Siber Rusia Pernah Buat AS dan Eropa Kalang Kabut, Joe Biden Perkuat Pertahanan Digital

Siber Rusia Pernah Buat AS dan Eropa Kalang Kabut, Joe Biden Perkuat Pertahanan Digital

AS dan Uni Eropa (UE) menuduh peretas dari militer Rusia sebagai dalang dari rangkaian tersebut.

"Rusia dapat mencoba melakukan serangan semacam ini terhadap Barat untuk menunjukkan kemampuan dan untuk membuat pernyataan," kata responden keamanan siber Ukraina Marina Krotofil, yang membantu menyelidiki peretasan pemadaman listrik.

BACA JUGA:Amerika Pusing, Korea Tes Rudal Antarbenua di Tengah Pertikaian Rusia dan Ukraina

2. NotPetya

NotPetya disebut sebagai serangan siber termahal dalam sejarah. AS, Inggris, dan UE menuduh militer Rusia sebagai sosok di balik serangan siber yang terjadi pada Juni 2017 ini.

Aplikasi penghancur NotPetya tersembunyi dalam sebuah aplikasi akuntansi yang digunakan di Ukraina. Meski bersembunyi di perangkat lunak lokal, NotPetya menyebar ke seluruh dunia dan menyerang sistem komputer dari ribuan perusahaan.

Serangan tersebut menyebabkan kerugian hingga US$10 miliar atau sekitar Rp143 triliun.

Meski demikian, ilmuwan komputer dari University of Surrey, Alan Woodward mengatakan serangan semacam ini juga memiliki risiko untuk Rusia karena sifatnya yang sulit dikontrol.

"Jenis peretasan yang tidak terkendali ini lebih seperti perang biologis, karena sangat sulit untuk menargetkan infrastruktur kritis tertentu di tempat-tempat tertentu," ujarnya.

BACA JUGA:Satgas Penanganan Covid-19 Beri Kabar Baik, Vaksinasi Dosis Kedua di Indonesia Capai Angka Ratusan Juta!

3. Colonial Pipeline

Pada Mei 2021, status darurat dinyatakan di beberapa wilayah AS setelah sebuah serangan peretas menyebabkan jaringan pipa minyak yang sangat vital terganggu.

Serangan tersebut mengganggu jaringan pipa minyak Colonial yang menangani 45 persen suplai diesel, bensin, dan bensin jet untuk wilayah pesisir timur AS.

Serangan ini disebut bukan berasal dari peretas pemerintah Rusia, melainkan grup ransomware DarkSide, yang diduga bermarkas di Rusia.

Perusahaan minyak ini menyetujui untuk membayar US$4,4 juta atau Rp63,1 miliar dalam bentuk Bitcoin sebagai biaya pembebasan sistem komputer mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: