Mal Sepi Bukan Mati Suri karena Krisis, Orang Lebih Suka Selfie, Nongkrong, dan Ngopi

Selasa 11-11-2025,03:01 WIB
Reporter : Bianca Khairunnisa
Editor : Marieska Harya Virdhani

JAKARTA, DISWAY.ID — Fenomena mal sepi kini jadi pemandangan biasa di berbagai kota besar.

Bukan karena daya beli melemah, tapi karena pola belanja masyarakat berubah.

Alih-alih berkeliling toko, banyak pengunjung kini datang ke mal hanya untuk selfie di spot estetik, nongkrong di kafe hits, atau menikmati pengalaman baru yang ditawarkan tenant hiburan.

Mal besar di Indonesia, terutama mall-mall yang bertempat di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), yang kini juga turut mengalami peralihan fungsi dari sekedar pusat perbelanjaan, kini juga menjadi tempat hiburan pusat pengalaman (experiential retail) masyarakat.

BACA JUGA:Jeritan Hati Rojali dan Rohana, Mal Sepi Jadi Tempat Pelesir Gratis karena Dompet Menipis

Dalam menghadapi perubahan ini sendiri, Kementerian Perdagangan (Kemendag) sendiri menyatakan bahwa meskipun masih belum ada kebijakan yang spesifik mengatur transformasi pusat perbelanjaan menjadi experiential retail, Kemendag secara aktif terus mendorong dan memantau perubahan model bisnis yang tengah berlangsung di sektor tersebut seiring dengan pergeseran perilaku konsumen dan akselerasi transformasi digital di bidang perdagangan.

"Kemendag memandang bahwa pusat perbelanjaan kini tidak lagi sekadar berfungsi sebagai tempat transaksi jual beli, tetapi telah berkembang menjadi ruang interaksi sosial, rekreasi, serta sarana promosi produk lokal," jelas Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Perdagangan, Ni Made Kusuma Dewi, kepada Disway, pada Senin 10 November 2025.

"Oleh karena itu, arah kebijakan akan difokuskan pada penguatan peran pusat perbelanjaan sebagai experience center. Konsep ini kami harap mampu menghidupkan kembali aktivitas ekonomi masyarakat dan meningkatkan belanja domestik," tambahnya.

BACA JUGA:Ketika Mal Sepi Dihuni Rojali dan Rohana, Mati Suri di Tengah Gemerlap Kota

Kendati begitu, Kemendag sendiri sebelumnya sudah memiliki regulasi berupa Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021, yang mengatur tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan” dan “Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2021 tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Pusat Perbelanjaan.

Lewat regulasi ini, Kemendag telah memberikan ruang bagi kolaborasi yang lebih inklusif bagi pengelola pusat perbelanjaan; pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta produsen dalam negeri.

BACA JUGA:Fenomena 'Rojali dan Rohana' Jadi Sorotan Karena Daya Beli Melemah, Benarkah Gara-gara Judol dan Pinjol?

"Sesuai ketentuan tersebut, pengelola pusat perbelanjaan wajib menyediakan ruang usaha atau promosi bagi UMKM serta pemasaran produk dalam negeri dengan merek dalam negeri. Paling sedikit, diwajibkan 30 persen dari total luas area pusat perbelanjaan," jelas Dewi.

Untuk menjaga kestabilan pasar sendiri, Dewi juga turut menambahkan bawa Kemendag juga telah berkolaborasi dengan asosiasi pelaku usaha ritel modern untuk menjamin ketersediaan barang di jaringan toko swalayan dengan harga terjangkau bagi masyarakat.

BACA JUGA:Pengusaha Ritel di Mal Keluhkan Fenomena Rojali dan Rohana, Apa Sebabnya?

Kategori :