JAKARTA, DISWAY.ID – DPR ungkapkan bahwa PBB hapus ganja dari dari daftar narkoba paling berbahaya.
Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris yang menilai bahwa Indonesia harus sudah memulai kajian tentang manfaat tanaman ganja (Cannabis sativa) untuk kepentingan medis.
Pembahasan tersebut menyusul viralnya foto Pika, anak penderita Cerebral Palsy, bersama sang ibunda saat di Car Free Day (CFD) di Bundaran HI yang menyampaikan bahwa anaknya butuh ganja medis untuk pengobatan.
BACA JUGA:Bupati Tangerang Didesak Cabut Izin 2 Outlet Holywings di Kelapa Dua dan Pagedangan
BACA JUGA:DPR Akan Kaji Legalisasi Ganja Medis di Indonesia Setelah Viral Ibu Minta Ganja Medis untuk Anaknya
“Kajian medis yang obyektif ini akan menjadi legitimasi ilmiah, apakah program ganja medis perlu dilakukan di Indonesia,” kata Charles.
Dilansir dari dpr.go.id, Charles mengatakan, pada akhir 2020 Komisi Narkotika PBB (CND) sudah mengeluarkan ganja dan resin ganja dari Golongan IV Konvensi Tunggal tentang Narkotika tahun 1961.
Artinya, ganja sudah dihapus dari daftar narkoba paling berbahaya yang tidak memiliki manfaat medis.
“Sebaliknya, keputusan PBB ini menjadi pendorong banyak negara untuk mengkaji kembali kebijakan negaranya tentang penggunaan tanaman ganja bagi pengobatan medis,” jelasnya.
BACA JUGA:Aturan Beli Minyak Goreng Pakai PeduliLindungi Belum Disampaikan ke DPR, ‘Pemerintah Jangan Kaku’
Menurut Charles, di dunia kini terdapat lebih dari 50 negara yang telah memiliki program ganja medis, termasuk negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand.
“Terlepas Indonesia akan melakukan program ganja medis atau tidak nantinya, riset adalah hal yang wajib dan sangat penting dilakukan untuk kemudian menjadi landasan bagi pengambilan kebijakan/penyusunan regulasi selanjutnya,” jelas Charles.
Politisi PDI Perjuangan ini berpandangan riset medis harus terus berkembang dan dinamis demi tujuan kemanusiaan.
“Demi menyelamatkan kehidupan Pika, dan anak penderita radang otak lain, yang diyakini sang ibunda bisa diobati dengan ganja. Negara tidak boleh tinggal berpangku tangan melihat ‘Pika-Pika’ lain yang menunggu pemenuhan hak atas kesehatannya,” ujarnya.