adalah jalan terbaik untuk meredakan kisruh elite (seperti yang diungkapkan pakar hukum Unnes), tetapi tidak bisa menjadi jalan pintas untuk menghindari konsekuensi hukum organisasi dari pelanggaran berat. Jalan satu-satunya yang bermartabat adalah menjalani proses sesuai aturan yang berlaku, memastikan audit (jika terkait keuangan) berjalan tuntas, dan menegakkan keadilan di internal organisasi.

Jadi, upaya mengaburkan masalah pelanggaran berat menjadi sekadar "perselisihan" adalah taktik untuk menghindari pertanggungjawaban. PBNU membutuhkan akuntabilitas dan penegakan aturan yang tegas, bukan islah yang prematur dan menutupi substansi masalah. Marwah organisasi dan para kiai sepuh harus dijaga dengan menegakkan kebenaran, bukan dengan kompromi terhadap pelanggaran. Maka keputusan pemecatan dari Syuriah secar kolektif dan kolegial tidak elok kalau dibenturkan dengan para kiai sepuh. Wallahahu'alam bishawab.

*) Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon


KH Imam Jazuli --Dokumentasi Pribadi

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Close Ads